Film dengan judul “Taare Zameen Par” yang disutradarai
oleh Amir Khan merupakan film yang sangat inspiratif. Cerita dalam film ini
benar-benar sangat menyentuh, dan secara eksplisit menggambarkan tentang
realita pendidikan yang terjadi pada anak, baik dalam sektor keluarga (orang
tua) maupun sekolah (guru).
Praktik pendidikan yang terjadi di sekolah formal pun tak jauh
berbeda dengan yang terjadi dalam keluarga. Dalam melaksanakan tugas sebagai
guru, banyak dari mereka yang kurang bisa mendengarkan pendapat yang datang
dari para siswa. Gambaran ini seolah ingin menegaskan bahwa guru adalah pihak yang paling tahu
dalam proses pembelajaran. Zaman telah berubah, sumber informasi ada di
mana-mana dan dapat dijangkau dengan mudah oleh anak-anak. Oleh sebab itu,
anggapan yang demikian sangatlah tidak tepat. Proses belajar bisa terjadi
dengan pola interaksi yang terjadi secara timbal balik dari guru-siswa, maupun
siswa-guru. Pertukaran informasi itulah, yang nantinya dapat meningkatkan
kemampuan dan wawasan siswa. Kemampuan mengelola proses pembelajaran juga harus
disertai dengan kemampuan guru dalam memahami karakteristik setiap siswa.
Pemahaman terhadap karakter setiap siswa dapat membantu guru dalam menentukan
metode dan strategi belajar yang tepat. Setiap anak itu unik, mereka memiliki cognitive
style yang berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena
itu, tidak sepatutnya jika guru menerapkan metode yang selalu sama dalam proses
pembelajaran. Jika keadaan ini terus dilakukan, maka penyampaian informasi
dalam dunia pendidikan tidak akan merata, sebagian pihak diuntungkan dengan
metode itu, sehingga mereka dapat mengikuti proses pembelajaran dengan lancar.
Sedangkan siswa yang lain akan nampak sebagai siswa yang tidak mampu,
terbelakang, malas dan berbagai labeling negatif lainnya, yang belum
tentu tepat dengan keadaan mereka.
Film ini bercerita tentang anak berkebutuhan khusus bernama Ishaan
Awasthi. Ishaan adalah seorang anak berusia 8 tahun dan tidak menyukai sekolah.
Hal ini dikarenakan nilai-nilai Ishaan selalu buruk dan selalu gagal dalam
setiap ujian. sehingga Ishaan sering sekali mendapat hukuman dari guru-gurunya
disekolah dan menjadi korban bullying teman-teman sekolahnya. Baik di sekolah
maupun dirumah Ishaan selalu mendapatkan labeling negatif oleh guru dan
lingkungannya seperti, nakal, bodoh, idiot, tidak tahu malu dsb.
Ishaan merupakan anak bungsu dari 2 bersaudara. Kakak Ishaan yang
bernama Yohaan adalah seorang pelajar yang sukses, baik dalam soal pelajaran
maupun dalam bidang olah raga. Ibunya seorang ibu rumah tangga yang setiap saat
merasa kesulitan dan frustasi karena ketidakmampuannya dalam membantu Ishan.
Sedangkan ayahnya adalah seorang eksekutif sibuk yang sukses dan mengharapkan
yang terbaik dari anak-anaknya.
Serupa dengan keadaan itu, Ibunya pun sering sekali merasa
kebingungan dalam mengajari Ishan ketika di rumah. Ishan selalu melakukan
kesalahan yang serupa baik dalam menulis maupun berhitung. Ibunya sering merasa
sedih dengan keadaan ini, karena anak-anak seusianya dapat melakukan hal-hal
itu dengan sangat mudah, sedangkan Ishan sangat sulit untuk melakukannya. Di
samping itu, Ishaan sering sekali menunjukkan perilaku bermasalah; terlibat
perkelahian, berpura-pura sakit, bolos sekolah serta tidak mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Setiap perilaku negatif yang dilakukan
oleh Ishaan dan itu diketahui oleh Ayahnya, maka Ishan dipastikan memperoleh “punishment”
dari sang Ayah. Jika ini sudah terjadi baik Ibu maupun Yohaan kakaknya tidak
dapat melakukan apa-apa untuk membantu anak dan adik yang disayanginya.
Di sisi lain, Ishaan mempunyai kelebihan yaitu seni. Daya
imajinasi Ishaan sangat bagus sehingga bisa menghasilkan lukisan yang luar
biasa. Kelebihan ini yang tidak tampak oleh orang lain. Keluarganya mengetahui
bakat Ishaan ini tapi tidak menganggapnya sebagai suatu kelebihan. Sehingga cara
pandang Ishaan dianggap sebagai suatu hal yang aneh dan tidak biasa.
Berdasarkan masalah-masalah yang dihadapi Ishaan itulah
ayahnya bermaksud mengirimnya ke sekolah berasrama. Ishaan yang tidak menyukai
sekolah berusaha membujuk kedua orang tuanya untuk tidak mengirimnya ke sekolah
tersebut. Tapi ayahnya bersikeras tetap mengirimnya dengan alasan untuk
kebaikan Ishaan sendiri. Ishaan menganggap bahwa sekolah di asrama merupakan
hukuman orang tua terhadap anak-anak yang nakal dan tidak mau menurut. Anggapan
ini diperjelas dengan gaya dan sikap mengajar guru disekolah tersebut yang
cenderung keras dengan alasan untuk menegakkan kedisiplinan.
Suasana kelas dan asrama yang tidak menyenangkan membuat
Ishaan semakin frustasi, semua guru menyebutnya bodoh dan Ishaan menerima
berbagai hukuman karena tidak mampu mengikuti pelajaran dengan baik. Keadaan
ini semakin membuat Ishaan tertekan dan akhirnya menjadi pendiam dan
penyendiri. Ishaan menjadi ketakutan untuk bertemu dengan guru, tidak
bersemangat untuk melakukan apapun termasuk menggambar yang tadinya merupakan
aktivitas yang paling dia senangi. Keadaan ini terus berlangsung hingga
akhirnya datanglah guru seni pengganti yang bernama Ram Shankar Nikumbh (Aamir Khan).
Guru baru ini mempunyai metode mengajar yang sangat
berbeda dengan guru-guru yang ada disekolah tersebut. Hal ini membuat Nikumbh
sangat disukai oleh para siswa, tapi tidak oleh Ishaan. Keanehan ini membuat
Nikumbh berusaha mencari tahu apa yang terjadi dengan Ishaan. Sampai pada suatu
waktu ketika Nikumbh sedang berkumpul di ruang guru dan para guru membicarakan
tentang Ishaan bahwa Ishaan adalah anak bodoh yang tidak bisa menulis dan
membaca. Terdorong oleh rasa ingin tahu Nikumbh lalu melihat semua buku tulis
Ishaan dan akhirnya ia menyadari bahwa Ishaan ternyata mengalami Dyslexia.
Oleh sebab itu, Dia membuat orang tua dan guru lainnya
menyadari bahwa Ishaan bukan anak yang abnormal, tetapi anak yang sangat khusus
dengan bakat sendiri. Dengan waktu, kesabaran dan perawatan, Nikumbh berhasil
dalam mendorong tingkat kepercayaan Ishaan. Dia membantu Ishaan dalam mengatasi
masalah pelajarannya dan kembali menemukan kepercayaan yang hilang, serta mau
kembali aktif dalam menuangkan imajinasinya dalam lukisan-lukisan yang selama
ini menjadi dunianya. Hingga akhirnya Ishaan dapat membaca, menulis dan
berhitung, bahkan Ishaan akhirnya memenangkan lomba melukis yang diadakan di
sekolahnya dan mendapatkan standing applause atas bakatnya. Lukisan Ishaan ini
akhirnya dicetak dalam buku tahunan sekolah dan dibagikan oleh seluruh siswa
dan orang murid yang hadir.
PEMBAHASAN
Film “Taare Zaamen Par” dapat
menjadi gambaran dari dinamika keluarga Asia secara umum. Dimana masing-masing
subsistem berperan sebagaimana mestinya, dan secara tradisional masih
disandarkan pada jenis kelamin. Ayah sebagai kepala keluarga bekerja di luar
rumah guna menghidupi keluarga. Ibu berperan sebagai isteri yang siap melayani
dan memenuhi seluruh kebutuhan keluarga, termasuk membimbing dan mengajari,
serta berperan sebagai pihak yang mengontrol semua urusan anak.
Kurangnya peran keterlibatan ayah dalam membimbing
anak-anaknya. Sosok ayah dalam film itu digambarkan sebagai pihak yang sibuk
dengan urusan pekerjaan dan memiliki harapan yang tinggi untuk kedua anaknya.
Sosok ayah juga digambarkan sebagai sosok pribadi yang otoriter dalam mendidik kedua anaknya. Sehingga ketika berhadapan
dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh anaknya cenderung mengedepankan
komunikasi satu arah, kurang mendengarkan pendapat orang lain dan ringan tangan.
Sikap semacam inilah yang menyebabkan anggota keluarganya yang lain seperti kurang
dapat mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka inginkan.
Sedangkan pola didik ibu Ishaan sendiri sebenarnya memakai
gaya Otorisasi dan Demokratis. Ibunya
berusaha mendorong Ishaan untuk mandiri dengan cara memberikan dukungan secara
verbal. Hanya saja ketika berhadapan dengan suaminya, ia cenderung diam karena
sikap suaminya yang tidak mentolerir adanya pelanggaran.
Ketidaktahuan mereka akan masalah Dyslexia yang dihadapi Ishaan juga karena tidak adanya komunikasi dan
tidak mencari tau informasi tentang masalah yang dihadapi oleh anaknya. Ayah
menginginkan anak-anak yang cerdas, pintar, dan sukses secara akademik sehingga
mereka dapat menjawab tantangan zaman yang terus menuntut persaingan. Keinginan
ayah nampaknya tidak begitu sulit bagi
Yohaan karena dia memang anak yang cerdas. Sedangkan bagi Ishaan,
harapan itu adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Bukan karena dia
malas ataupun nakal seperti yang dipahami oleh orang-orang yang ada
disekitarnya. Semua itu disebabkan oleh gangguan kesulitan belajar yaitu Dyslexia yang cukup terlambat diketahui
baik oleh orang tua maupun sekolah. Akibatnya, anaklah yang menjadi korban, dan
masalah-masalah perilaku yang ditunjukkan olehnya adalah bentuk pelarian dari
ketidakmampuannya, bukan karena dia ingin melakukannya.
Peranan sekolah yang tidak mengetahui gangguan yang
dialami Ishaan juga memperparah keadaan. Labeling yang diberikan guru terhadap
Ishaan membuatnya tertekan dan akhirnya berperilaku seperti yang dilabelkan, membuat
gurunya semakin yakin bahwa Ishaan memang nakal, tidak disiplin, dan bodoh.
Meskipun ada undang-undang negara yang menyatakan bahwa tiap sekolah tidak
boleh menolak murid yang special needs, tapi pengetahuan guru soal anak special
needs juga harus ditingkatkan. Karena apabila pengajar tidak mengetahui
gangguan belajar apa yang terjadi terhadap anak muridnya, akibatnya adalah si
anak yang menjadi korban. Anak dapat berubah dari yang bersemangat menjadi
pemurung, tidak bersemangat, frustasi dan menarik diri dari orang lain. Pada
kasus Ishaan, dia bahkan tidak mau lagi menggambar dan tidak mau lagi
berimajinasi, bahkan bermimpi pun dia tidak berani.
Selain Dyslexia,
Ishaan juga mengalami apa yang disebut Dyskalkulia
dan Dysgraphia, yaitu
ketidakmampuan untuk menulis, berhitung dan mengukur. Hal ini tampak dari
banyaknya tulisan huruf yang terbalik dan ketika Ishaan tidak dapat menangkap
dan melempar bola kepada temannya. Proses belajar dan mengajar Ishaan menjadi
lebih mudah apabila orang tua dan guru mengetahui gangguan belajar yang dialami
Ishaan. Nikumbh melatih Ishaan menulis secara perlahan muali dari huruf besar
lalu pelan-pelan tulisannya diperkecil sehingga akhirnya Ishaan dapat menulis,
membaca dan berhitung.
Walaupun menggambarkan adanya tidak tahuan pihak sekolah dalam
memahami gangguan belajar yang dialami Ishaan, film ini juga menggambarkan
tentang proses dan upaya dari orang tua untuk mencoba mengerti dan
memahami kebutuhan dan keadaan anak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak sepenuhnya
apa yang terjadi dalam keluarga itu adalah salah, karena semuanya berangkat
dari ketidaktahuan mereka. Orang tua mau merubah dan menghagai impian dan
keinginan anak dengan bantuan dari guru di sekolah. Jadi, interaksi yang baik
antara orang tua dan guru tentang perkembangan ataupun problem yang dialami
oleh anak, akan menjadi cara yang bijak dalam memahami permasalahan anak.
Setiap anak adalah spesial dengan berbagai keunikan
harapan dan impian yang berbeda-beda. Oleh sebab itu tidak tepat kiranya jika
kita (para orang tua dan guru) memasung impian dan harapan mereka. Ijinkan
mereka hidup dengan potensi dan keunikan, hargailah apa yang mereka lakukan,
maka mereka pun akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sehat dan
cerdas serta mengesankan semua orang.
Chici Ernest - 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar