Oleh: Muhammad Abdul Ghofur (1310320005)
PGMI LK STAIN KUDUS
1.
Metode
Tata Bahasa-Terjemah
A. Hakikat bahasa
Metode ini berasumsi bahwa ada
satu ”logika semesta” yang merupakan dasar semua bahasa di dunia ini. Metode
ini juga berasumsi bahwa tata bahasa merupakan bagian dari filsafat dan logika,
belajar bahasa dengan demikian dapat memperkuat kemampuan berpikir logis,
memecahkan masalah, dan memperkuat kemampuan menghafal.
B. Hakikat pengajaran bahasa
Asumsi-asumsi teoretis yang
mendasari hal tersebut ialah bahwa bahasa
sasaran terutama sekali diintegrasikan sebagai suatu sistem
kaidah-kaidah yang akan diobservasi dalam teks-teks dan kalimat-kalimat dan
dihubungkan dengan kaidah-kaidah dan makna-makna bahasa pertama.
Berikut ini adalah asumsi-asumsi
Metode Tata Bahasa-Terjemah:
1.
Melalui Metode Tata Bahasa-Terjemah bahasa
dipahami terdiri dari kata-kata yang ditulis dan kata-kata yang terwujud secara
mandiri; kata-kata itu bersifat individu yang dapat diterjemahkan satu persatu
ke dalam padanan-padanan bahasa asing mereka dan diatur menurut aturan-aturan
tatabahasa ke dalam kalimat-kalimat dalam bahasa asing.
2.
Di dalam pengajaran bahasa apa yang seharusnya
diajarkan bukanlah bahasa itu sendiri tetapi cara pemikiran logis dan
mengembangkan disiplin mental yang berharga. Asumsi ini sering dikritik karena
kemampuan logika rata-rata anak sekolah tidak cukup tinggi untuk mengikuti
metode ini. Metode ini pengajaran bahasa sangat mengutamakan kemampuan teori
tentang rumus-rumus kebahasaan.
3.
Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa
ibu. karena dipercaya dapat memberi para pelajar bahasa sasaran hasil yang
jelas dan pemahaman tentang prestasi yang jelas pula. Para pelajar bahasa juga
memerlukan rasa aman karena mereka dapat dengan mudah memahami pelajaran dan
penjelasan guru.
A. Tujuan [Umum dan Khusus]
Menurut para guru yang menggunakan
metode ini, tujuan pokok pengajaran suatu bahasa asing adalah untuk
mengembangkan kemampuan membaca literatur yang ditulis dalam bahasa sasaran
(misalnya kitab-kitab kuning berbahasa Arab).
B. Model silabus
Metode Tata
Bahasa-Terjemah sangat menekankan
kosa kata dan
tatabahasa. Keterampilan membaca dan menulis adalah ketrampilan yang
diutamakan dalam pembelajaran. Hanya ada sedikit perhatian yang sangat kecil
diberikan kepada keterampilan berbicara dan mendengarkan. Kultur dipandang
sebagai bagian dari literatur dan seni. Bahan pelajaran bahasa disusun
berdasarkan urutan tatabahasa bahasa target (bahasa Arab). Silabus
gramatikalnya diurutkan dari tatabahasa yang paling gampang sampai yang paling
sulit.
C. Jenis kegiatan belajar-mengajar dan peranan bahan ajar
Para siswa belajar tatabahasa
secara deduktif; dimana mereka
diberi aturan-aturan tatabahasa dan contoh-contoh, diminta untuk menghafalnya,
lalu diminta untuk menerapkan aturan-aturan tersebut dalam contoh-contoh yang
lain. Mereka juga mempelajari paradigma-paradigma yang bersifat tatabahasa
seperti konjugasi-konjugasi katakerja. Mereka menghafal padanan-padanan dalam
bahasa Indonesia untuk kata-kata kosa kata bahasa Arab.
Arti kata dari bahasa Arab
dijelaskan dengan cara diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia. Tes
yang diberikan untuk menguji kemampuan siswa adalah tes tertulis di mana para
siswa diminta untuk menerjemahkan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab
atau sebaliknya. Pertanyaan-pertanyaan sekitar budaya atau pertanyaan-pertanyaan
yang meminta para siswa untuk menerapkan kaidah tatabahasa Arab juga umum
digunakan.
D. Peranan pembelajar dan pengajar
Guru adalah pemilik otoritas
dalam kelas. Para siswa melakukan apa yang gurunya katakan, dengan cara
demikian lah para siswa dapat membelajari apa yang diketahui oleh guru mereka.
Kebanyakan interaksi di dalam kelas itu adalah dari guru ke para siswa.
Prosedur dan Teknik Metode Tata Bahasa-Terjemah
Istilah-istilah teknis
ketatabahasan tidak dihindari. Sang pembelajar diharapkan dapat menelaah,
mengkaji serta menghafalkan kaidah tertentu beserta contoh-contohnya, misalnya,
paradigma ism, fi’l, harf atau
adawat. Latihan-latihan terdiri dari kata-kata frasa-frasa,
kalimat-kalimat dalam bahasa ibu yang diterjemahkan oleh sang pembelajar ke
dalam bahasa sasaran -dengan bantuan daftar kosakata dwibahasa- untuk
mempraktekkan butir atau kelompok butir ketatabahasaan tertentu.
Latihan-latihan lainnya dirancang untuk mempraktekkan terjemahan dari bahasa
sasaran (Arab) ke bahasa Indonesia.
Kekuatan dan Kelemahan Metode Tata Bahasa-Terjemah
Kekuatan
1)
Pelajar menguasai banyak kaidah-kaidah
tatabahasa bahasa asing yang dipelajari.
2)
Pelajar memahami isi detail bahan bacaan yang
dipelajarinya dan mampu menerjemahkannya.
3)
Pelajar memahami karakteristik bahasa yang
dipelajarinya dan banyak hal lainnya yang bersifat teoritis, dan mampu
membandingkannya dengan karakteristik bahasa ibu.
Kelemahan
1)
Metode ini lebih banyak mengajarkan “tentang
bahasa” daripada mengajarkan “kemahiran berbahasa”.
2)
Metode
ini hanya menekankan
kemahiran membaca, sedangkan
tiga kemahiran yang lain (menyimak, berbicara, menulis) tidak mendapat
perhatian yang memadai.
3)
Terjemahan harfiah sering mengacaukan makna
kalimat dalam konteks yang luas, dan hasil terjemahannya sering terasa tidak
lazim menurut citarasa bahasa asli siswa.
2.
Metode
Langsung (Thariqah Mubasyirah/ Direct Method)
A. Hakikat bahasa
Metode ini melihat bahasa sebagai
apa yang diucapkan oleh penutur asli bahasa itu. Dengan demikian para pelajar
bahasa tidak hanya mempelajari bahasa sasaran tetapi juga mempelajari budaya
dari penutur asli.
B. Hakikat belajar bahasa Asumsi
Metode Langsung tentang pembelajaran bahasa ialah bahwa proses belajar bahasa
asing atau kedua sama dengan belajar bahasa ibu atau bahasa pertama, yaitu
dengan penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi. Seperti
se orang anak yang mempelajari bahasa ibunya, seorang pelajar juga mempelajari
bahasa asing dengan cara menyimak dan berbicara terlebih dahulu, sedang membaca
dan menulis dapat dipelajari kemudian.
Metode ini juga meyakini
asumsi-asumsi berikut:
1.
Makna bahasa akan lebih jelas bila disajikan dengan
menghadirkan benda fisik, seperti gambar, isyarat-isyarat dan pantomim.
2.
Koreksi sendiri (self-correction) yang dilakukan
oleh siswa lebih efektif dibandingkan dengan koreksi guru.
3.
Kosa kata akan lebih gampang dipelajari jika
digunakan dalam kalimat-kalimat
dibanding dengan hanya dengan hafalan.
4.
Mengajarkan bahasa lain berarti mengambil sebuah
peran sebagai seorang mitra bagi para siswa dalam kegiatan komunikasi.
Desain Metode Langsung
A. Tujuan [Umum dan Khusus] Para
guru yang menggunakan Metode Langsung bertujuan agar para siswa bisa
mempelajari bagaimana caranya berkomunikasi dalam bahasa sasaran. Untuk bisa
melakukan hal tersebut dengan sukses, penting bagi para siswa untuk belajar
berpikir dalam bahasa sasaran.
B. Model silabus Silabus yang digunakan
dalam Metoda Langsung didasarkan pada situasi-situasi (sebagai contoh, satu
unit akan berisi dari ungkapan-ungkapan yang digunakan di bank, dan unit yang
lain berisi ungkapan-ungkapan ketika berbelanja) atau topik-topik (seperti
geografi, uang, atau cuaca). Tatabahasa
diajar secara induktif; yaitu para
siswa diperkenalkan dengan contoh-contoh terlebih dahulu lalu mereka berusaha
memahami kaidah-kaidah atau generalisasi kaidah yang berada di balik
contoh-contoh tersebut. Aturan tatabahasa yang tegas (eksplisit) tidak boleh
diberi. Para siswa mempraktekkan kosa kata dengan menggunakan kata-kata baru
tersebut dalam kalimat-kalimat lengkap.
C. Jenis kegiatan
belajar-mengajar Meskipun perhatian terhadap keempat ketrampilan berbahasa
(membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan) terjadi sejak awal, tetapi
komunikasi lisan dianggap sebagai dasar. Dengan demikian, latihan membaca dan
menulis didasarkan pada latihan lisan yang telah dipraktektakkan terlebih
duhulu oleh siswa. Pelafalan yang benar juga mendapatkan perhatian sejak awal
pelajaran. Kemampuan berbahasa yang lebih diutamakan adalah kemampuan
berbicara, bukan kemampuan menulis. Para siswa berbicara sebagian besar dalam
bahasa sasaran dan mereka berkomunikasi seolah-olah mereka dalam situasi-situasi
yang riil.
D. Peranan pembelajar, pengajar
dan bahan ajar Meskipun guru mengarahkan aktivitas di kelas, peran siswa lebih
aktif dibandingkan peran mereka dalam Metode Tata Bahasa-Terjamah. Guru dan
para siswa lebih seperti mitra dalam pembelajaran. Di samping berfungsi sebagai
seorang mitra, guru juga adalah seorang fasilitator; ia menunjukkan kepada para
siswa apa kesalahan yang mereka lakukan dan bagaimana cara mereka mengoreksi
kesalahan tersebut.
Inisiasi interaksi pembelajaran
berasal dari kedua belah pihak, dari guru kepada para siswa dan sebaliknya dari
siswa kepada guru, meskipun inisiasi dari siswa sering berada dalam pengarahan
guru. Para siswa juga berbicara antara yang satu dengan yang lain. Evaluasi
dalam Metode Langsung dilakukan lebih banyak secara informal, para siswa
diminta untuk menggunakan bahasa, bukan untuk menunjukkan pengetahuan mereka
sekitar bahasa. Mereka diminta untuk melakukannya baik dengan ketrampilan lisan
maupun tulisan.
Diantara prosedur pengajaran
bahasa dengan Metode Langsung adalah yang diajukan oleh Titone (dalam Richards
dan Rodgers, 2003: 12). Tehnik-tehnik tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Jangan menerjemahkan, tetapi demonstrasikan
2.
Jangan menjelaskan, tetapi perankan
3.
Jangan berceramah, tetapi ajukan pertanyaan-pertanyaan
4.
Jangan meniru kekeliruan, tetapi perbaiki
5.
Jangan memakai kata-kata tunggal, tetapi gunakan
kalimat
6.
Jangan berbicara terlalu banyak, tetapi upayakan
siswa yang berbicara banyak Jangan mengekor pada buku, tetapi gunakan rencana
pembelajaran sendiri
Keunggulan dan Kelemahan Metode
Langsung Keunggulan
1)
Pelajar terampil menyimak dan berbicara karena
para pelajar mendapat banyak latihan dalam bercakap-cakap, khususnya mengenai
topik-topik yang sudah dilatih dalam kelas.
2)
Pelajar menguasai pelafalan dengan baik seperti
atau mendekati penutur asli.
3)
Pelajar mengetahui banyak kosa kata dan
pemakaiannya dalam kalimat.
Kelemahan
1)
Kemampuan pelajar dalam membaca untuk pemahaman
lemah, karena materi dan latihan yang disediakan lebih menekankan pada
ketrampilan berbahasa lisan.
2)
Metode ini menuntut para guru yang ideal dari
segi keterampilan berbahasa (mempunyai kelancaran berbicara seperi atau
mendekati penutur asli) dan kelincahan dalarn penyajian pelajaran.
3)
Metode ini mempunyai prinsip-prinisp yang lebih
tepat untuk digunakan dalam kelas kecil yang jumlah pelajarnya tidak banyak
(kurang dari 20 orang siswa), dan tidak bisa dilaksanakan dalam kelas besar.
3.
Metode
Membaca (Thariqah al-Qira’ah/ Reading Method)
Pendekatan Metode Membaca Metode ini dikembangkan berdasarkan asumsi
bahwa pengajaran bahasa tidak bisa bersifat multi-tujuan, dan bahwa kemampuan
membaca adalah tujuan yang paling realistis ditinjau dari kebutuhan pembelajar
bahasa asing. Dengan demikian, asumsinya bersifat pragmatis, bukan filosofis
teoritis. Metode Membaca mempunyai dasar pragmatik yang kuat. Faktor-faktor
penentu komunikasi adalah partner komunikasi (siapa dengan siapa), tujuan
komunikasi, tempat dan waktu (atau situasi) komunikasi, budaya dan suasana
(konteks) komunikasi, jalur (lisan atau tulisan) komunikasi, media komunikasi
(tatap muka, telepon, surat, buku, koran, dsb), dan peristiwa atau bentuk
kegiatan komunikasi (bercakap-cakap, ceramah, upacara, laporan, dsb.) (Tarigan,
1986: 180).
Desain Metode Membaca
A. Tujuan [Umum dan Khusus]
Menurut Colmen tujuan metode ini
adalah agar pelajar bahasa asing mempunyai kemampuan membaca bahasa asing
dengan kecepatan yang relatif dan bisa menikmati apa yang mereka baca sehingga
mereka mampu menghasilkan kalimat- kalimat yang benar ketika menulis dan bisa
melafalkanya dengan tepat ketika berbicara..
B. Model silabus dan jenis
kegiatan belajar-mengajar Basis kegiatan pembelajaran adalah memahami isi
bacaan, didahului oleh pengenalan kosa kata pokok dan maknanya, kemudian
mendiskusikan isi bacaan dengan bantuan guru. Pemaharnan isi bacaan diperoleh
melalui proses analisis, tidak dengan penerjemahan harfiah meskipun bahasa ibu
boleh digunakan dalam mendiskusikan isi teks.
C. Peranan pembelajar pengajar
dan bahan ajar
Setelah murid-murid menguasai
kosakata pada tahap tertentu, diajarkanlah bacaaan tambahan dalam bentuk cerita
atau novel yang dipersingkat dengan harapan penguasaan murid terhadap kosakata
menjadi lebih mantap. Peran guru dalam metode ini adalah sebagai pembimbing
siswa untuk memahami bacaan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
terkait dengan isi bahan bacaan, dan membimbing siswa menyimpulkan kaidah
kebahasan yang ada dalam bahan bacaan. Materi pelajaran berupa buku bacaan
utama dengan suplemen daftar kosa kata dan pertanyaan-pertanyaan isi bacaan,
buku bacaan penunjang untuk perluasan (extensif reading/qira’ah muwassa’ah)
buku latihan mengarang terbimbing dan percakapan.
Metode Membaca, berikut ini
dikemukakan langkah- langkah penerapan metode tersebut:
1)
Guru memulai pembelajaran dengan memberikan
kata-kata dan ungkapan yang dianggap sulit yang akan ditemui oleh siswa dlam
teks, beserta penjelasan mengenai makna kata-kata dan ungkapan tersebut dengan
definisi, konteks dan contoh dalam kalimat lengkap.
2)
Setelah itu siswa diminta untuk membaca dalam
hati teks bacaan yang sudah diprogramkan selama kurang lebih 25 menit.
3)
Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan diskusi
mengenai kandungan isi bacaan yang bisa berupa tanya-jawab dengan menggunakan
bahasa ibu pelajar.
4)
Setelah menguasai isi bacaan, guru membimbing
siswa menyimpulkan suatu aturan tatabahasa dalam bahan bacaan. Dan jika dirasa
perlu, guru akan memberikan penjelasan tentang tata bahasa tersebut secara
singkat.
5)
Kalau masih ada kosakata yang belum dipahami
oleh siswa, maka pembelajaran akan dilanjutkan dengan pembahasan kosa kata yang
belum difahami atau belum dibahas sebelumnya.
6)
Berikutnya, para siswa akan mengerjakan
tugas-tugas yang ada dalam buku suplemen, yaitu menjawab pertanyaan tentang isi
bacaan, latihan menulis terbimbing, dsb.
7)
Setelah selesai mengerjakan latihan, bahan
bacaan perluasan diberikan untuk dipelajari di rumah dan hasilnya dilaporakan
pada pertemuan berikutnya. (Effendi, 2005: 42)
Kekuatan dan kelemahan metode ini
dapat kita kemukakan sebagai berikut.
Kekuatan
1)
Metode ini memungkinkan para pelajar dapat
membaca bahasa baru dengan kecapatan yang wajar bersamaan dengan penguasaan isi
bahan bacaan tanpa harus dibebani dengan analisis gramatikal mendalam dan tanpa
penerjemahan.
2)
Pelajar meinguasai banyak kosa kata pasif dengan
baik.
3)
Pelajar bisa memahami aturan tatabahasa secara
fungsional.
Kelemahan
1)
Pelajar lemah dalam keterampilan membaca nyaring
(pelafalan, intonasi dsb).
2)
Pelajar tidak terampil dalam menyimak dan
berbicara.
3)
Pelajar kurang terampil dalam mengarang bebas.
4)
Karena kosa kata yang dikenalkan hanya yang
berkaitan dengan isi bacaan (pasif), maka pelajar lemah dalam memahami teks
lain selain teks yang telah mereka pelajari.
4.
Metode
Audiolingual (Thariqah Sam’iyah-Syafawiyah/Audiolingual Method)
A. Hakikat bahasa
Terkait dengan hakikat bahasa,
Metode Audiolingual mempunyai beberapa asumsi sebagai berikut:
a.
Bahasa adalah bunyi ucapan yang diungkapkan
sehari-hari oleh orang kebanyakan dengan kecepatan normal. Bahasa adalah apa
yang diucapkan oleh orang-orang bukan apa ditulis orang-orang.
b.
Bahasa itu pertama-tama adalah ujaran. Oleh
karena itu pengajaran bahasa harus dimulai dengan memperdengarkan bunyi-bunyi
bahasa dalam bentuk kata atau kalimat kemudian mengucapkannya, sebelum
pelajaran membaca dan menulis. Kemampuan mendengarkan dan berbicara lebih
dahulu diajarkan diikuti dengan kemampuan membaca.
c.
Setiap pembicara menggunakan suatu bahasa dengan
cara yang sedikit berbeda. Para pelajar bahasa tidak dipaksa untuk berbicara
dengan cara yang sama; mereka diperbolehkan untuk berbicara dengan bahasa asing
dengan berbagai cara sepanjang mereka dapat berkomunikasi dalam bahasa
tersebut.
d.
Metode ini juga didasarkan atas asumsi bahwa
bahasa-bahasa di dunia ini berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, pemilihan
bahan ajar harus berbasis hasil analisis kontrastif, antara bahasa ibu pelajar
dan bahasa target yang sedang dipelajarinya.
Desain Metode Audiolingual
A. Tujuan [Umum dan Khusus]. Tujuan
metode ini adalah agar para siswa mampu menggunakan bahasa sasaran secara
komunikatif. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka percaya bahwa para siswa
perlu mempelajari berulang-ulang bahasa sasaran, agar mereka bisa belajar
menggunakan bahasa tersebut secara otomatis di bawah sadar.
B. Model silabus. Struktur bahan ajar
bahasa dengan metode ini menekankan pada penguasaan seluruh komponen bahasa.
Silabus yang digunakan oleh metode ini pada umumnya silabus struktural, dengan
pengajaran beberapa struktur bahasa pada setiap unit pembahasan yang tercakup
dalam dialog (al-hiwar) baru.
C. Jenis kegiatan belajar-mengajar.
Penyajian keterampilan berbahasa mempertahankan urutan alamiah pemerolehan
bahasa, yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan tetap memberi
perhatian yang paling besar kepada keterampilan dengar-ucap (aural-oral).
Pelafalan kata-kata diajarkan sejak dini, sering kali dengan cara para siswa
berlatih dalam laboratorium bahasa untuk membeda-bedakan antara beberapa
pasangan kata minimal (tsunaiyah sugra/minimal pair). Percakapan sehari-hari
ditekankan dalam Metode Audiolingual.
D. Peranan pembelajar. Dalam metode ini,
guru berperan sentral dan aktif, gurulah yang mendominasi pembelajaran. Dalam
metode ini guru mengarahkan dan mengendalikan perilaku bahasa dari para
siswanya. Dia juga bertanggung jawab untuk memberikan suatu model yang baik
bagi siswanya untuk ditiru.
E. Peranan pengajar. Siswa mengikuti
pengarahan guru dan menanggapi dengan seteliti dan secepat mungkin setiap
stimulus yang diberikan guru.
F. Peranan bahan ajar. Materi
pembelajaran dalam Metode Audiolingual berperan membantu guru untuk
mengembangkan penguasaan pelajar terhadap bahasa asing. Buku teks untuk siswa
(kitab al-thullab/student’s text book) sering tidak digunakan pada tahap-tahap
dasar pembelajaran di mana para siswa lebih banyak berlatih mendengar,
mengulangi, dan menjawab.
Prosedur dan Teknik Metode Audiolingual
Proses pembelajaran Metode
Audiolingual melibatkan banyak kegiatan latihan lisan. Fokus pembelajaran
adalah kemampuan berbicara secara akurat dan spontan; hanya ada sedikit
penjelasan yang terkait dengan tatabahasa atau tentang bahasa. Dalam suatu
kelas khas audiolingual, prosedur-prosedur berikut akan biasa teramati:
1.
Pertama-tama para siswa mendengar sebuah model
dialog (baik dari guru atau rekaman) yang berisi struktur-struktur kunci yang
menjadi fokus pelajaran. Mereka mengulangi setiap kalimat dalam dialog, secara
klasikal dan individual.
2.
Dialog disesuaikan dengan minat atau situasi
siswa, melalui pengubahan kata-kata kunci atau ungkapan-ungkapan tertentu.
Kegiatan ini dilakukan oleh para siswa.
3.
Struktur-struktur kunci tertentu dari dialog
dipilih dan digunakan sebagai dasar untuk latihan pola dengan berbagai
jenisnya. Dril ini pertama-tama dipraktekkan secara bersama-sama lalu secara
individual. Beberapa penjelasan tatabahasa bisa ditawarkan pada tahap ini,
tetapi ia tetap diberikan dalam batasan minimal.
4.
Para siswa bias mengacu kepada buku teks mereka.
5.
Kegiatan tindak lanjut bisa berlangsung dalam
laboratorium bahasa, di mana dialog lebih lanjut dan kegiatan dril
dilaksanakan. (Richard dan Rodger, 2003: 64-65)
Kekuatan dan Kelemahan Metode
Audiolingual Kekuatan Kekuatan-kekuatan Metode Audiolingual ini, antara lain:
1)
Para pelajar mempunyai pelafalan yang bagus.
2)
Para pelajar terampil membuat pola-pola kalimat
yang sudah didrilkan.
3)
Pelajar dapat melakukan komunikasi lisan dengan
baik karena latihan menyimak dan berbicara yang intensif.
Kelemahan Kelemahan-kelemahan
Metode Audiolingual ini, antara lain:
1)
Para pelajar cenderung untuk memberi respon
secara serentak dan secara mekanistis seperti membeo (babgai), mereka sering
tidak mengetahui atau tidak memikirkan makna ujaran yang diucapkan.
Pengulangan-pengulangan stimulus-respon yang mekanistis seringkali membosankan
serta menghambat penyimpulan kaidah-kaidah kebahasaan
2)
Kurang memperhatikan ujaran/tuturan spontan,
pelajar bisa berkomunikasi dengan lancar hanya apabila kalimat yang digunakan
telah dilatihkan sebelumnya di dalam kelas.
3)
Makna kalimat yang diajarkan biasanya terlepas
dari konteks, sehingga pelajar hanya memahami sate rnakna, padahal suatu
kalimat atau ungkapan bisa mempunyai beberapa makna tergantung konteksnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar