A. Pengertian
Menurut
Ausubel (dalam Dahar, 1989) “belajar dapat diklasikfikasikan ke dalam
dua dimensi”. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau
materi pelajaran disajikan kepada siswa, melalui penerimaan atau
penemuan. Di-mensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat
mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur
kognitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan
generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada
siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi
itu dalam ben-tuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang
mengharuskan siswa me-nemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang
akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan
informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain- lain)
yang telah dimilikinya.
Menurut
Ausubel (dalam Parno, 2007:7) Berdasarkan terhubung atau tidak
terhubungkannya antar konsep yang sedang dipelajari, belajar meliputi
dua jenis, yaitu belajar secara hafalan dan belajar bermakna.
Selanjutnya Parno (2007:7) memberikan pernyataan sebagai berikut.
Belajar
secara hafalan terjadi jika mahasiswa mempelajari konsep-konsep baru
secara sembarangan, tanpa mau menghubungkannya dengan konsep-konsep lain
yang relevan yang telah diketahuinya. Sedangkan belajar bermakna adalah
pengetahuan atau konsep baru yang diperoleh segera dikaitkan dengan
konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif mahasiswa. Hasil
paduan ini ada-lah informasi atau konsep baru. Hasil belajar bermakna
adalah informasi yang te-lah dipelajari akan relatif bertahan lebih lama
dalam ingatan.
“Peta
konsep adalah suatu alat yang digunakan untuk menyatakan hubu-ngan yang
bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi.
Pro-posisi-proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang
dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik” (Dahar, 1989:122).
Dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri
atas dua konsep yang dihubung-kan oleh satu kata penghubung untuk
membentuk suatu proposisi. Dalam peta konsep dapat diamati bagaimana
konsep yang satu berkaitan dengan konsep yang lain. Menurut Ausubel
(1968) dalam Dahar (1989:123) belajar bermakna lebih mudah berlangsung
apabila konsep baru yang lebih khusus dikaitkan dengan kon-sep lama yang
lebih umum yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.
Dalam
peta konsep, tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti,
bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep
yang lain. Konsep yang paling inklusif (konsep fokus atau konsep utama)
terletak di puncak dan memberikan identitas peta konsep yang
bersangkutan. Makin ke bawah konsep-konsep menjadi lebih khusus. Ada
kalanya konsep-konsep yang sama, oleh orang lain menghasilkan peta
konsep yang berbeda, sebab untuk orang itu kaitan konsep yang demikinlah
yang bermakna. Setiap peta konsep memperli-hatkan kaitan-kaitan konsep
yang bermakna bagi orang yang menyusunnya. Di si-nilah kita lihat
perbedaan-perbedaan individual yang ada pada mahasiswa. De-ngan kata
lain hubungan antara konsep-konsep bagi seseorang itu adalah
idiosin-kratik. Ini berarti bahwa kebermaknaan konsep-konsep itu khas
bagi setiap orang (Dahar. RW:1989), sehingga peta konsep yang dibuat
oleh masing- masing orang akan berbeda.
B. Fungsi Peta Konsep
Dalam
pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan. Menurut
Dahar (1989:129) menyatakan bahwa berdasarkan tujuannya, fungsi peta
konsep ada empat.
1. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa.
Sebelumnya
telah diketahui bahwa belajar bermakna membutuhkan usaha yang
sungguh-sungguh dari pihak siswa untuk menghubungkan pengetahuan baru
dengan konsep-konsep relevan yang telah mereka miliki.Untuk memperlancar
proses ini, baik dosen dan mahasiswa perlu mengetahui konsep-konsep apa
yang telah dimiliki mahasiswa ketika pelajaran baru akan dimulai,
sedangkan maha-siswa diharapkan dapat menunjukkan di mana mereka berada,
atau konsep-konsep apa yang telah mereka miliki.dalam menghadapi
pelajaran baru itu. Dengan menggunakan peta konsep dosen dapat
melaksankan apa yang telah dikemukakan di atas, dan dengan demikian
mahasiswa diharapkan akan mengalami belajar ber-makna. Salah satu
pendekatan yang dapat digunakan dosen untuk maksud ini ialah dengan
memilih satu konsep utama dari pokok bahasan yang akan dibahas,
kemu-dian menyuruh mahasiswa untuk menyusun peta konsep dengan
menghubungkan konsep-konsep itu. Selanjutnya mahasiswa diminta untuk
menambahkan konsep-konsep dan mengaitkan konsep-konsep itu hingga
mambentuk proposisi yang ber-makna. Dari peta konsep-peta konsep yang
dihasilkan oleh mahasiswa, guru dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan
mahasiswa tentang pokok bahasan yang akan diajarkan.
2. Mempelajari Cara Belajar
Bila
seseorang dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran , ia tidak akan
begitu saja memahami apa yang dibacanya.Dengan diminta untuk menyusun
peta konsep dari isi bab itu , ia akan berusaha untuk mengeluarkan
konsep-konsep dari apa yang dibacanya, meletakkan konsep yang paling
inklusif pada puncak pe-ta konsep yang dibuatnya, kemudian mengurutkan
konsep-konsep yang lain yang kurang inklusif pada konsep yang paling
inklusif, demikian seterusnya.
3. Mengungkapkan konsepsi salah
Selain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkn di atas, peta konsep dapat pula mengungkapkan konsepsi salah (misconception)
yang terjadi pada mahasis-wa. Konsep salah biasanya timbul karena
terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan proposisi yang
salah.
4. Alat Evaluasi
Penerapan
peta konsep dalam pendidikan yang terakhir dibahas adalah peta konsep
sebagai alat evaluasi. Selama ini alat-alat evaluasi yang digunakan guru
adalah tes obyektif atau tes esai. Walaupun cara evaluasi ini akan
terus me-megang peranan dalam dunia pendidikan, teknik-teknik evaluasi
baru perlu dipi-kirkan untuk memecahkan masalah-masalah evaluasi yang
kita hadapi selama ini.
Menurut
Susilo dalam Parno (2007:8) fungsi peta konsep dalam pembel-ajaran
adalah (1) merencanakan kuliah, (2) merencanakan dan evaluasi kurikulum,
(3) mengembangkan pembelajaran dengan bertitik tolak pada identifikasi
miskon-sepsi mahasiswa dari peta konsep, (4) mendiskusikan peta konsep
dalam kelas, (5) peta konsep yang menghubungkan teori dasar dan prosedur
eksperimen dalam praktikum mahasiswa, (6) mempelajari buku teks, (7)
meminta mahasiswa mem-buat peta konsep dari soal tes, dan (8)
menganalisis miskonsepsi mahasiswa.
Dalam
penelitian ini peta konsep yang dibuat oleh mahasiswa bersumber pada
pengetahuannya tentang materi fisika sekolah yang sudah didapatkannya
dari matakuliah yang ditempuhnya selama empat semester sebelumnya. Peta
konsep yang telah dibuat oleh mahasiswa digunakan untuk menemukan
miskonsepsi ten-tang dasar-dasar fisika sekolah. Selanjutnya sejumlah
miskonsepsi tersebut akan diperbaiki dengan pembelajaran pemecahan
masalah dalam matakuliah KSFS.
C. Cara Membuat Peta Konsep
“Dalam
membuat peta konsep ada enam langkah yang harus diikuti“ (Da-har,
1989:126). Keenam langkah tersebut adalah (1) menentukan bahan bacaan,
(2) menentukan konsep-konsep yang relevan, (3) mengurutkan konsep-konsep
itu, mulai dari yang paling inklusif sampai yang paling tidak inklusif
atau contoh- contoh, (4) menyusun konsep- konsep itu di atas kertas,
mulai dengan konsep yang paling inklusif di puncak ke konsep yang paling
tidak inklusif (5) menghu-bungkan konsep yang berkaitan dengan
garis-garis penghubung dan memberi kata penghubung pada setiap garis
penghubung itu, dan (6) mengembangkan peta kon-sep tersebut, misalnya
dengan menambahkan dua atau lebih konsep yang baru ke setiap konsep yang
sudah ada dalam peta konsep.
D. Keunggulan dan Kelemahan Peta Konsep
a) Keunggulan Peta Konsep
Novak
dan Gowin (dalam Haris, 2005:18) mengemukakan kelebihan peta konsep
bagi guru dan siswa. Kelebihan peta konsep bagi guru adalah sebagai
berikut.
- Pemetaan konsep dapat menolong guru mengorganisir seperangkat pe-ngalaman belajar secara keseluruhan yang akan disajikan
- Pemetaan konsep merupakan cara terbaik menghadirkan materi pel-ajaran, hal ini disebabkan peta konsep adalah alat belajar yang tidak menimbulkan efek verbal bagi siswa, karena siswa dengan mudah me-lihat, membaca, dan mengerti makna yang diberikan
- Pemetaan konsep menolong guru memilh aturan pengajaran berdasar-kan kerangka kerja yang hierarki, hal ini mengingat banyak materi pe-lajaran yang disajikan dalam urutan yang acak
- Peta konsep membantu guru meningkatkan efisiensi dan efektifitas pe-ngajaran.
Sedangkan kelebihan peta konsep bagi siswa adalah sebagai berikut.
- Pemetaan konsep merupakan cara belajar yang mengembangkan pro-ses belajar yang bermakna, yang akan meningkatkan pemahaman sis-wa dan daya ingat belajarnya,
- Dapat meningkatkan keaktifan dan kreatifitas berfikir siswa, yang pada gilirannya akan menimbulkan sikap kemandirian belajar yang lebih pa-da siswa
- Mengembangkan struktur kognitif yang terintegrasi dengan baik, yang akan memudahkan belajar
- Dapat membantu siswa melihat makna materi pelajaran secara lebih komprehensif dalam setiap komponen konsep- konsep dan mengenali miskonsepsi.
b) Kelemahan Peta Konsep
Beberapa
kelemahan atau hambatan yang mungkin dialami mahasiswa da-lam menyusun
peta konsep antara lain: (1) Perlunya waktu yang cukup lama un-tuk
menyusun peta konsep, sedangkan waktu yang tersedia terbatas, (2) Sulit
me-nentukan konsep-konsep yang terdapat pada materi yang dipelajari, (3)
Sulit me-nentukan kata-kata untuk menghubungkan konsep yang satu dengan
konsp yang lain (Haris, 2005:20).
Jadi
hambatan yang kemungkinan dialami mahasiswa akan dapat diatasi dengan
melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Mahasiswa diminta untuk membu-at
peta konsep di rumah dan pada pertemuan selanjutnya dibahas di kelas,
(2) Ma-hasiswa diharapkan dapat membaca kembali materi dan memahaminya,
agar da-pat mengenali konsep-konsep yang ada dalam bacaan sehingga dapat
mengaitkan konsep-konsep tersebut dalam peta konsep (Haris, 2005:21).
SUMBER:
http://areknerut.wordpress.com
Sanjaya, Sailendra Srihadi. 2008. Peningkatan
Prestasi Belajar Kapita Selekta Fisika Sekolah dengan Menggunakan Peta
Konsep dan Pemecahan Masalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika
FMIPA Universitas Negeri Malang Semester Gasal Tahun Akademik 2007/2008. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar