Oleh @ghofurdz
Disklaimer:
hati-hati, ada satir yang terselip.
Dakwah sangat
penting. Agama tak dapat berjalan tanpa adanya syiar. Kalau sampai syiar islam
berhenti, maka kiamat sudah mendekat. “Islam datang bak orang asing.dan akan
ditinggalkan dalam keterasingan”, begitulah kira-kira gambaran kekhawatirannya.
Pola syiar
berkembang mengikuti perubahan zaman. Dahulu, rosul berdakwah secara diam-diam
(sirr). Setelah situasi membaik, rosul melakukannya secara terbuka (jahr). Bandingkan
dengan daerah anda? Kalau di daerah saya yang hampir 100% Islam, dakwah tidak
dilakukan secara terbuka. Namun, “terbuka banget”.
Di daerah
kami, syiar agama berlangsung dengan baik dan lancar. Masjid dan mushola
bertebaran di sana-sini. Jaraknya sangat berdekatan, kurang lebih 500 meter. Memang,
daerah kami terkenal padat dan sumpek. Jalan gang amat sempit sehingga gerobak
atau becak yang berpapasan kesulitan lewat.
Masjid sebagai
pusat kegiatan umat islam bisa menjadi indikator berkembang atau tidaknya
agama. Ia bisa jadi adalah simbol kesuksesan berdakwah. Jika masjid besar dan
bagus, membuktikan banyak yang menyumbang, banyak yang peduli terhadap agama. Selain
itu, jika masjid ramai penuh jamaah maka dakwah berjalan baik.
MASJID MEWAH
Dari situ,
para warga berlomba-lomba membangun masjid sebaik-baiknya. Warga diusik dengan
megahnya rumah pribadi dan biasa-biasa saja-nya rumah ibadah. “Seharusnya masjid
lebih bagus atau lebih indah dibanding bangunan yang lainnya karena masjid
adalah rumah Allah”, katanya. Apalagi ditambah iming-iming pahala yang tak
terputus (amal jariyah), wow, hadits ini sangat laik jual. Para dermawan yang
baik hati lebih memilih mendonorkan hartanya pada masjid. Baik berupa tanah,
maupun uang kontan. Semoga amalnya diterima di sisi Allah. Amin.
Aset-aset
masjidpun bertambah pesat dan melimpah ruah. Saat dirasa ternyata mengumpulkan
uang untuk membangun masjid itu mudah, tak semudah mengumpulkan uang untuk
membangun pesantren atau sekolah, masjid-masjid barupun bermunculan seakan
warga tersebut bilang, “Desamu bikin masjid, desa gue juga bisa”. Atau bahkan, “gangmu
bikin mushollah, gang gue juga bisa”
Masjid indah
pun berdiri megah dengan kubah kinclong yang menyilaukan mata, hingga lembaga
pendidikan seperti TPQ/TPA, pesantren, atau sekolah yang notabene lebih
membutuhkan asupan dana, tidak terlihat mimik meweknya. Mereka (warga) lupa, lembaga
pendidikan tersebut (selanjutnya saya sebut sekolah) juga milik publik yang
harus dijaga dan dilestarikan, di sanalah anak-anak mereka ditempa dan dididik
menjadi generasi yang unggul. Permasalahan sekolah miskin tidak melulu tanggung
jawab pemerintah semata. Warga yang baik kalau sudah menghayati pembukaan UUD
45, tentu tergugah hatinya untuk turut serta mencerdaskan bangsa. Mari turut
serta membangun sekolah, kawah candradimuka wajah bangsa indonesia ke depannya.
PENGAJIAN
RUTIN
Kembali soal
dakwah. Indikator lestarinya masjid yakni dengan pelaksanaan kegiatan. Ketika sebuah
masjid sukses menggelar kegiatan, maka sukseslah masjid itu. tak ayal
masjid-masjid berlomba menggelar berbagai kegiatan. Umunya kegiatan yang
diadakan berupa kegiatan keagamaan yang berlangsung secara periodok dari tahunan,
bulanan, maupun mingguan. Acara tahunan seperti, pengajian maulidan (kelahiran
nabi setiap 12 R. Awal), Rajaban (isro’ miroj setiap 27 Rajab), shalat idain,
pemotongan hewan kurban, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan bulanan dan
mingguan biasanya berupa pengajian rutin atau berjanjen (shalawatan). Terkhusus
untuk shalawatan, ketika masuk bulan maulud kita bisa menyaksikan acara
berjanjen 30 hari pol setiap malam. Dan untuk bulan ramadhan, 30 hari pol
tadarus alqur’an. Sungguh ibadah yang mulia.
MASJID DAN
SPEAKERNYA YANG MAHAL
Masjid harus
eksis dan tetap eksis sampai kapanpun. Masjid yang sepi adalah sebuah aib bagi warga.
Mereka ogah disebut menelantarkan masjid, selain takut berdosa, mereka juga
takut diejek penduduk daerah tetangga. Sehingga mereka berusaha memakmurkan
masjid dengan segala daya dan upaya. Ketika beberapa kelompok sudah terbentuk dibawah
payung beberapa masjid, dan mereka saling berlomba-lomba memakmurkan masjid, maka
terciptalah daya saing yang luar biasa seperti yang sudah dijelaskan.
Waktu bulan
mulud misalnya, selama 1 bulan semua masjid mengadakan pengajian. Materi mengenai
maulud nabi berdengung-dengung dengan pembahasan yang sama, berulang-ulang
setiap tahunnya. Keren kan.. Pengunjungnya pun beraneka ragam, dari usia 45-an
sampai 70-an. Selebihnya di bawah usia 45-an.
Di daerah
kami dengan tata ruang sedemikian rupa menelurkan masyarakat yang terbuka tanpa
sekat. Masjid sejauh lemparan koin, sekolah ditengah kampung, bahkan ada juga
kandang ayam seluas 1 kapling rumah di tengah pemukiman warga. Keberadaan masyarakat
tanpa sekat adalah suatu ‘heritage’ (warisan budaya), mereka dapat berkumpul
bersama, rukun, guyub, penuh toleransi dan tenggang rasa. Mereka juga bisa hidup
berbagi dalam banyak hal, berbagi tempat, berbagi makanan, hingga berbagi
suara.
Suara, bisa
suara kecil seperti radio tetangga, atau suara besar seperti musik orkes
tetangga yang sedang mengadakan hajatan ataupun suara tadarus, shalawatan,
hingga pengajian yang diadakan di masjid. Jadi, saat kita duduk nonton tv di
rumah, kita dapat pula mendengar orkes tetangga bermain. Kalau siang hari
mungkin tak masalah. Kalau malam hari, waktu kita beristirahat lebih aduhai
lagi, kita mendapat pengantar tidur berupa alunan gendang orkes yang
menggetarkan gendang telinga kita. Ibarat kata, dari gendangku untuk gendangmu,
salam dari tetangga yang sedang kawin.
Ketika masjid
mengadakan pengajian, jangan heran suaranya bisa menyebar di rumah-rumah warga
sekelilingnya. Termasuk instansi seperti sekolah, kantor, dan lainnya. Enak to,
kerja sambil mendengarkan ceramah. Wah, dijamin masuk surga fir-daus mini.
Sekolah yang
dekat dengan masjid memang kudu ekstra bersyukur. Sebagai lembaga pendidikan,
sekolah harus mendukung dakwah yang dilakukan masjid. Pengajian rutin yang
digelar masjid seminggu beberapa kali harus didukung agar syiar agama tetap
menggema, walau suaranya masuk ke kelas kita. Saat guru menerangkan pelajaran,
atau murid sedang konsentrasi mengerjakan soal ujian, janganlah merasa
terganggu dengan suara speaker masjid yang harganya mahal itu. Jangakauannya memang
luar biasa. Siapa tahu, suara speaker yang diperdengarkan jam 8 pagi itu
membuat sekolah kita jadi barokah dan kita lekas mendapat hidayah.
Jangan coba-coba
memprotes, kalau sampai menghalangi dakwah dan membuat masjid sepi, berarti anda
membuat dakwah islam berjalan lesu. Soal terganggu atau tidak itu urusan
pribadi. Kalau suka ya tidak terganggu, kalau tidak suka berarti anda belum
dapat hidayah. Lha para warga ini suka, kan??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar