Berikut adalah tiga refleksi dari tiga film pendek tentang konseling.
1.
SISWA
YANG TERLAMBAT
A.
DESKRIPSI
Diceritakan
seorang siswa yang kerap datang terlambat mengikuti pelajaran sekolah.
[Mungkin] Dengan alasan pendisiplinan, sang guru menerapkan punishment kepada
siswa pelanggar berupa kekerasan. Hingga pada suatu hari sang guru memergoki
siswa tersebut tengah sibuk bekerja sebagai loper koran. Siswa tersebut berlalu
dari rumah ke rumah menyebar koran kepada pelanggan di pagi buta. Sang guru
jatuh lemas mendapati penyebab kenapa siswanya sering terlambat. Beliau
menyesal dan kecewa pada diri sendiri atas tindakan yang ia berikan kepada
siswanya yang mana dilakukan tanpa upaya konseling yang benar.
B.
TEORI
TRANSAKSIONAL
Hidup
di dunia memang tidak seindah cerita Aladin yang ditolong oleh om Jin atau Nobita
yang keinginannya selalu dipenuhi kantong ajaib Doraemon. Kemiskinan sungguh
nyata dan ada di depan mata. Dimana orang-orang lalu lalang dari pagi ke sore
atau dari sore ke pagi demi menjemput sesuap nasi. Tak jarang masa belia bahkan
masa kanak-kanak yang seharusnya bermain dan belajar terenggut oleh kejamnya
roda kehidupan.
Lantas
bila kita mendapati siswa kita ada di posisi tersebut, apa yang dapat konselor
perbuat?
Belajar
sambil bekerja adalah hal yang sulit, tapi bukan berarti tidak mungkin. Apapun
yang terjadi pendidikan harus tetap berlangsung dan siswa harus tetap belajar.
Sebagai seorang pendidik kita tak boleh memutus harapan mereka dengan
memaksanya mengikuti kemauan kita atau institusi. Ada kalanya bargaining
itu perlu dilakukan bukan untuk merendahkan harga diri institusi melainkan demi
mencapai win win solution. Siswa dapat belajar dan institusi dapat
menyelamatkan siswa dari jurang putus sekolah.
Di
sini, saya (penulis) tidak membahas kekerasan yang dilakukan pelaku, akantetapi
tentang keterbukaan masing-masing pihak (murid dan guru) sehingga dicapailah
kontrak yang menjamin hak dan tanggungjawab antarindividu tanpa melukai satu
sama lain. Inilah yang diinginkan dari terapi transaksional dimana klien dapat
menyampaikan keinginannya dalam mencapai sesuatu tanpa merasa takut dan
disertai pengetahuan akan dampak dari keputusan yang ia ambil.
C.
PERLAKUAN
Jika
saya menjadi konselor, saya akan memberikan negosiasi kepada siswa pekerja
tersebut. Apabila ia tidak bisa berangkat pagi, maka ia akan saya beri
pelajaran tambahan di lain waktu. Saya akan tetap mendukung upayanya
melanjutkan pendidikan demi tercapainya cita-cita seorang anak bangsa. Di
samping itu saya akan memberikan arahan dan motivasi untuk mengembangkan
skillnya di bidang tertentu sehingga suatu saat nanti ia bisa belajar bersama
seperti siswa lainnya.
2.
ORANG
TUA PEMBELA ANAK
A.
DESKRIPSI
Seorang
wali murid datang memenuhi panggilan kepala sekolah terkait kelakuan siswa yang
kerap menyontek saat ulangan. Bukannya malu, wali murid tersebut justru
memarahi kepala sekolah beserta jajaran guru yang dinilai gagal mendidik
anaknya. Wali murid tersebut berusaha melindungi anaknya dari kesalahan yang
diperbuat demi citra dan nama baik keluarga. Hingga akhirnya kepala sekolah
menunjukkan bukti indisipliner siswa yang tak dapat dibantah lagi.
B.
TEORI
TERAPI BERPUSAT PADA KLIEN
Anak
merupakan anggota keluarga yang memiliki ikatan darah dan emosi dengan orang
tua. Seringkali ditemukan kesamaan karakteristik anak dengan orang tua baik
berupa fisik maupun psikis. Sehingga buah jatuh tak jauh dari pohonnya atau air
cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga menjadi pepatah yang tepat untuk
menggambarkan kedekatan keduanya.
Namun
demikian harus diakui bahwa anak dan orang tua merupakan individu yang berbeda
dan independen satu sama lain. Ada fase atau bagian dimana masing-masing
pribadi harus mengakui dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam kasus di
atas, orang tua menyangkal akan cela yang dilakukan si anak. Bahkan ia rela
menanggalkan kacamata kebenaran demi memenangkan egonya sendiri. Ia berusaha
membangun citra bahwa ia adalah keluarga baik-baik walau itu bertentangan
dengan kenyataan. Jelasnya, ia tidak menerima fakta bahwa anaknya bersalah dan
bermasalah.
Menurut
Rogers, konstruk inti konseling berpusat pada klien (self theory) adalah konsep
tentang diri dan konsep menjadi diri. Diantara isi teorinya adalah individu
mempunyai kecenderungan yang selalu diperjuangkan yaitu mengaktualisasikan,
mempertahankan, dan memuaskan kebutuhan yang diinginkan. Emosi yang menyertai
tindakan merupakan suatu yang memperkuat usaha individu untuk memuaskan ego
pribadinya.
Pendekatan
yang berpusat pada klien menggunakan sedikit teknik, akan tetapi menekankan
sikap konselor. Teknik dasar adalah mencakup, mendengar, dan menyimak secara
aktif, refleksi, klariflkasi, “being here” bagi klien. Konseling
berpusat pada klien dilaksanakan dengan jalan wawancara, terapi permainan, dan
terapi kelompok, baik langsung atau tidak langsung.
C.
PERLAKUAN
Pendekatan
terapi client centered menekankan pada kecakapan klien untuk
menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Di
sinilah konselor berperan yaitu dengan memasuki ruang konsep diri dari klien.
Konselor memberikan pencerahan tentang hakikat pendidikan dan tanggung jawab.
Bahwa anak tidak boleh dibiarkan dalam ketidakbenaran, anak tidak boleh
dimanja, melainkan perlu dididik agar mandiri dan dewasa sehingga ke depannya
ia dapat menjadi individu yang bertanggung jawab. Orang tua harus mengakui
kesalahan yang dilakukan anaknya. Kata pepatah, katakanlah walau itu pahit.
Bukan untuk menghukum dan menjatuhkan mental, tetapi untuk pembelajaran
kedepannya. Selain itu orang tua perlu berkaca pada diri sendiri sejauh mana ia
memberikan perhatian kepada anaknya. Sudahkah maksimal atau masih perlu banyak
pembenahan.
3.
AUTIS
YANG BERBAKAT
A.
DESKRIPSI
Hebat.
Ungkapan itu patut kita sematkan kepada anak autis itu. Berbekal kepercayaan
diri yang tinggi ia bisa menghipnotis ratusan pasang mata di studio untuk
menyaksikan performanya dalam membawakan materi standup comedy. Ia tidak minder
dengan kekurangannya, ia tetap semangat unjuk gigi dan menghibur di depan orang
banyak. Autis juga bisa!
B.
TEORI
GESTALT
Autis
adalah manusia gagal cetak, terkutuk, dan aib bagi keluarga. Stigma ini sedikit
banyak masih mendengung di telinga masyarakat indonesia. Bahkan autis dianggap
tidak berguna karena tidak produktif dan tidak mampu berbuat banyak. Padahal,
bagaimanapun ia adalah ciptaan Tuhan seperti halnya kita. Letak kemuliaan bukan
pada autis atau tidaknya, melainkan keimanannya. Bisa jadi orang-orang
berkebutuhan khusus justru mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada orang
normal di sisinya.
Pandangan
Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Ia
menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab
pribadi, kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran.
Perls
memandang manusia dalam keterlibatannya untuk mencapai keseimbangan, bilamana
kehidupannya terganggu oleh kebutuhan dunia, gangguan ini akan menimbulkan
ketegangan dan diperlukan keseimbangan untuk mengurangi dan menghilangkan
ketegangan tersebut. Dalam keadaan sehat seseorang akan mampu menerima dan
bereaksi terhadap keadaan dunia. Tetapi kalau keadaannya menjadi tidak
seimbang, maka akan timbul ketakutan dan menghindar untuk mengetahui atau
menyadari.
Pandangan
teori dan terapi Gestalt terhadap manusia, sama halnya dengan pandangan
eksistensialistik-humanistik, ialah positif bahwa manusia memiliki kemampuan
untuk menjadi sesuatu dan manusia adalah makhluk yang mampu mengurus diri
sendiri. Manusia dilihat sebagai keseluruhan.
Pandangan
terhadap manusia, menurut Passans adalah sebagai berikut :
a.
Manusia
adalah keseluruhan dari komposisi bagian-bagian yang saling berhubungan.
b.
Manusia
adalah bagian dari lingkungannya sendiri.
c.
Manusia
memilih bagaimana ia memberi respons terhadap rangsangan, dalam hal ini manusia
adalah aktor.
d.
Manusia
memiliki kemampuan untuk menyadari sepenuhnya terhadap semua penginderaan,
pikiran, emosi, dan pengamatan.
e.
Manusia
mampu melakukan pilihan karena adanya kemampuan menyadari ini.
f.
Manusia
tidak bisa mengalami dirinya sendiri, terhadap hal yang sudah lampau atau hal
yang akan datang, ia hanya dapat mengalami dirinya sendiri sekarang.
g.
Manusia
menjadi baik / buruk bukan dari dasarnya.
C.
PERLAKUAN
Teori
Gestalt di atas dapat kita persamakan dengan konsep bersyukur. Bersyukur adalah
soal penerimaan diri atas anugerah yang diterima. Konselor berusaha meyakinkan
kepada klien bahwa apa yang ada pada diri kita merupakan hadiah dan modal dari
tuhan. kita tak perlu sedih dan risau atas kekurangan yang kita terima. Pun
demikian kita tidak perlu malu atas kekurangan kita, apalagi patah arang hanya
karena olok-olok orang lain. Karena di balik kekurangan itu Allah pasti menitipkan
kelebihan atau potensi luar biasa. Dan Allah telah berjanji tidak akan
memberikan ujian melebihi kemampuan hambanya, bilamana kita mampu melewati
ujian ini, maka kita mendapat derajat yang tinggi di sisinya. Yakin, Allah
bersama kita. Washbir innallah ma’ana, innallaha ma’as shabirin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar