Oleh: Muhammad
Abdul Ghofur
Periode Januari hingga April 2019 lalu saya mempunyai kesibukan
baru. Tak seperti hari-hari biasanya, pada bulan tersebut saya harus berdandan
rapi, bersepatu, lengkap dengan jaket dan topi bertuliskan “Pemilih Berdaulat
Negara Kuat”. Bukan sebagai Panitia
Pemungutan Suara (PPS) atau Tim Sukses peserta pemilu melainkan sebagai
“Relawan Demokrasi”.
Relawan Demokrasi (Relasi) adalah orang yang ditugaskan oleh KPU
(Komisi Pemilihan Umum) untuk memberikan edukasi kepemiluan kepada masyarakat secara sukarela. Tugas
mulia, bukan? Karena itu, kami dituntut untuk serius, ikhlas, srta menjaga netralitas
selama bertugas.
Dalam pelaksanaannya Relasi dibagi menjadi beberapa kelompok untuk
melakukan sosialisasi berdasarkan basis yang ditentukan, antara lain basis
keagamaan, perempuan, keluarga, pemilih pemula, kaum marginal, dll. Kebetulan
saya bersama empat orang lainnya ditugaskan pada basis pemilih pemula di mana
basis ini menyasar pada orang yang pertama kali menggunakan hak pilihnya yaitu remaja
berusia 17 tahun atau pensiunan Polisi dan TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Jadi tak heran saya bersama teman satu basis kerap mengunjungi sekolah
setingkat SMA/SMK/MA untuk melaksanakan sosialisasi.
Ada banyak hal menarik selama saya bertugas sebagai Relasi. Berikut
akan saya ceritakan.
Pertama, fleksibel. Karena kami menyasar anak sekolah, kami jadi
tak perlu pusing mencari di mana kami harus melaksanakan sosialisasi. Ada
banyak sekolah yang bisa kami datangi, setiap pagi, setiap hari. Kecuali hari
libur tentunya. Waktu lebih flekibel sesuai keinginan relasi, ingin senin,
selasa, rabu, pagi, siang, atau agak siang. Kami cukup membuat daftar sekolah
yang akan dikunjungi, datang dan buat janji, lalu tinggal eksekusi.
Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan basis lain. Contoh basis
perempuan, relasi tidak bisa membuat jadwal sesuai kehendaknya. Ia cenderung
mengikuti kapan jadwal pertemuan kelompok perempuan itu diadakan mengingat
kelompok tersebut sudah memiliki jadal tersendiri dan tidak bia diganggu gugat.
Kedua, pengalaman. Namanya basis pemula berarti belum pernah
menggunakan hak pilihnya. Di sini Relasi memberikan sosialisasi mengenai
sesuatu yang baru bagi mereka. Dari apa itu pemilu, kapan pelaksanaannya, apa
peran kita, cara mencoblos, dan lainnya. Maka tak heran, kami yang sebenarnya
tak pintar-pintar amat saat SMA, saat itu kami menjadi terlihat pintar dan
hebat di mata mereka. Kami mengupas tuntas dari A sampai Z hiingga mereka puas
dan paham. Mereka pun senang bahkan terpesona dengan apa yang kami sampaikan.
Hingga ada atu siswa berkata, “Kak, ini kan aku kelas tiga. Habis
lulus nanti aku ingin seperti kakak”. Saya sendiri jadi merasa bangga dan
berkata dalam hati, “Alhamdulillah.. Ada gunanya saya datang ke sini. Bersoialisai
dan menginspirasi. hehe”
Ketiga, antusiasme. Beberapa waktu kami mendapati peserta kurang
begitu antusias saat sosialisasi berjalan. Mereka hanya melihat dan diam tanpa
umpan balik. Akhirnya saya siasati dengan membuat kuis berhadiah yang murah dan
meriah. Setelah saya sampaikan perihal adanya kuis, kelas menjadi riuh, hidup,
dan penuh perhatian. Siswa berebut menjawab semua pertanyaan yang saya berikan.
Terserah deh. Saya pun menyiapkan 3 sampai 5 bingkisan hadiah. Tak perlu banyak
dan mewah, cukup uang Rp 5.000-an dibalut amplop mereka pasti bahagia. hehehe
Keempat, prestise. Saat saya keluar rumah membawa jaket Relasi,
maka para tetangga sekitar dan orang di jalan akan menatap saya betul-betul.
“Siapa ya..??”. Begitu pula saat saya mengunggah gambar kegiatan sosialisasi di
media sosial. Beberapa teman akan bertanya saya sedang melakukan apa dan
sebagai apa. Saya pun menjelaskan bahwa saya adalah relawan utusan KPU Demak
yang ditugaskan memberikan sosialisasi kepemiluan. Dan mereka berkesimpulan,
“Oh.. sekarang kamu kerja di KPU”. Saya hanya mengiyakan saja menikmati hidup.
Hahaha
Kelima, celoteh aneh-aneh. Beberapa anak SMA juga ada yang sudah
melek politik. Ketika dilempar pertanyaan, apa yang kamu ketahui tentang pemilu?.
Maka dia akan menjawab, “bag-bagii duitttt” atau “serangan fajaaar”. Saya cukup
heran anak pemula kok sudah tahu hal buruk ini. Nah, di sinilah seorang relasi
perlu meluruskan salahh kaprah ini. Saya pun memberikan pemahaman kepadanya
bahwa pemilu merupakan pesta demokrasi yang tumbuh dari kesadaran para warga
negara untuk menggunakan hak pilihnya secara sadar dan suka rela. Bukan karena
uang atau imbalan. Karena pemimpin yang adil tidak akan lahir dari politik
uang.
Mewujudkan pemerintahan yang adil merupakan tanggung jawab seluruh
masyarakat tanpa terkcuali. Maka, kita tidak boleh diam dan hanya menonton.
Namunn, kita harus ambil bagian. Dan menjadi Relasi merupakan salah satu cara
untuk mewujudkannya. Aku bangga menjadi Relasi, Relawan Demokrasi.