Oleh: Muhammad
Abdul Ghofur
Setelah tulisan saya yang berjudul “Nasib PGMI tak laku di SD
Negeri” ramai jadi pembicaraan teman-teman dan dosen PGMI IAIN Kudus, pihak
rektorat bergerak cepat dengan mengadakan audiensi bersama Pemda Kudus pada 18
November 2019 mengingat Kudus tak menerima S1 PGMI sedang Kudus adalah rumah
bagi IAIN Kudus. Kok tega banget Bapak tak mengakui anaknya.
Pertemuan itu menghasilkan keputusan bahwa alumni PGMI bisa ikut
serta dalam pendaftaran ASN guru SD. Teman-teman menyambut baik kabar itu.
Mereka segera melakukan pendaftaran untuk formasi guru kelas. Belakangan
diketahui ada 29 orang alumni PGMI yang mendaftar di Kab. Kudus.
Namun, ada beberapa kejanggalan yang saya temukan. Pertama, hasil
keputusan audiensi tersebut yang beradar berbunyi sebagai berikut,
“Alumni PGMI bs ikut serta dlm pendaftaran ASN guru SD, oleh sebab
itu mulai sekarang bs mempersiapkan segala persyaratan administrasi yg
dibutuhkan sehingga bila pengumuman dr menpan RB turun bisa langsung mendaftar”.
Hal di atas menunjukkan bahwa alumni PGMI hanya dipersilakan mendaftar tanpa ada jaminan pendaftaran
tersebut bisa diterima. Karena kita perlu menunggu keputusan dari Kemenpan. Keputusan
diloloskan atau tidaknya PGMI untuk mengisi formasi Guru Kelas berada di
Kemenpan. Dan kita sama-sama tahu penetapan yang sudah beredar tidak bisa
ditarik lagi. Persis seperti kejadian Nina Susilawati Sijunjung (link: https://www.jawapos.com/jpg-today/04/01/2019/begini-kronologi-pembatalan-kelulusan-cpns-sijunjung/). Saya masih mencoba maklum, mungkin ini sebuah privilese yang
patut ditunggu.
Kejanggalan kedua, saat melakukan isian form pendaftaran online.
Karena sejak awal Pemda Kudus tidak mencantumkan PGMI untuk diterima mengisi
jabatan guru kelas, maka sudah pasti opsi PGMI tidak ada saat pendaftar memasukkan
isian prodi. Kebingungan ini jadi topik sendiri di grup kami.
Menindaklanjuti hasil audiensi tersebut di atas maka terpaksa kami
mengisi form prodi dengna isian PGSD. Ya, PGMI numpang PGSD. Lucunya, kami
tetap mengisi form Perguruan Tinggi (PT) dengan IAIN Kudus. Jadi yang terbaca
kami adalah lulusan PGSD IAIN Kudus. Sudah jelas itu menyalahi kenyataan. Kejanggalan
ini membuat saya ragu. Saya memprediksi bahwa PGMI akan berhenti di seleksi
administrasi.
Dan per 6 Desember 2019 kami dapat edaran surat dari Kemenpan
kepada Bupati Kudus yang intinya penetapan formasi dan kualifikasi yang sudah
ditetapkan tidak dapat diubah. Penentuan formasi dan kualifikasi untuk periode
mendatang agar diusulkan sejak awal dan merujuk pada Surat Dirjen GTK Nomor
33022/B.B4/GT/2017 tertanggal 6 November 2017. (Link https://docplayer.info/65606248-Lampiran-surat-direktur-jenderal-guru-dan-tenaga-kependidikan-nomor-33022-b-b4-gt-2017-tanggal-6-november-2017.html)
Surat tersebut berisi Linieritas Program Studi PPG Daljab dengan
kualifikasi akademik. Tertera bahwa jabatan Guru Kelas SD bisa diisi pelamar
dengan kualifikasi PGMI. Pertanyaannya, Mengapa pemda terkait mengabaikan surat
edaran ini? Apa yang salah dengan PGMI? Mengapa sebuah hal yang seharusnya bisa
dilakukan tapi tidak diindahkan?
Apakah ini bagian dari persaingan dua lembaga besar Kementerian
Pendidikan dan Kemnterian Agama? Atau murni kecerobohan Pemda? Kalian harus
bertanggung jawab. Kami adalah korban dari sistem. Kami muak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar