ilustrasi |
Sebenarnya jauh2 hari ortu sdh melarang brmain petasan. "Bahaya, madharat, buang2 uang. Mending buat jajan". Gitu kata ibu.
Kalaupun ngebet pngen main api, ya cukup kembang api murahan yg ku nyalakan sambil lari-lari di kampung.
Gawatnya, siang yg panas itu puluhan anak dan remaja berkumpul di lapangan depan rumah. Satu persatu unjuk kebolehan menyalakan petasan miliknya. Ada yg bentuk segitiga, tabung dan bulat kaya bakso. Baik itu beli dari pasar atau handmade (ciah, kerajinan tangan).
Semua tampak kegirangan dan puas setiap petasan (atau kami menyebutnya "poyah") itu meledak. Entah kenapa mereka tertawa, aku ikut saja tertawa biar diakui sbg bagian dr kelompok mereka.
Hingga tiba poyah terakhir dipentikkan. Semua berkerumun mengelilingi. Ada yang unik. Ya. Poyah itu terbuat dari bekas wadah balsem.
Belum pernah aq melihat benda apakah itu, dan apa khasiatnya?. Pas aku bertanya apa itu, diantara mereka berceloteh.. "kembang api".
Nah, tak pelak aku semakin girang berharap ini adalah kembang api model baru yang akan ku tatap.
Eksekusi, semula yg berkerumun mendadak lari ke belakang. Sedang aku bergeming keheranan. "ada apa to". Mereka yg mundur masih berteriak tanda sumringah, akupun turut keplak-keplok. Hingga DOOORRRrrrr..
Sepertinya mataku kelilipan. Semuanya tiba2 menatapku. Mendadatj jidatku agak nyilu dan berasa ada lendir yg menempel. "Jidatnya berdarah", sahutnya.
Kuraba jidatku, dan benar. Jariku berlumur darah segar. Lalu aku menangis sejadi-jadinya..
Gara2 mercon 6 jahitan singgah di jidatku. Meninggalkan bekas yg ciamik dan unik. Sialnya, pementiknya msh saudaraku sendiri. Jadi serba salah.
dari pada uang buat beli mercon mending buat beli bakso mercon, ya nggak?
http://www.radarsemarang.com/2015/06/24/amankan-20-ribu-jenis-petasan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar