Kamis, 26 November 2020

MENARI

Aku sama sekali tidak pernah bermimpi menjadi seorang penari. Gerakanku payah dan tak cukup luwes. Aku jogging aja jelek apalagi menari. Meskipun aku rajin ikut Pramuka dan lumayan cakap soal baris-berbaris nyatanya aku tak cukup bagus dalam mengatur gerak tubuh untuk menari.

Tempo hari ada undangan kawinan dari teman dengan suguhan hiburan dangdutan. Di saat yang lain ‘keluar kandang’ maju ke depan dengan goyangan lincah, aku cukup puas dengan hanya duduk di pojokan sambil manggut-manggut. Kalau lagi asyik kaki ikut menghentak.

Sekedar berjoget kecil saja aku canggung, apalagi sampai meliuk-liuk menggoyangkan pinggul. Kaku banget brooo.. Sepertinya bakatku memang tidur. Di situ aku bisa sangat tenang dan menghayati sedalam-dalamnya. Wkwk.

Namun, kali itu aku bersama kawan-kawan PGMI mau tidak mau harus menari. Kaprodi menyelenggarakan pentas bertajuk Gebyar Kreasi Seni untuk pertama kalinya di kampus. Kegiatan tersebut adalah sebuah penilaian kompetensi tari mahasiswa yang dipentaskan sehingga disaksikan banyak orang.

Wow!! Menari dan dilihat banyak orang. Tentu hal ini cukup memberi tekanan yang berarti pada diri kami. Antara tertantang dan terpaksa kami tak sanggup mengelaknya karena kegiatan ini juga termasuk syarat untuk daftar skripsi. Kami pun menjalaninya dengan lapang dada dan keyakinan baja, aku pasti bisa menari meski dengan gerakan patah-patah bak orang stroke.

BTW, kami punya kesempatan satu bulan untuk berlatih menari. Beberapa pertemuan dibimbing pelatih, Ibu Dyah, dan sisanya kami atur jadwal untuk berlatih sendiri. Kebetulan kelompokku terdiri tujuh orang, lima pemuda dan dua kepala tiga. Iya.. temenku tua-tua.. Haha. Enggak ding. Senior. wkwk

Sialnya, di waktu bersamaan kami juga sedang menjalani Praktik Profesi Lapangan (PPL) di Madrasah dekat kampus. Jadi kami tidak dapat melakukan pertemuan secara maksimal, apalagi berlatih. Seingatku kami hanya empat kali latihan setelah dua kali dibimbing langsung pelatih. Dan hanya sekali latihan dengan formasi komplit.

Oh ya, nama tarinya adalah tari topeng edan. Tari ini menceritakan tentang seorang yang tidak peduli dengan kondisi luar. Ia hanya fokus pada diri sendiri tanpa mau mengurusi kehidupan orang. Gimana? Lumayan filosofis ya. hehe

Soal kostum, kami memakai udeng, kaos putih dengan rompi, celana dan jarik sepaha. Kami juga mengenakan topeng karakter yang kami cari sendiri dari Kliwon hingga Bitingan. Lha ketemune malah di Undaan. Waduhee

Berlatih tanpa didampingi pelatih membuat kami kerepotan. Bisa dibilang 30% waktu adalah berlatih kekompakan dan sisanya adalah padon. Wkwk. Di antara kami ada saja yang mengeluh tentang sulitnya gerakan tarian tersebut. Sehingga kami memutuskan untuk melakukan improvisasi, yakni membuat gerakan sendiri menyesuaikan kemampuan teman-teman. Padahal kami bertujuh sama sekali tidak pernah menari. Gitu aja sok-sokan punya ide. Wakakak.

Tak terhitung berapa kali kami melakukan perubahan pola lantai dan gerakan. Bahkan baru pada latihan malam terakhir sebelum esok pentas kami baru menyepakati gerakan yang akan kami tampilkan besok. Dan jadilah kami akan mementaskan tari.

Sungguh ini adalah penampilan gila. Persis seperti nama tariannya. Serba mepet dan cukup terpaksa. Namun di sisi lain kami mencoba untuk menjaga semangat bahwa kami sebetulnya bisa. Atau paling tidak misalkan penampilan kami jelek, kami yakin masih ada yang lebih jelek dari pada kami. Jadi kami tak perlu risau dengan hasilnya. Insyaallah dimakfu.  Wakakak

Dan hari yang ditunggu tiba. GOR kampus ramai oleh para penonton dari mahasiswa hingga para dosen yang mulia. Para penari cewek tentu saja menjadi sorotan. Make up nya tebel dan gincunya kinclong menggetarkan iman setiap lelaki di sana.

Lha sementara itu kami santai-santai saja di ruang transit menunggu panggilan. Ga perlu make up hla wong kita pakai topeng. Sebenarnya ada satu stage di mana kami membuka topeng beberapa saat. Hanya saja teman-teman urung niat berias.

Dan saat nama kelompok kami dipanggil ternyata sambutan dari penonton cukup serius. Aku sampai merinding mendengar tepuk tangan para penonton. Belum tampil lho itu.. udah disambut bak artis boliwud.

Hal itu tak mengherankan mengingat kami adalah mahasiswa kelas ekstensi yang hanya memiliki jam kuliah dua hari per pekan. Jelasnya kami itu mahasiswa yang nyambi kerja jadi di kampus ya buat kuliah aja. Gada waktu buat nongki-nongki apalagi ikut UKM. Dan kebetulan seperti aku jelaskan di atas ada bapak-bapak di kelompok kami. Pada penasaran kan. Apakah kami bisa menari?

Dung dung dung... musik pembuka berjalan dan kami memulai aksi. Kami melakukan gerakan tarian dengan baik dan kompak. Aku mencoba menghayati tiap gerakan tubuh, langkah demi langkah menyerasikan dengan alunan musik. Saking menghayatinya, jadi pengen tidur aku.. haha

Semua gerakan dan pola latar antar penari bisa padu dan sesuai harapan. Sepuluh menit kami lalui dengan khidmat. Apalagi saat stage goyang pantat. Wah aku tak peduli. Pakai topeng juga.. bodo amaaattt... dan hal itu disambut gelak tawa penonton. Masuk pak Ekoo..

Tari ini masuk dalam kategori tari kreasi. Jadi tidak ada gerakan pakem. Kami bebas menentukan gerakan asal masih sesuai tajuk. Sifatnya adalah lucu dan menghibur.

Sungguh kami tak menyangka bisa melalui menit-menit krusial itu dengan baik mengingat kami merasa tak cukup baik dalam melakukan latihan persiapan. Seorang kawan yang jarang ikut latihan bisa mengikuti gerakan kami meski sesekali tertinggal. Di sisi lain kami cukup beruntung mengenakan topeng sehingga membantu untuk mengurangi demam panggung.

Selesai penampilan para penonton sekali lagi memberikan tepukan yang meriah. Aku lirik para penilai dan tamu di depan sepertinya mereka menyukainya. Alhamdulillah, ini bakal jadi sejarah dan layak untuk kami ceritakan kepada siapapun. Minimal aku akan bilang, “Nak, dulu bapak pernah menari. Ini ada sertifikatnya loh”. Aku harap ketika anakku kelak melihat videoku menari tidak lantas mengelak bahwa itu bukan aku. wakakak





Selasa, 17 November 2020

HARI YANG PANJANG

Tiga hari ini ku anggap hari dolan yang panjang. Dari Kamis sore hingga Sabtu sore aku melanglang buana berkeliaran dari Tahunan hingga Mlati.
Sesuai rencana kamis sore aku dan teman-teman perlu ke RS Aisyiyah Kudus untuk membesuk seorang yang sakit. Kasihan dia! Kira-kira ada 20 cm jahitan di perutnya. Aku tak bisa membayangkan gimana nyilu dan perihnya.
Aku tak dapat ngobrol banyak dengannya melainkan hanya beberapa kali mengingat banyak pula orang yang datang. Akupun lebih banyak ngobrol dengan saudara yang menungguinya.
Usai itu kami pamit dan makan sebentar di luar. Menunya asik. Nasi kucing pertigaan Pentol. Cobain deh! Tahu nggak apa yang membuat nasinya gurih? Alasannya karena dibungkus koran. Coba kalau dibungkus kain kafan. Jadi serem kan?
Setelah makan banyak, sebagai sosok kesatria, aku menawarkan diri kepada teman-teman untuk membayari mereka makan. Namun sayang, mereka nggak ada yang mau. Sepertinya mereka tahu aku tak cukup kaya untuk mbayari jajanan merek. Jangankan jajanan, uang parkir aja aku tak sanggup. Kasihani aku, Esmeralda..!
Bisa saja aku segera pulang, Tapi aku memilih menginap di rumah Sarep. Lagipula si sakit minta kami datang lagi esok hari. Sepertinya dia masih kangen dengan aku. Asek.
Kami tiba di rumah Sarep sekiranya pukul sembilan malam. Rumah masih terang benderang. Para ponakan belum tidur, padahal besok sekolahnya libur. O iya ya. Kan besok hari Jumat.
Sarep segera tidur sehabis isya'an sementara aku masih sibuk menonton tv. Aku punya kesibukan, ya.. Nonton tv.. Horee.. Di rumah orang.. Horee..
Jarum jam terus berputar mengingatkanku pada thawaf mengelilingi ka'bah. Ya Alloh gusti.. Kapan ya.. Aku bisa mendaftarkan haji atau umroh buat ortuku.. Syukur-syukur bisa sekalian sama mertua.. Entah mertuaku yang mana..
Lho.. Ternyata Sarep juga berputar 360 derajat.. Jadi, setelah wisuda kemarin dia punya keviasaan baru. Tidur sambil muter mengikuti jarum jam.
Tak terasa (sebenarnya terasa deh) sudah pukul setengah satu dini hari. Mataku sudah mulai minta dimeremkan. Hingga aku tidur untuk sementara waktu. Hingga terlupa aku belum ganti baju. Duh dek.. Maafkan aku calonku.. Kekasihmu Kadang-kadang memang jorok..
😅
(bersambung emmuah)


HARI YANG PANJANG II
Ayam pun terbangun setelah mendengar aku berkokok. Kira-kira pukul setengah empat. Setelah itu aku serahkan urusan kokok-kokokan kepada ayam dan aku melanjutkan tidurku lagi di kandang.
Ku kira masih pukul lima, ternyata sudah pukul enam. Mendung membuat langit gelap dan suram. Semoga tidak dengan hatiku. Oh my keripik ikan gelombang.. Setelah subuhan kami sarapan lontong pecel yang wenaknya bikin nagih. Bumbu kacang itu sedap, jendral.
Kenyang, aku siap melanjutkan lembur semalam, nonton tv, sementara Sarep malah tidur-tiduran. Padahal aku sudah mengingatkannya, ayo jenguk si sakit. "Enggak ah.. Nanti aja", katanya.
Pukul tujuh si sakit WeA minta dikirimi bubur. Lha ini.. Aku nggak tahu beli bubur di mana.. Aku pandangi wajah Sarep. Dia hanya diam, lalu ambruk tertidur pulas. Waduh.. Cah iki.. Apa maksudnya.. Emangnya cuna dia aja yang ngantuk.. Aku juga.. Akhirnya kami tidur lagi berdua.. (harap jangan berpikiran positif).
Aki datang ke seorang kiai. "Mbah, doain mbah.. Biar dapat rezeki yang banyak dan istri sholehah", pintaku. Tiba-tiba saja Mbah itu menamparku dan buyar semua mimpiku. Rupanya Sarep mbengak-mbengok membangunkanku. Aduh.. Sarep..
Aku segera mandi dan bilas muka dan gosok gigi dan sabunan dan sampoan. Anggap saja aku melakukannta secara bersamaan. Lalu berpakaian dan sholat dhuha barangkali nanti ketemu si dia di parkiran rumah sakit.
🙄
Meluncuuurrr.. Kami tiba di RS. Ternyata di sana ada Paijah dan Painah. Belum juga kami mengeluarkan bubur.. Paijah sudah menghidangkan bubur berbungkus-bungkus di atas tikar. Wah.. Pesta bubur.. "Segini banyak siapa yang makan?", kataku kepada infus yang menetes.
Sarep segera mendekati si sakit dan menyuapinya dengan kolak pisang. "Lha kok malah kolak pisang? Kan tadi di WeA minta bubur. Udah ada bubur banyak malah ngga dimakan? Ada apa denganmu, Gonzales?", tanyaku pada ontelan kasur. Sepertinya merek berdua akrab sekali ap yang sedang mereka bicarakan? Apakah soal bendera tauhid? Atau rupiah yang sedang menguat? Oh tidak..
Aku sendiri ngobrol dengan paijah dan painah. Mereka berdu libur kerja. Jadi hari ini mau liburan, mau hedon-hedon katanya. Hedon-hedon kok di rumah sakit? Oiya.. Mau pesta bubur.
Setelah Sarep puas menyuapi si sakit akhirnya kami memutuskan untuk pamit. Aku dengan jalanku dan dia dengan jalannya karena motor kita ada di parkiran yang berbeda. Dan kami berlanjut di Rumah makan Buibu.
Tidak puas hedon-hedon pesta bubur, Paijah dan Painah menyerat kami untuk mengikuti gaya hidupnya. Di sana kami makan enak. Kuah bright (bening) dan lauk Catfish penyet with chili and cambah and kemangi.
Aku makan dengan lahap sekali padahal kemarin Ku sudah sarapan.
🙄
. Tak ketinggalan kawanku bertiga ini juga makannya nggak kalah seru. Mereka habiskan hidangan siang itu. Piringnya saja sampai bersih dan mengkilap. Kata Painah, walaupun di sini murah, tapi pengunjungnya rame lho.. Ya iyalah..
Seperti biasa, sebagai kesatria aku mau mbayari makan siang kali ini. Dan seperti biasa mereka menolak dengan keras keinginanku. Apa daya, aku tak mau memaksakan kehendak rakyat karena suara rakyat adalah suara Tuhan, maka aku ikuti saja mereka. Aku tak mau kualat.
Sebagai gantinya kali ini aku setulus hati ingin mbayari parkirnya. Ya setidaknya ada sedikit pengorbanan yang perlu ku tunjukkan pada mereka. Belum juga aku mengeluarkan dombret, eh dompet, ternyata di RM Buibu ngga ada tukang parkirnya.. Ya Alloh.. Semoga semua RM seperti ini ya Allah.. Hampir saja aku sujud syukur andai saja Sarep tak mencegah. (bernyambung emmuah)

Kamis, 12 November 2020

Samudera

Ibarat samudera, aku sudah berenang ke lautan cinta

Aku menyelam lebih dalam untuk menggapai mutiara kasihmu

Kau yang terindah dan akan selalu menjadi yang terindah

Namun sayang, pintu hatimu tak jua mau membuka 

Aku tak tahu lagi harus bagaimana

Aku ingin mengetuknya sekali lagi

Ku kira itu hanya akan membuatmu tersakiti

Dan aku tersadar

Mutiara yang indah itu bukanlah milikku

Akan lebih baik bila aku pergi dan menghindar

Membunuh waktu menatap purnama

Bukan aku tak mau payah usaha

Aku terjebak di antara rindu atau tak tahu malu

Mungkin cukup bagiku pernah memiliki

Meski hanya sebuah bayang

Yang kemudian raib tersapu gelombang

Sabtu, 31 Oktober 2020

JONI. TANGGUNG JAWAB SIAPA?

oleh: Ghofur

 

Entah dari mana ia berasal, sebulan terakhir ini Joni – bukan nama sebenarnya – berkeliaran di sekitaran ibu kota kecamatan Wedung. Daerah operasinya mulai dari Baleromo (Balai Desa) Wedung hingga Jalan Angin-angin. Aneka polah ia peragakan dari membawa bedil-bedilan, teriak-teriak sendiri, memutar ampli speaker yang tak mungkin bersuara, hingga kejar-kejaran bersama anak-anak.

 

Sebenarnya Joni tak sendirian. Selain dia ada juga dua temannya yaitu Pak Tua – juga bukan nama sebenarnya – dan Mas Joko – lagi-lagi bukan nama sebenarnya – yang akhir-akhir ini hilir mudik di lokasi yang sama. Hanya saja Joni lebih konsisten dalam menjalankan misinya. Hal tersebut membuat kami warga Wedung Smart City mau tak mau menjadi akrab dengan obah polah si Joni.

 

Di Angin-angin Jonisering main di warung Sate Ojek Mbak Ima. Alih-alih mengusirnya Mbak Ima justru memberinya makanan dan minuman. Mamah muda berhati lembut ini tanpa sungkan mengajaknya ngobrol. Awalnya saya heran, bagaimana caranya ngobrol dengan orang gila? Apalagi si Joni gagu. Saya mengetahuinya dari unggahan stroy tempo hari. Namun, berdasarkan penjelasan Mbak Ruri – sebelahnya Mbak Ima –, walaupun Joni gagu dan mengidap gangguan jiwa, dia masih bisa memahami apa yang orang lain katakan. Bahasa sederhananya masih nyambung gitu lah. Kalau begitu sih Joni tidak gila tapi tuna grahita.

 

Tunagrahita atau keterbelakangan mental memiliki IQ di bawah rata-rata orang normal pada umumnya. Berbeda dengan orang gila, penyandang tuna grahita masih bisa dididik dan diajak berkominkasi. Meskipun terkadang ada hambatan tergantung tingkat gangguannya.

 

Kembali ke Joni. Saat itu Joni bercerita bahwa dia sering berantem sama anak-anak. Mereka suka menggodanya hingga melukainya. Hal itu membuat Joni geram dan melakukan pengejaran terhadap anak-anak. Terkait hal tersebut saya memang beberapa kali mendapatinya. Samapai mata saya sepet dan jengkel juga. Terakhir kemarin sekitar pukul 9 malam. Segerombol anak usia SD meneriaki Joni hingga terjadi kejar-kejaran. Ya Allah.. Hatiku terenyuh. Saya jadi heran sebenarnya yang gila itu siapa?

 

Pantas saja saat aku bersimpangan dengan Joni minggu lalu dia mendelik-mendelik dan marah-marah melemparkan batu ke orang lewat. Rupanya memang ada yang menyulut api di sana. Joni marah dan menggila. Dan tentu saja hal itu membahayakan banyak orang.

 

Beberapa kali juga saya melihat Joni adu mulut dengan seorang bapak paruh baya. Entah apa yang mereka perdebatkan. Hal ini tentu mengganggu suasana Wedung yang santun dan damai. Saya takut terjadi baku hantam. Ya, baku hantam antara orang waras dan orang gila. andai Joni mengalah, lalu siapakah yang sekarang waras dan siapakah yang gila? Jarene sing waras ngalah.

 

Fakta mengenai Joni di atas menggambarkan sedikitnya dua hal. Pertama, moral. Ada permasalahan moral dalam diri masyarakat kita di mana orang waras bukannya bersikap manusiawi justru semena-mena. Kalau benar Joni itu gila, biasanya orang gila yang menggoda orang waras. Ini malah orang waras menggoda orang gila.

 

Kedua, adalah pembiaran. Sudah sebulan lebih tapi Joni dan kawan-kawan masih berkeliaran di jalan tanpa ada tindakan untuk merehabilitasinya. Sejauh ini Joni tidur di pinggir jalan dengan alas dan bantal yang entah dari mana ia dapatkan. Saya berperasangka baik ada warga yang memberinya. Lalu bagaimana dengan makan dan kebutuhan pribadi lainnya? kita tak tahu di mana ia membersihkan diri dan buang air besar.

 

Jika kondisi ini didiamkan dan tidak ada upaya untuk merehabilitasinya, apakah kita akan terus membiarkan Joni hidup dalam 'pertempuran' dengan anak-anak kurang ajar itu. Belum lagi potensi konflik dengan masyarakat yang belum ramah dengan orang orang seperti Joni. yang lebih mengkhawatirkan, adalah semakin banyak munculnya Joni-joni lain yang akan mencoba peruntungan nasib di lingkungan kita. Jony everywhere.

 

Semula setiap ada orang berbaju kumuh, rambut gimbal, muka kusam, atau tuna grahita berkeliaran tidak jelas di jalan saya tidak seketika menyimpulkan dia memang gila. Kan bisa jadi dia intel yang sedang menyamar mencari pelakor di sinetron Azab Indisiyir. Atau bisa juga seorang wali utusan Tuhan. Hanya saja ketika melihat dia kencing di pinggir jalan, aku mulai ragu.

 

Sampai saya mendengar seorang teman menduga bahwa Joni dibuang keluarganya. Mirip kaya orang punya kucing biar gak kembali lagi ke rumah dia dibawa naik mobil lalu ditinggal di jalan. Secara, Joni muncul tiba-tiba ke bumi Wedung Smart City. How come?

 

Sebagai sesama manusia tentu sudah sewajarnya kita hidup berdampingan dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat. Maka saya mempertanyakan di mana peran pemerintah dalam penindakan kawan kita Joni dan sedulurnya. Dia tuna grahita, tuna wicara, tuna wisma, masih ditambah tuna saudara.

 

Mbok yaho instansi terkait segera bertindak untuk merehabilitasinya, dan merawatnya dengan baik. Joni juga perlu rumah untuk berteduh. Berpakaian dan makan dengan lahap di tempat yang layak. Apakah hal seperti ini juga menunggu laporan masyarakat? Sayang sekali, biasanya warga ogah dengna urusan lapor-melapor karena takut repot sendiri.

 

Saya juga menghimbau masyarakat untuk bersikap wajar menghadapi orang gila atau tuna grahita. Tak perlu berlebihan menjauhi atau lebih-lebih justru menyakiti. Bagaimanapun kondisinya, mereka juga manusia ciptaan Tuhan yang wajib untuk dijaga hak hidupnya. Lalu apa pasal kita tega menyakiti dan mempermainkannya? Apa kita sudah kekurangan mainan? Atau yang lebih buruk kita kehilangan nurani untuk saling menghargai.

 

MENGAJAK SISWA SD KE SAWAH

 


Mengajak siswa sekolah dasar pergi ke pematang sawah bukanlah perkara mudah. Kalau tak percaya coba saja bikin mini riset beberapa sekolah. Berapa kali guru mengajak siswa terjun ke luar sekolah. Alasannya tidak lain adalah merepotkan. Di sini bukan soal repot mengenai akomodasi atau instrumen pembelajaran, bahkan itu hal yang saya anggap sepele. Yang saya maksud adalah tentang perilaku anak ketika di luar sekolah.

Kita semua maklum anak seusia siswa sekolah dasar mempunyai polah yang luar biasa. Beberapa di antaranya bahkan tak salah bila kita menyebutnya hiperaktif. Bagaimana tidak? Mereka selalu bergerak tanpa henti, sulit berkonsentrasi, dan duduk manis mendengarkan arahan guru. Bahkan ketika mereka diberikan tugas mandiri, mereke akan mencari celah untuk menabuh meja, mengunyah makanan, memainkan barang yang mereka bawa dari rumah, dan sebagainya.

Sederet tingkah mereka membuatku menduga akan satu hal bahwa mereka tak tertarik dengan pembelajaran yang diberikan. Level mereka adalah bermain dan bermain. Guru masih kepayahan mengajak siswa untuk berpikir tingkat rendah (LOTS). Lalu bagaimana mereka mampu berpikir tingkat tinggi (HOTS)?

Kalau guru membiarkan hal ini terus berlangsung maka yang ada adalah basa-basi pembelajaran. Guru sekadar menyampaikan pembelajaran dan siswa tak menghiraukan. Kita tahu bahwa kita tidak bisa meraih perbaikan bila kita terus menerus menggunakan cara yang sama. Kita harus berbuat sesuatu yang baru.

Karena materinya adalah ekosistem maka kenapa saya tidak membawa mereka ke lingkungan alam yang nyata? teras sekolah terlalu sempit dan monoton untuk kami tempati. Akhirnya saya membawa mereka ke sawah dekat sekolah.

Sumpah, ini adalah hal gila yang membuat saya gemetar. Saya terlalu berani membawa anak kelas empat ke luar kelas. Ya.. mereka berjumlah 40 dan saya seorang diri. Lain waktu saya jelaskan mengapa. Meskipun begitu saya tak menyurutkan niat untuk melakukan hal ini. Pendidikan adalah proses. Meskipun itu berat saya akan tetap melakukannya.

Saya tidak akan menceritakan apa yang kami lakukan di sawah. Kita sudah mengetahuinya dan itu sudah biasa. Saya akan mendedahkan kegilaan yang anak-anak lakukan. Mula-mula anak-anak dibariskan dan keluar dari gerbang sekolah menuju lokasi sawah.

Mario adalah anak yang usil. Terserah kalian mau melarangku memberikan stereotip itu kepadanya. Bagiku yang ia lakukan adalah usil dan dia sadar apa yang dilakukannya. Di tengah jalan ia berlari meninggalkan barisan dan memancing anak laki-laki lain melakukan hal yang sama. Sambil berteriak-teriak ia bilang, “Aku tahu tempatnya!!!”.

Oke.. Hal yang sepele dan kita masih dapat mentolerirnya. Kami melalui kampung yang padat. Bagaimana kalau Mario menendang tempat sampah warga? Sehingga semua sampah keluar dan berserakan. Sebagai guru yang sabar apa yang akan anda lakukan?

Untuk hal itu kita bisa melupakannya. Mari kita berlanjut ke sawah. Sesampai di sana anak-anak berkumpul untuk menerima kuis yang saya berikan. Kita menyepakati 30 menit untuk mengerjakannya. Beberapa siswa menyebar ke sisi selatan, utara, tengah, sisanya berkerumun di dekatku. Tentu anda sudah membayangkan di mana Mario berada. Ia ada di ujung sana berlarian dan berteriak, “Woi.. sini.. ada belalang”.

Sementara itu Andi di pinggir kali. Naik perahu milik warga dan mencoba memainkan kemudinya. Ya Tuhan, apa yang akan aku katakan bila tiba-tiba pemilik datang? Guru macam apa yang membiarkan siswanya seenaknya memainkan barang orang lain.

Lalu anda mendengar siswa ramai berteriak minta tolong karena ada sepatu temanya yang jatuh ke sungai. Anda pun harus mencari tombak untuk meraihnya. Dan ketika sepatu sudah didapat Mario kembali bersama lima anggotanya dengan celana penuh lumpur.

Ya ampun. Sebuah hal yang cukup mengerikan dan tentu menakutkan. Anda bisa membayangkan bagaimana kami kembali ke sekolah dengan seragam yang belepotan. Apa yang akan kepala sekolah bilang dan apa yang akan orangtua mereka katakan? Citra guru yang cerdas dan indah akan rontok oleh karena tingkah polah siswa yang semrawut dan menggemaskan.

Sekarang kita tahu itulah mengapa guru jarang membawa siswa luar sekolah. Lha wong di kelas saja susah diatur apalagi di luar? Sehingga lebih banyak dari guru menyebunyikan siswanya di sekolah agar tidak diketahui ke-hiperaktifa-annya, teriakannya, atau tendangan mautnya.

Namun, aku tak memerdulikannya. Kalau kita mau jujur, semua yang mereka lakukan adalah wajar dan natural. Maka ketika mereka melakukan hal di luar intruksi itu adalah sebuah wujud naluri kritis siswa untuk mencari tahu, mencoba hal baru, menunjukkan sesuatu, menemukan, mengungkapkan, mengasosiasikan, dan mengaktualisasi diri. Dan itu adalah luar biasa.

Biarkan mereka menjadikan alam nyata sebagai bahan pembelajaran mereka. Manusia adalah bagian dari alam kenapa kita mengurungnya dalam tembok yang hampa akan kreatifitas. Jangan sampai anak-anak kita justru semakin jauh dari lingkungan yang kita ajarkan untuk mencintainya.

Adapun soal perilaku negatif, kita bisa membenahinya. Kita adalah orang tua. Kita tahu bagaimana cara mendidik anak. Yang mahal itu bukan tempat sampah, atau celana, atau obat gatal, tapi pengalaman dan pembelajaran berharga dalam masa kecil mereka.

Minggu, 24 Mei 2020

Yang dilarang ketika lebaran


Oleh Dzulhikam 

Setelah berpuasa satu bulan lamanya sudah wayahnya kita berlebaran dengan suka cita. Perjuangan berpuasa, tarawih akan menjadi lengkap dengan bermaafan kepada sesama. Apalagi bila sanak famili bisa berkumpul maka kebahagiaan kita akan lebih kaffah dan instagrammable. Terlebih bagi kaum jomblo yang tahun ini bisa berlebaran dengan pasangan. Wah.. Pokoke hidup ini terasa sempurna dan lebih siap di rumah aja melawan corona. 

Meski demikian ada beberapa hal yang harus dihindari ketika berlebaran. Ucapan dan perbuatan kita tetap harus dikontrol agar tidak menimbulkan salah persepsi dan salah PUEBI. 

  1. Mohon maaf 
Manusia memang tak bisa luput dari khilaf. Maka sudah sepatutnya kita berusaha menjaga laku agar tidak menuai dosa. Meski begitu Kita sangat dilarang untuk minta maaf. mengucapkan mohon maaf lahir dan mbatin yang jelek-jelek terhadap orang lain seperti, "idih kamu yang banyak dosa sama aku, masa aku yang harus minta maaf. Uh.. Lihat saja nanti. Sandalmu aku tuker sama swallowku". Sayang, kan. Ucapan tulus minta maaf jadi ternoda oleh brutalnya negative thinking. 

Rabu, 22 April 2020

Review Film : Dua Garis Biru




Oke, saya akan mereview film ini dengan lugas, tidak bertele-tele. Anyway film ini realese perdana pada Juli 2019. Karena kisahnya yang 'nakal' tentu saja penayangannya mendapat stigma miring bagi beberapa kalangan yang concern pada isu moral dan agama. Namun bagi pihak lain, justru film ini sangat bagus dan layak untuk ditonton para remaja serta orangtua agar menjadi pembelajaran bersama. So, let's do it!

Film ini bercerita tentang 'kecelakaan' dua remaja yang bernama Bima dan Dara. Alkisah Bima dan Dara adalah remaja yang duduk di bangku Kelas XII SMA. Saking dekatnya mereka berpacaran, mereka sering berduaan baik di sekolah maupun di rumah.

Sabtu, 21 Maret 2020

Aku tak tahu

Aku tak tahu kau masih suka puisi atau tidak
Aku pun tak tahu kau mau dipuji atau tidak
Bukan aku merayu, hanya ingin kau tahu
Aku bahagia menjumpaimu
Menyimak tiap huruf yang kau eja
Mengamati isyarat bibir yang kau gerak
Dan membaca mimik muka yang kau pola
Bagaimana aku bisa lupa senyum manismu, sedang itu tirakatku setiap hari
Bagaimana bisa aku lupa tawa manjamu sedang itu dzikir dawamku setiap malam
Oh cinta cinta
Kemana saja engkau berkelana
Tinggalah di sini
Di hati yang tak pernah lupa cara mencintaimu
_gh

Senin, 20 Januari 2020

Aku

Kenapa takut menjadi aku?
kenapa aku harus menjadi kamu atau dia?
sedangkan aku, kamu dan dia adalah spirit yang berbeda
jangan memaksa aku untuk menjadi kamu atau dia
karena aku adalah aku

lalu siapa aku?
aku adalah sekumpulan dari aku yang kemarin hingga aku yang sekarang
aku adalah yang dilahirkan penuh cinta dan kasih sayang
aku adalah yang tumbuh bersama semesta alam
aku adalah yang senantiasa berdzikir atas karunia tuhan

aku adalah yang tak lelah mengejar mimpi
aku adalah petualang yang siap menjelajah bumi
aku adalah yang berdiri walau yang lain duduk di kursi
aku adalah yang jatuh lalu bangkit kembali
aku adalah yang memaafkan walau dikhianati
aku adalah yang tegar walau dicaci
aku adalah yang setia dan tak terganti
tidak ada yang dapat mengubah aku kecuali aku sendiri

aku memilih jalan tanpa ada dikte
aku memilih langkah tanpa ada gelisah
karena aku memilih menjadi aku

- Langit mendung

Kamis, 16 Januari 2020

TUGAS UAS Taufiqur Rohman (201803172)


TUGAS UAS

Disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah                : Kajian Kurikulum Pendidikan
Dosen Pengampu        : Dr. Sri Utaminingsih, M.Pd


Oleh:
Taufiqur Rohman  (201803172)

           

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2020

Rabu, 01 Januari 2020

Kalau Hujan Hanyalah Air

Kalau hujan hanyalah air
Mengapa citramu senantiasa hadir
Gerimis melanda jiwa
Menemani derai air mata
Kuyu hati ini melihatmu pergi
Kelam hari ini kau tak kembali

Datanglah kekasih
Di sini aku mengiba
Kepada rumput dan daun yang berguguran
Aku tak acuh lagi
Menahan wirang menutup muka
Berlumuran haru dan duka
Siapa hirau apatah mereka bilang
Bila ku hanya ingin dirimu seorang