Oleh : M. Abdul Ghofur (1310320005)
Melihat anak-anak menyanyikan lagu buka
sithik jos dengan gembira adalah hal yang biasa kita lihat saat ini. Namun,
ketika mereka menyanyikannya dengan gerakan-gerakan yang tak pantas seperti
menonjolkan pinggul ke depan (maaf) tentu membuat hati kita sebagai orang tua
terenyuh miris. Memang tidak semua anak paham dengan maksud lirik maupun
gerakan pengiring lagu tersebut. Akan tetapi, manusia senantiasa belajar. Lama
kelamaan anak-anak akan tahu apa maksud lirik dan gerakan yang mereka lihat. Hal
ini bukanlah hal yang sepele karena berkaitan dengan perkembangan psikis
anak-anak kita.
Kasus seorang anak yang baru duduk di
kelas 3 SD salah satu kota di Jawa Tengah berani membuka rok teman putrinya di
kelas membuat hati kita tersentak. Bagaimana bisa si anak ini berlaku demikian?
Padahal orang tua maupun gurunya tidak pernah mengajarkan hal buruk itu. Kalau
kita menganggap mungkin ini hanya dari candaan anak-anak, lantas apakah ini
candaan yang baik dan apakah kita membiarkannya?
Goyang Caesar
Popularitas goyang caesar ikut
mendongkrak rating lagu pengiringnya. Lagu yang berjudul buka sithik jos itu
semula tidak begitu familiar di telinga masyarakat pecinta musik Indonesia. Ia
hanya menjadi soundtrack film Cewek Saweran yang diliris tahun 2011
lalu. Namun, setelah Trans TV membuat program unggulan ramadhan dengan nama Yuk
Kita Sahur, lagu buka sithik jos semakin ramai dikenal dan menyebar cepat bak
wabah. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa, semua menyukainya.
Masyarakat kebanyakan menganggap lagu
ciptaan Krisna Purna ini hanyalah lagu dangdut koplo biasa seperti lagu-lagu
dangdut lainnya tanpa ada pengaruh berarti dalam kehidupan sosial masyarakat.Faktanya,
ada banyak persoalan yang timbul dari lagu itu yang berkaitan dengan perilaku
masyarakat, terutama perilaku anak-anak baik dari tutur kata, sikap, maupun
psikologisnya.
Lagu dengan penyanyi asli Juwita Bahar ini
memang membuat pendengarnya hanyut dalam suasana senang dan gembira karena ada
kesan jenaka dari efek musik pengiringnya.Hanya saja lagu ini berisikan lirik
yang mengandung unsur kevulgaran. Diawali dengan lirik: Hai kenapa kamu
kalau nonton dangdut sukanya bilang; buka sithik jos. Sepintas tidak ada
yang salah dengan lirik ini. Namun, coba kita cermati lirik selanjutnya : “apa
karena rok mini ini jadi alasan; sukanya abang ini lihat bodiku yang seksi;
senangnya abang ini intip-intip ku pakai rok mini”. Untaian kalimat ini
bukanlah hal yang baik dan mendidik anak-anak, justru merupakan ajaran negatif.
Lagu ini memuat tentang sensualitas dan menjurus ke arah seksualitas. Tentu
ketika diperdengarkan lagu ini, kita akan berfikir; apa sebenarnya yang mau
dibuka?; Oh.. rok mini. Apa yang mau kita ajarkan kepada anak-anak dengan rok
mini?; Lirik-lirik tersebut merupakan kata-kata yang tabu dan tidak patut
diumbar ke publik.
Ketika lagu-lagu yang tidak pantas
terus-menerus dengan bebas dikonsumsi anak-anak ditambah lagi dengan imajinasi
anak seusia itu masih produktif dan mudah melekat dalam ingatan sehingga
dibawah alam sadarnya akan menjadi prilaku dari perbendaharaan kata-kata yang
ada pada lagu tersebut. Melihat fenomena ini, musik sudah termasuk bahaya laten
yang merusak moral generasi penerus bangsa.
Studi terkini dari Cougar Hall yang
diterbitkan dalam Springer’s Journal Sexuality and Culture mengatakan,
referensi seksual dalam lagu bisa membuat anak berpikir nilai diri mereka dalam
tatanan masyarakat adalah untuk memberikan kepuasan seksual kepada orang lain,
berisiko memandang rendah arti tubuhnya, depresi, masalah dengan makanan,
penyalahgunaan obat-obatan, dan lainnya. Redy menambahkan, Ketika lagu-lagu
yang tidak pantas terus-menerus dengan bebas dikonsumsi anak-anak ditambah lagi
dengan imajinasi anak seusia itu masih produktif dan mudah melekat dalam
ingatan sehingga dibawah alam sadarnya akan menjadi prilaku dari perbendaharaan
kata-kata yang ada pada lagu tersebut. Melihat fenomenal ini, musik sudah
termasuk bahaya laten yang merusak moral generasi penerus bangsa.
Sikap kita yang cenderung acuh dengan
fenomena di sekitar kita memperparah kondisi ini. Di samping peran pemerintah,
dalam hal ini adalah tugas dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), yakni
memfilter jenis tayangan yang akan dirilis di publik, pengawasan orang tua juga
tak kalah pentingnya. Membentengi anak dengan sikap dan perilaku yang baik
sesuai norma agama dan budaya luhur bangsa adalah kewajiban kita bersama.
Pencipta lagu seharusnya tidak hanya
mementingkan keuntungan pribadi semata, akantetapi juga harus menggunakan etika
dalam menjalankan profesinya. Pada zaman sekarang, musik sudah bisa didengarkan
kapan saja dan dimana saja baik oleh orang dewasa maupun anak-anak. Anak-anak
adalah generasi penerus bangsa kita. Jika mereka terus-menerus diperdengarkan
lagu yang memiliki pesan negatif, tentunya kita bisa membayangkan akan menjadi
seperti apa mereka nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar