STUDI ISLAM DENGAN PENDEKATAN SEJARAH
Makalah disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu :
Rofiq Faudy Akbar, M. Pd
Disusun Oleh:
Muhammad Abdul Ghofur (1310320005)
Taufiqur Rohman (1310320017)
PRODI PGMI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini
dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di
dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu
menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti
seluas-luasnya.[1]
Banyaknya aliran Islam yang tumbuh dan berkembang di suatu
daerah tidaklah tercetak apa adanya, melainkan dengan pelbagai proses seperti
akulturasi dan asimilasi. Banyak di antara budaya-budaya Islam yang masih
tercium aroma hinduisme maupun budhisme yang merupakan hasil dari strategi
dakwah Islam di masa lalu. Hal tersebut dapat diketahui dan dipelajari melalui
pendekatan sejarah asal mulanya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan sudi Islam dengan pendekatan sejarah?
2.
Bagaimana urgensi pendekatan sejarah dalam metodologi studi Islam?
3.
Apa saja produk sejarah yang dilahirkan Islam?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian pendekatan sejarah
2.
Menemukan urgensi pendekatan sejarah dalam metodologi studi Islam
3.
Mengetahui produk sejarah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendekatan Sejarah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendekata berarti 1) proses perbuatan, cara
mendekati, 2) Usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan
dengan orang yang diteliti; metode-metode untuk mencapai pengertian tentang
masalah penelitian. Sedangkan kata historis berasal dari bahasa Inggris
‘history’ yang berarti sejarah.
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya
dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek,
latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala
peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana,
apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.[2]
Jadi, studi
Islam dengan pendekatan sejarah berarti mempelajari Islam dengan melihat jejak
kesejarahannya meliputi waktu peristiwa, tempat peristiwa, dan tokoh yang
terlibat di dalamnya
B.
Urgensi Pendekatan Sejarah dalam Metodologi Studi Islam
Setidaknya ada empat fungsi sejarah yang dinyatakan Nugroho Notosusanto, yaitu:
1)
Fungsi rekreatif
yaitu sejarah sebagai pendidikan
keindahan, sebagai pesona perlawatan. Hanya pada fungsi rekreatif ini
menekankan pada upaya untuk menumbuhkan rasa senang untuk belajar dan menulis
sejarah. Kalau yang dipelajari berkait dengan sejarah naratif dan isi kisahnya
mengandung hal-hal yang terkait dengan keindahan, dengan romantisme, maka akan
melahirkan kesenangan astetis. Tanpa beranjak dari tempat duduk, seseorang yang
mempelajari sejarah dapat menikmati bagaimana kondisi saat itu. Jadi,
seolah-olah seseorang tadi sedang berekreasi ke suasana yang lalu.
2)
Fungsi inspiratif.
Fungsi ini terkait dengan suatu proses
untuk memperkuat identitas dan mempertinggi dedikasi sebagai suatu bangsa.
Dengan menghayati berbagai peristiwa dan kisah-kisah kepahlawanan,
memperhatikan karya-karya besar dari para tokoh, akan memberikan kebanggaan dan
makna yang begitu dalam bagi generasi muda. Karena itu, dengan mempelajari
sejarah akan dapat mengembangkan inspirasi, imajinasi dan kreativitas generasi
yang hidup sekarang dalam rangka hidup berbangsa dan bernegara. Fungsi
inspirasi juga dapat dikaitkan dengan sejarah sebagai pendidikan moral. Sebab
setelah belajar sejarah, seseorang dapat mengembangkan inspirasi dan
berdasarkan keyakinannya dapat menerima atau menolak pelajaran yang terkandung
dalam peristiwa sejarah yang dimaksud. Kaitannya dengan fungsi inspiratif, C.P.
Hill juga menambahkan bahwa belajar sejarah dapat menumbuhkan rasa ingin tahu
terhadap perjuangan dan pemikiran serta karya-karya tokoh pendahulu.
3) Fungsi instruktif.
Yaitu sebagai alat bantu dalam proses
pembelajaran. Dalam hal ini sejarah dapat berperan dalam upaya penyampaian
pengetahuan dan keterampilan kepada subjek belajar. Fungsi ini sebenarnya
banyak dijumpai, tetapi nampaknya kurang dirasakan, atau kurang disadari,
karena umumnya terintegrasi dengan bahan pelajaran teknis yang bersangkutan.
4) Fungsi edukatif.
Maksudnya adalah bahwa sejarah dapat
dijadikan pelajaran dalam kehidupan keseharian bagi setiap manusia. Sejarah
juga mengajarkan tentang contoh yang sudah terjadi agar seseorang menjadi arif,
sebagai petunjuk dalam berperilaku.
Pendekatan kesejarahan sangat dibutuhkan dalam studi Islam, karena Islam datang
kepada seluruh manusia dalam situasi yang berkaitan dengan kondisi sosial
kemasyarakatannya masing-masing.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk
memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa.
Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks
historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang
memahaminya. Seseorang yang ingin memahami Alquran secara benar misalnya, yang
bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya alquran yang selanjutnya disebut asbab al-Nuzul (ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat alquran) yang pada
intinya berisi sejarah turunnya ayat alquran. Dengan ilmu asbabun nuzul ini
seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang
berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dari
kekeliruan memahaminya.[3]
Senada dengan alquran, dalam mempelajari hadits dan sunnah nabi pun, pengkaji
juga harus melihat asbabul wurudnya (sebab-sebab datangnya hadits tersebut).
Islam sebagai wahyu dicerminkan dalam hadits-hadits Nabi
Muhammad Saw. Persoalan di sekitar hadits tidak perlu dikemukakan banyaknya.
Bagaimana dalam buku hadits pertama Al Muwatha’, yang dikumpulkan ternyata haya
memuat sekitar 700 buah hadits, termasuk sunnah sahabat. Sementara itu oleh
imam Bukhori yang datang belakangan dicatat 4000 hadits, dan oleh Imam Muslim
dicatat 6000 hadits. Lalu oleh Imam Ahmad Ibn Hambal dicatat 8500 hadits. Kenapa
ada pertambahan jumlah semacam itu? Kemudian ada hadits shoheh, hadits
mutawatir, hadits masyhur, hadits ahad. Wilayah-wilayah inilah antara lain yang
dapat dijadikan kajian. Kita melihat bahwa orang sekarang mempunyai
perlengkapan yang lebih untuk melakukan seleksi hadits. Sebab sekarang misalnya
kita memiliki komputer. Mungkin juga perlu dipikirkan pendapat Fazlur Rahman,
yang menyarankan penggunaan pendekatan Historical critism terhadap
haditst. Mungkin metode ini tidak dapat dilakukan oleh pribadi-pribadi, tetapi
sangat mungkin bisa dilakukan oleh kelompok. Kita mengetahui dalam sejarah
adanya upaya pemalsuan hadits. Kita juga mengetahui bahwa Imam Bukhori, Imam
Muslim, atau Imam Malik lebih dulu melakukan wudlu dan shalat sebelum mencatat
haditsnya. Hal ini dilakukan sebagai
usaha kehati-hatian. Imam Muslim dalam pengantarnya mengatakan, tadinya hadits
yang dikumpulkan ada 300.000 buah. Tetapi, setelah diseleksi menjadi 6000 buah.
Pertanyaannya, darimana dan sudah kemana saja sisanya itu? Persoalan-persoalan
seperti ini merupakan wilayah yang bisa dilakukan kajian-kajian hermeneutika
dan historical critism terhadap hadits kita dapat meneliti matan hadits,
rijalul hadits atau perawi hadits tertentu. Ilmu yang sudah baku yang membahas
persoalan hadits adalah ilmu hadits riwayah dan ilmu
hadits dirayah. Ilmu-ilmu ini perlu terus dikembangkan.[4]
Melalui pendekatan sejarah seorang
diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan
atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di
alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi
yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam
hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama
yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari
al-Qur’an ia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan
al-Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep,
dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian pertama yang berisi konsep
ini kita mendapati banyak sekali istilah al-Qur’an yang merujuk kepada pengertian-pengertian
normative yang khusus, doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan
ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah atau singkatnya
pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep yang telah
dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu al-Qur’an, atau bias jadi merupakan
istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep
relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu kemudian
dintegrasikan ke dalam pandangan dunia al-Qur’an, dan dengan demikian, lalu
menjadi konsep-konsep yang otentik.
Dalam bagian pertama ini, kita mengenal
banyak sekali konsep baik yang bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang
Allah, Malaikat, Akherat, ma’ruf, munkar, dan sebagainya adalah termasuk yang
abstrak. Sedangkan konsep tentang fuqara’, masakin, dhuafa’,
munafiq, musyrikin, kafir, termasuk konsep yang konkret.
Selanjutnya, jika pada bagian yang
berisi konsep, al-Qur’an bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif
mengenai nilai-nilai Islam, maka pada bagian yang kedua yang berisi kisah dan
perumpamaan, al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan untuk memperoleh
hikmah. Melalui kontemplasi terhadap kejadian-kejadian atau perisiwa
historis dan juga melalui kiasan-kiasan yang berisi hikmah tersembunyi, manusia
diajak merenungkan hakikat dan makna kehidupan. Banyak sekali ayat yang berisi
ajakan semacam ini, tersirat maupun tersirat, baik menyangkut hikmah historis
ataupun menyangkut simbol-simbol. Misalnya simbol tentang rapuhnya rumah
lab-laba, tentang luruhnya sehelai daun yang tak lepas dari pengamatan Tuhan
atau tentang keganasan samudera yang menyebabkan orang-orang kafir berdoa.[5]
- Produk Sejarah Islam
Islam mempunyai banyak produk sejarah yang memenuhi
khazanahnya. Konsep Khulafaur Rasyidin adalah produk sejarah. Seluruh bangunan Islam
klasik, tengah, dan modern adalah produk sejarah. Meliputi istana, masjid,
madrasah, perpustakaan, dan sebagainya.
Khazanah keilmuan klasik (turats) Arab dianggap
sebagai khazanah paling kaya yang pernah diwariskan oleh peradaban apapun, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu, ia juga termasuk peradaban yang
paling luas pengaruhnya dan penyebarannya di seluruh penjuru dunia pada umunya
dan khususnya di Eropa.tak bisa di pungkiri bahwa khazanah turats inilah
yang telah memberikan obor pencerahan pemikiran dan pondasi keilmuan pada Eropa
di abad pertengahan, yang akhirnya mampu membuahkan pijakan kuat bagi era
kebangkitan Eropa. Bangsa-bangsa Eropa ketika itu memang berupaya mengumpulkan
semua literatur Arab yang bisa mereka peroleh, dan memanfaatkan berbagai macam
ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya. Bahkan, perhatian Eropa terhadap
khazanah turats Arab masih terlihat semarak sampai masa sekarang.[6]
Kita dapat membayangkan bagaimana wajah Islam sekarang andai
saja panji-panji Islam dapat bertahan di Andalusia. Andaikata Turki Utsmani
bisa menjaga kekuasaannya. Andai Inggris tidak datang ke India. Andaikata
Belanda tidak menjajah begitu lamanya di Indonesia, sejarahnya akan lain pula. Wajah
Islam di dunia sekarang ini adalah sebagian dari produk sejarah masa lampau.
Tidak lupa, kitab-kitab klasik seperti Al-Muwatta Imam Malik,
Shohih Bukhori Imam Bukhori, Ihya Ulumiddin al-Ghazali, dan sebagainya itu juga
adalah produk sejarah. Mungkin tidak akan ada kitab semacam itu bila saat itu
mereka tidak membuatnya. Demikian juga ilmu-ilmu fiqih, filsafat Islam,
tasawuf, akhlaq adalah produk sejarah
Kita bisa melihat kesenian wayang di Jawa, seni lukis, seni
baca qur’an beserta metodenya, seni kaligrafi, arsitektur, serat-serat
keagamaan di berbagai tempat, seperti di Jawa, Maroko, Kairo, dan dimana-mana
adalah produk sejarah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Studi Islam
dengan pendekatan sejarah berarti mempelajari Islam dengan melihat jejak
kesejarahannya meliputi waktu peristiwa, tempat peristiwa, dan tokoh yang
terlibat di dalamnya.
Pendekatan kesejarahan sangat dibutuhkan dalam studi Islam, karena Islam datang
kepada seluruh manusia dalam situasi yang berkaitan dengan kondisi sosial
kemasyarakatannya masing-masing.
Melalui pendekatan sejarah seorang
diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan
yang ada di alam empiris dan historis.
Islam mempunyai banyak produk sejarah yang memenuhi
khazanahnya. Konsep Khulafaur Rasyidin adalah produk sejarah. Seluruh bangunan
Islam klasik, tengah, dan modern adalah produk sejarah. Meliputi istana,
masjid, madrasah, perpustakaan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Mudzhar, Atho. Pendekatan
Studi Islam dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998
Nata, Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. 1998
Zaqzuq, Mahmud Hamdi. Reposisi Islam di Era Globalisasi.
Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2004
[1] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2010, h. 1
[2] Ibid., hal. 46
[3]
Ibid., hal. 48
[4] Mudzhar, Atho. Pendekatan Studi Islam dalam Teori
dan Praktek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998
[5] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1998, h. 48
[6] Zaqzuq, Mahmud Hamdi. Reposisi Islam di Era
Globalisasi. 2004. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, hal. 59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar