TEORI-TEORI ILMU PENDIDIKAN
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah
Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu : Zaenal Hafidhin,
Disusun oleh :
M. Abdul Ghofur (1310320005)
Taufiqurrohman (1310320018)
PROGRAM
STUDI PGMI
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Banyak di antara kita yang beranggapan
bahwa tabiat seseorang itu adalah faktor keturunan dari orang tua atau nenek
moyangnya. Kecerdasan maupun kebodohan, kebaikan maupun kejelekan yang
seseorang punyai berasal dari ayah maupun ibunya. Sementara itu, di lain pihak
beranggapan bahwa tabiat seseorang terasah dari lingkungan tempat ia berada
karena di situlah ia mengenyam pendidikan. Lingkungan yang mengajarkan ia
nilai-nilai moral, nilai keindahan, norma, dan pengetahuan.
Lain lagi dengan suatu kaum yang
bersikap preventif terhadap lingkungan (masyarakat). Kaum ini sangat
berhati-hati dalam terjun ke dunia kemasyarakatan. Mereka khawatir jatidirinya
akan dirusak oleh tabiat buruk masyarakat tertentu.
Lalu, muncullah titik temu dari ketiga
di atas, yakni penyatuan pandangan atas pembentukan tabiat dalam pendidikan
manusia.
Alangkah pentingnya kita berteori dalam
praktek di lapangan pendidikan karena pendidikan dalam praktek harus
dipertanggungjawabkan. Tanpa teori yang rasional yang konsisten dan saling
berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas
alasan-alasan yang kebetulan, seketika, dan aji mumpung. Hal itu tidak
boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang
terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai
bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta
intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral. Sebabnya adalah
manusia adalah makhluk yang harus mendalami nilai-nilai dan menata perilaku
sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu. Sesuai ucapan Dr. Gunning
yang dikutip Langeveld (1955). “Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot
dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius”.
Dapat diartikan bahwa sebaiknya
pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung
jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam
praktik dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah
bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak
mampu bertanggung jawab atas esensi perbutan masing-masing dan bersama-sama
dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai, konsisten antara
pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan penataan nilai secara
internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan (praktik) pendidikan
tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek pendidikan nasional tanpa suatu teori
yang baik.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah
apa pengertian teori ilmu pendidikan? Dan apa jenis-jenis teori ilmu
pendidikan?
C. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini
yaitu memberikan pemahaman kepada setiap calon tenaga kependidikan, utamanya
calon pakar kependidikan tentang aliran-aliran klasik dalam pendidikan
(empiris, nativiesme, naturalisme dan konvergensi) agar dapat menangkap makna
setiap gerak dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI-TEORI DALAM ILMU PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN
Perbedaan padangan tentang faktor
dominan dalam perkembangan manusia tersebut menjadi dasar perbedaan pendangan
tentang peran pendidikan terhadap manusia, mulai dari yang paling pesimis
sampai yang paling optimis.
Menurut Moore (1974) istilah teori
merujuk pada suatu usaha untuk menjelaskan bagaimana sesuatu terjadi seperti
adanya. Selain itu teori juga merupakan usaha untuk menjelaskan sesuatu yang
mungkin terjadi di masa datang. Pengertian ini mengandung makna bahwa fungsi
teori adalah melakukan prediksi. Teori juga diartikan sebagai kebalikan dari
sebuah praktek. Moore (1974) menambahkan bahwa hakekat teori pada dasarnya
adalah penjelasan terhadap sesuatu. Dari pengertian tersebut peran teori adalah
sebagai penjelasan tentang sejumlah asumsi, sesuatu yang terjadi, telah
terjadi, dan akan terjadi. Sejumlah aspek ini merujuk pada pola dari teori
sebagai alat untuk penjelasan logis dan membuat prediksi.
Menurut Reda Mudyahardjo (2001:3):
secara luas, pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman
belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi individu.[1]
Jika dihubungkan dengan pendidikan maka
teori pendidikan merupakan seperangkat penjelasan yang rasional sistematis
membahas tentang aspek- aspek penting dalam pendidikan sebagai sebuah sistem.
Mudyahardjo (2002) menjelaskan bahwa teori pendidikan adalah sebuah pandangan
atau serangkaian pendapat ihkwal pendidikan yang disajikan dalam sebuah sistem
konsep. Pendidikan sebagai sistem mengandung arti suatu kelompok tertentu yang
setidaknya memiliki hubungan khusus secara timbal balik dan memiliki
informasi.
B. JENIS-JENIS ALIRAN PENDIDIKAN
Teori-teori yang terdapat dalam ilmu
pendidikan dilahirkan oleh 4 aliran yang berbeda, yaitu:
1. Aliran
Empirisme
2. Aliran
Nativisme
3. Aliran
Naturalisme
4. Aliran
Konvergensi
1. Aliran
Empirisme
Aliran Empirisme bertolak dari Lockean
Tradition yang mementingkan stimulasi ekternal dalam perkembangan manusia,
dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan
pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang duperoleh anak dalam kehidupan
sehari-hari di dapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi
ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk
program pendidikan. Tokoh perintis pandangan ini adalahseorang filsuf Inggris
bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni
anak lahir ke dunia bagaikan kertas putih yang bersih.
Aliran empirisme dipandang berat
sebelah, sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari
lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap
tidak menentukan. Pada hal kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari terdapat
anak yang berhasil karena bakat, meskipun lingkungan disekitarnya tidak
mendukung.
Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya
kemampuan yang berasal dari dalam diri berupa kecerdasan atau kemauan keras,
anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau
kemampuan yang ada dalam dirinya. Meskipun demikian, penganut aliran ini masih
tampak pada pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai mahluk yang pasif
dan dapat dimanipulasi, umpamanya melalui modifikasi tingkah laku. Hal ini
tercermind dari pandangan scientific psychology dari BF. Skinner ataupun
pandangan behavioralisme lainnya.[2]
Behavioralisme itu menjadikan perilaku
manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan
bahwa perilaku itu sebagai hasil belajar semata-mata. Meskipun demikian,
pandangan behavioralisme ini juga masih bervariasi dalam menentukan faktor
apakah yang paling utama dalam proses belajar.
1) Pandangan
yang menekankan peranan stimulus terhadap perilaku seperti dalam
“classicalconditioning” atau “respondent learning” oleh Ivan Pavlov
(1836-1936) di Rusia dan Jon B. Watson (1878-1958) di Amerika Serikat.
2) Pandangan
yang menekankan peranan dari dampak ataupun balikan dari suatu perilaku seperti
dalam “operant conditioning” atau “instrumental learning”
dari Edward L. Thorndike (1874-1949) dan Rurrhus F. Skinner (1904) di Amerika
Serikat.
3) Pandangan
yang menekankan peranan pengamatan dari imitasi seperti dalam “observational
learning” yang dipelopori oleh NE. Miller dan J. Dollard dengan “sociallearning
and imitation (1941) kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh A. Bandura dengan
“participant modeling” maupun dengan “self efficiancy” (1982)
2. Aliran
Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian
Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan, teramasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap
perkembangan anak. Hasil perkembangan tsb ditentukan oleh pembawaan yang sudah
diperoleh sejak lahir.
Lingkungan kurang berpengaruh terhadap
pendidikan dan perkembangan anak. Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan.
Seorang filsuf Jerman Schopenhauer (1788-1860) berpendapat bahwa bayi itu lahir
sudah lengkap dengan pembawaan baik ataupun buruk.[3]
Berdasarkan pandangan ini, maka
keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri. Ditekankan bahwa
“yang jahat menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak
seusia dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk
perkembangan anak itu sendiri. Istilah nativisme dari asal kata natie yang
artinya adalah terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya
sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak.
Pembawan tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Meskipun dalam kenyataan sehari-hari,
sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan jiga mewarisi bakat-bakat
yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya
faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak. Terdapat
suatu pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni dalam diri individu
terdapat suatu “inti” pribadi (G. Leibnitz: monad) yang mendorong manusia untuk
mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan
sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai mahluk yang mempunyai kemauan
bebas. Padangan tersebut tampak dalam humanistic psychology dari Carl R.
Rogers atau pandangan phenomenology/humanistik lainnya. Meskipun pandangan ini
mengakui pentingnya belajar, namun pengalaman dalam belajar itu ataupun
penerimaan dan persepsi seseorang banyak ditentukan oelh kemampuan memberi
makna kepada apa yang dialaminya itu. Dengan kata lain, pengalaman belajar
ditentukan oleh “internal frame of reference” yang dimilikinya.
Pendekatan ini sangat mementingkan pandangan holistik (menyeluruh, gestals),
serta pemahaman perilaku orang dari sudut pandang si empunya perilaku itu. Terdapat
variasi pendapat dari pendekatan phenomenology/humanistic tersebut sebagai
berikut:
1) Pendekaran
aktualisasi diri atau non direktif (Client centered) dari Carl R. Rogers dan
Abraham Maslow
2) Pendekatan “Personal
Constructs” dari george A. Kelly yang menekankan betapa pentingya
memahami hubungan “ transaksional” diantara manusia dan
lingkungannnya sebagai bekal awal memahami perilakunya.
3) Pendekatan “Gestalt”
baik yang klasik (Max Wertheimer dan Wolgang Kohler) maupun
pengembangan selanjutnya (K. Lewin dan F. Perls)
4) Pendekatan
“ Search Of Meaning” dengan aplikasinya sebagai “Logotherapy”
dari Viktor Franki yang mengungkapkan betapa pentingnya semangat (Human
spririt) untuk mengatasi berbagai tantangan /masalah yang dihadapi.
Pendekatan-pendekatan tersebut diatas
menekankan betapa pentingnya “inti” privasi atau jati diri manusia
3. Aliran Naturalisme
Pandangan ini ada persamaannya dengan
nativisme. Aliran naturalisme dipelopori oleh filsuf Perancis (JJ. Rousseau
1712-1778).Berbeda dengan dengan Schpenhaouer, Rousseau berpendapat bahwa semua
anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan
menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan.
Rousseau juga berpendapat bahwa
pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak
yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativisme, karena berpendapat bahwa
pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam.
Jadi dengan kata lain pendidikan tidak
diperlukan. Karena yang perlu dilakukan adalah menyerahkan anak didik ke alam,
agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalu proses
dan kegiatan pendidikan. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan
masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) sehingga anak-anak yang
diperoleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat tampak secara
spontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik
untuk mengembangkan pembawaannya, kemampuan-kemampuannya, dan
kecenderungan-kecenderungannya.
Pendidikan harus dijauhkan dalam
perkembangan anak karena hal itu berarti dapat menjauhkan anak dari segala hal
yang bersifat dibuat-buat dan dapat membawa anak kembali ke alam untuk
mempertahankan segala yang baik.[4]
4. Aliran
Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern
(1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa
seorang anak dilahirkan kedunia ini sudah disertai pembawaah baik maupun
pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses
perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama
mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu anak
dilahirkan tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan
yang baik sesuai dengan perkembangan bakat itu.Sebaliknya, lingkungan yang baik
tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri
anak tidak dapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh,
hakikat kemampuan anak berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil dari
konvergensi. Pada akan manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi
lingkungannya, anak berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan pun
mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu
setiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya. Misal bahasa
jawa, sunda, bahasa inggris, bahasa jerman dan lain sebaginya. Kemampuan dua
orang anak (yang tinggal dalam lingkungan yang sama) untuk mempelajari bahasa
mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh faktor kualitas pembawaan dan perbedaan
situasi lingkungan, biar pun lingkungan kedua anak tersebut menggunakan bahasa
yang sama. Willianm Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantug pada
pembawan dan lingkungan
Menurut teori konvergensi :
1) Pendidikan
mungkin dilaksanakan.
2) Pendidikan
diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk
mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang
baik.
3)
Yang membatasi hasil pendidika adalah pembawaan
dan lingkungan.
BAB III
ANALISA
Pengertian teori pendidikan adalah teori
yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Salah satu penerapan teori
belajar yang terkenal adalah teori dari John Dewey yaitu teori “ learning by
doing”. Teori belajar ini merupakan subordinat dari teori pendidikan.
Aliran-aliran pendidikan pada umumnya
mengemukakan satu faktor dominan tertentu saja, dan dengan demikian, suatu
aliran dalam pendidikan akan mengajukan gagasan untuk mengoptimalkan faktor
tersebut untuk mengembangkan manusia. Contohnya bahwa aliran konvergensi
mencoba mengemukakan pandangan menyeluruh, dan oleh karena itu, diterima luas
oleh banyak pihak.
- Teori Nativisme.
Menurut teori ini, perkembangan manusia ditentukan
oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor-faktor keturunan yang merupakan
faktor yang dibawa pada waktu melahirkan. Teori ini meyakini bahwa faktor yang
paling mempengaruhi dalam perkembangan manusia adalah pembawaan sejak lahir.
Para ahli yang menganut teori ini mengklaim bahwa unsur yang paling
mempengaruhi perkembangan anak adalah unsur genetik individu yang diturunkan
dari orangtuanya.
Teori nativisme menekankan pada kemampuan dalam diri
seorang anak. Dengan demikian, faktor lingkungan dinilai kurang berpengaruh
terhadap perkembangan anak. Pandangan teori nativisme dengan tegas menyatakan
bahwa yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik akan menjadi baik.
Oleh karena itu, orang-orang yang mengikuti teori ini
sangat menekankan pentingnya bagi seseorang untuk mengenali bakat yang
dimilikinya sehingga dapat mengembangkannya secara maksimal.
- Teori Empirisme
Teori ini sangat bertentangan dengan teori nativisme
yang dikembangkan oleh Schopenhauer. Jika Schopenhauer meyakini
perkembangan anak sangat ditentukan oleh faktor bawaan atau bakat anak sejak
lahir, maka John Locke meyakini bahwa faktor lingkungan justru yang sangat
berpengaruh dalam perkembangan anak. John Locke berpendapat bahwa anak itu
dilahirkan dalam keadaan putih bersih, itulah kenapa teori yang dikembangkannya
sering disebut sebagai teori tabularasa.
Jika Schopenhauer dengan tegas menyatakan bahwa yang
jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik karena faktor bawaan
dari lahir, sebaliknya John Locke meyakini bahwa seseorang bisa menjadi jahat
atau baik sangat ditentukan oleh lingkungan dan pendidikan yang membesarkannya.
Disebabkan dalam jiwa anak manusia yang baru saja dilahirkan tidak ada faktor
bawaan akan menjadi baik atau jahat.
Disinilah orangtua mempunyai peran yang sangat besar
dalam mencetak anaknya; apakah anaknya akan diarahkan menjadi orang yang baik
ataukah membiarkan begitu saja anak-anaknya tumbuh dan berkembang dalam
lingkungan sosial yang buruk.
- Teori Naturalisme
Hampir sama dengan teori Nativitas, yakni manusia akan
berkembang sesuai dengan pembawaan baik maupun buruk yang ia punya sejak lahir.
Uniknya, aliran ini meragukan pendidikan bagi perkembangan anak. Ia beranggapan
bahwa seyogyanaya pendidik tidak merusak pembaawan anak. Biarkan anak belajar
dari alam sesuai apa yang ia mengerti dan pahami. Bahkan, teori ini menolak
pendidikan dengan alasan bahwa pendidikan hanya akan merusak kepribadian anak
karena keburukan-keburukan pendidikan dapat mencampuri tabiat anak.
- Teori Konvergensi
Menurut teori ini, baik pembawaan dari lahir maupun
lingkungan, keduanya mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan
seorang anak manusia. Perkembangan individu akan ditentukan oleh faktor yang
dibawa sejak lahir dan faktor lingkungan. Teori ini mencoba untuk menggabungkan
antara teori nativisme dan empirisme yang bertentangan dalam memandang
perkembangan anak manusia. Dua faktor yang sangat menentukan dalam perkembangan
seorang anak yakni pembawaan dan lingkungan, keduanya saling mempengaruhi dalam
menentukan dan mewarnai perkembangan anak manusia.
Teori ini tampaknya lebih banyak diikuti dalam dunia
pendidikan. Lingkungan atau pendidikan memang mempunyai posisi penting dalam
perkembangan anak manusia, tetapi seorang anak bukanlah individu tanpa
pembawaan atau tidak mempunya potensi sama sekali.
Penyusun lebih condong pada teori konvergensi yang
dikembangkan oleh William Stern. Ia berpendapat bahwa
hasil pendidikan adalah titik temu antara pembawaan diri dan lingkungan.
Itulah
mengapa ia disebut konvergen (titik temu). Pendapat ini sesuai dengan
hadits-hadits rasul. Rasul Saw bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya
lah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.”
Hadits di
atas menunjukkan bahwa lingkungan juga berperan dalam pendidikan anak. Di lain
waktu, Rasul Saw juga bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ وَذَكَرَ حَدِيثَ
الْفَزَارِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
وَلَدَتْ امْرَأَتِي غُلَامًا أَسْوَدَ وَهُوَ حِينَئِذٍ يُعَرِّضُ بِأَنْ
يَنْفِيَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَكَ
إِبِلٌ قَالَ نَعَمْ قَالَ مَا أَلْوَانُهَا قَالَ حُمْرٌ قَالَ أَفِيهَا أَوْرَقُ
قَالَ نَعَمْ فِيهَا ذَوْدٌ وُرْقٌ قَالَ مِمَّ ذَاكَ تَرَى قَالَ مَا أَدْرِي
لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ نَزَعَهَا عِرْقٌ قَالَ وَهَذَا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ
نَزَعَهُ عِرْقٌ وَلَمْ يُرَخِّصْ لَهُ فِي الِانْتِفَاءِ مِنْهُ
Artinya
: Seorang dari Bani Fazarah datang kepada
Nabi Saw dan berkata : “Istriku telah melahirkan anak berkulit hitam” ia seakan-akan tidak mengakuinya, Rasulullah Saw
bersabda “ apakah engkau memiliki unta? “ lelaki itu menjawab “ya”Rasulullah
bertanya ”apa warnanya?” lelaki itu menjawab ”merah”, Rasulullah bertanya lagi
”apakah ada warna hitam pada unta itu?” lelaki itu menjawab “sebenarnya
kehitam-hitaman” lelaki itu berkata lagi “entah dari mana datangnya warna hitam
itu?” Rasulullah Saw bersabda “mungkin karena faktor keturunan” (HR. Ahmad)
Dari itu
dapat kita tarik garis bahwa kemampuan seorang manusia tidak hanya ditentukan
oleh lingkungan saja, akantetapi juga dipengaruhi oleh faktor hereditas atau
keturunan.
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pendidikan adalah segala pengalaman
belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi individu.
Mudyahardjo (2002) menjelaskan bahwa teori
pendidikan adalah sebuah pandangan atau serangkaian pendapat ihkwal pendidikan
yang disajikan dalam sebuah sistem konsep.
Teori-teori yang terdapat dalam ilmu
pendidikan dilahirkan oleh 4 aliran yang berbeda, yaitu: Aliran
Empirisme, Aliran Nativisme, Aliran Naturalisme, Aliran Konvergensi
Aliran Empirisme bertolak dari Lockean
Tradition yang mementingkan stimulasi ekternal dalam perkembangan manusia,
dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan
pembawaan tidak dipentingkan.
Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian
Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan, teramasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap
perkembangan anak. Hasil perkembangan tsb ditentukan oleh pembawaan yang sudah
diperoleh sejak lahir.
Aliran Naturalisme menyatakan bahwa
semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak
akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan
Aliran Konvergensi berpendapat bahwa
dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan
sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.
DAFTAR
PUSTAKA
Idris, Zahara. Pengantar Pendidikan. 1992.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.
Maunah, Binti. Ilmu Pendidikan. 2009. Yogyakarta:
Sukses Offset
Tirtarahardja, Umar,
dan La Sula. Pengantar Pendidikan. 2000. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Subhanalalllah benar-benar mas ini telah melakukan sadaqoh amal jariyah karena telah membagikan ilmu yang bermanfaat secara cuma-cuma.
BalasHapus