Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kepada Ustadz Ahmad Sarwat Lc yang semoga selalu
dilimpahi rahmat Allah SWT,
Izinkan saya mengajukan pertanyaan yang selama ini
mengganjal di hati saya selaku seorang guru/pengajar di sekolah umum.
Pertanyaanya adalah, adakah atau bagaimanakah teori
belajar yang baik menurut Islam?
Karena selama kuliah di FKIP,
berbagai pelatihan, dan membaca buku tentang pendidikan, yang saya temui adalah teori-teori belajar dari pemikir Kafir. Misalnya teori belajar dari Gagne, Bruner, Thorndike, Pavlov dan sederet ilmuwan kafir (bahkan ada yang atheis) lainnya.
berbagai pelatihan, dan membaca buku tentang pendidikan, yang saya temui adalah teori-teori belajar dari pemikir Kafir. Misalnya teori belajar dari Gagne, Bruner, Thorndike, Pavlov dan sederet ilmuwan kafir (bahkan ada yang atheis) lainnya.
Dan selama ini saya mengajar dengan berlandaskan pada
teori-teori tersebut.
Demikian pertanyaan saya, mohon maaf jika ada
kata-kata yang tidak berkenan dan khilaf yang tak lain karena kekurangan ilmu
agama Islam saya.
Terima Kasih.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum waramatullahi wabarakatuh,
Apa yang anda ungkapkan sebenarnya dirasakan oleh
semua pengajar di negeri kita. Mereka bertanya-tanya, kenapa kita selalu
diajari berbagai teori ilmu pengetahuan dari orang kafir? Apakah memang tidak
ada ilmuwan muslim yang maju dan bisa dijadikan ikutan?
Tentu saja jawabnya ada, bahkan sangat ada. Tapi satu
hal yang perlu diketahui bahwa sebenarnya fenomena semacam ini perlu kita lihat
secara lebih luas. Tidak hanya dari satu sudut pandang saja.
Dunia Islam adalah dunia yang dijajah oleh barat. Dan
penjajahan itu bukan hanya sekedar pendudukan secara militer. Penjajahan itu
sampai juga ke level ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan.
Dulu sebelum Portugis mendarat di negeri kita, negeri
kita ini adalah negeri Islam, di mana para sultan muslim menjalankan negeri ini
dengan menerapkan segala khazanah peradaban besar dunia Islam, termasuk ilmu
pengetahuan dan dunia pendidikan.
Ketika kemudian parade penjajah itu mulai menguasai
negeri ini, maka mereka pun masuk juga ke dunia ilmu pengetahuan dan
pendidikan. Belanda getol sekali membangun kampus dan sekolah.
Dan peninggalan mereka sampai hari ini masih ada,
meski kita sudah merdeka, bahkan kita juga sudah punya pemerintahan sendiri, punya
lagu kebangsaan sendiri, punya wilayah, rakyat, bendera dan diakui oleh PBB.
Tapi yang terjadi justru malah penjajahan di dunia
pendidikan tetap masih berlangsung. Nyaris semua ilmu pengetahuan yang
diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi masih saja 'dijajah', sehingga yang
terjadi memang 'broken link' yang luar biasa dahsyat, antara generasi Islam dan
sisa peradaban masa lalunya.
Memutus Rantai Peradaban lewat Penjajahan Bahasa
Contoh paling sederhana dari masih berlangsungnya
penjajahan adalahkenyataakn bahwa bangsa kita yang muslim ini kita tidak bisa
bahasa Arab. Inilah hasil penjajahan yang tidak bisa dipungkiri. Rupanya para
penjajah tahu betul bahwa kunci untuk memutus mata rantai peradaban Islam
dengan generasi mudanya adalah dengan menghilangkan bahasa Arab dari dunia
Islam.
Di negeri Islam yang dalam kesehariannya sudah
berbahasa Arab, para penjajah menghidup-hidupkan bahasa Arab 'pasar', atau yang
lebih kita kenal dengan bahasa 'ammiyah. Kita kenal ada 'ammiyah Mesir,
'ammiyah Saudi, 'ammiyah Yaman, Sudan, Irak, Maghrib dan seterusnya. Nyaris
satu sama lain tidak bisa saling komunikasi.
Dan yang pasti, kalau memakai bahasa 'ammiyah itu,
dijamin kita tidak mampu mengerti Al-Quran, Sunnah, dan literatur keIslaman
lainnya. Coba saja para TKI Timur Tengah itu disuruh membaca kitab tafsir,
pasti mereka geleng-geleng kepala.
Sebaliknya, di negeri muslim lain yang belum semua
rakyatnya berbahasa Arab, mereka menghapus semua pelajaran bahasa Arab dari
kurikulum pendidikan.
Dan meski sang penjajah yang asli sudah pergi, dan
kita merdeka selama bertahun-tahun kemudian, penguasa negeri ini sama sekali
tidak pernah mau memasukkan kurikulum pendidikan bahasa Arab ke dalam pelajaran
sekolah. Sebaliknya, kurikulum bahasa Inggris justru diajarkan mulai dari SD
sampai perguruan tinggi.
Aneh bin ajaib. Sebuah negeri yang mengaku sebagai
negeri Islam, masih mempertahankan tradisi yang dibawa penjajah.
Maka terjadilah putusnya jalur peradaban. Kita yang
lahir setelah penjajahan, tidak mengenyam sistem pendidikan Islam. Semua
kurikulum datang dari barat, bahkan termasuk suatu yang di barat sana sudah
dianggap sampah, ternyata kita masih saja memakainya.
Di dalam otak para penguasa di negeri ini sudah
tertanam doktrin utama, yaitu ilmu pengetahuan hanya ada di barat. Dan inilah
titik pangkal kelemahan.
Belajar Dari Mentalitas Jepang
Tapi mentalitas sebagai 'bangsa terjajah' itu tidak
terjadi di Jepang. Meski pernah diluluh-lantakkan dengan bom atom, bangsa
Jepang tetap merdeka cara berpikirnya, mereka bisa cepat belajar dan bertekad
untuk mandiri.
Mereka mengirim mahasiswa dan pelajar ke Barat, bukan
untuk menjadi 'penyembah' barat, tetapi justru untuk 'mencuri' ilmu pengetahuan
mereka. Dan 'pencurian'nya bukan saja ilmu, tapi mereka berhasil mendatangkan
juga para profesor dan sumber-sumber ilmu pengetahuan barat ke Jepang.
Tidak seperti bangsa kita, konsepnya si Jepang ini
matang sekali. Yang diimpor oleh Jepang bukan produk teknologinya juga bukan
hafalan teori-teorinya, tetapi sumber-sumber asal-usul ilmunya. Pemerintah
Jepang sangat terbuka dengan riset dan pengembangan teknologi itu.
Apa yang di Amerika masih berupa proposal pengembangan
yang belum disetujui pendanaannya, di Jepang langsung dibiayai dan dijalankan.
Inilah bentuk 'penjajahan balik' Jepang kepada Barat. Akibatnya, teknologi
lebih berkembang di Jepang. Bahkan Jepang menjadi pengekspor produk teknologi
ke Barat. Amerika malah mengimpor mobil, motor, dan barang elektronik dari
Jepang.
Bandingkan dengan Indonesia, alih-alih belajar
teknologi dan membawa pulang ilmunya, bangsa kita malah lebih tertarik belajar
ilmu yang sosial dan budaya. Lucu juga, Amerika dan Barat terkenal paling tidak
punya kepekaan sosial dan berbudaya rendah, karena tangannya masih berlumur
darah akibat penjajahan ratusan tahun, kok kita malah belajar budaya dan moral
dari mereka. Apa yang menarik?
Tokoh-tokoh sekuler di negeri kita malah lebih gila
lagi. Bagaimana tidak, mereka malah mengirim para mahasiswa muslim untuk
belajar 'agama Islam' kepada para yahudi kafir di Barat. Padahal para yahudi
barat itu terkenal perusak dan penghina agama Islam, kok bisa-bisanya mahasiswa
dikirim untuk belajar kepada para pembenci Islam?
Maka kalau sepulang dari Amerika dan Barat itu mereka
jadi 'tukang bikin gara-gara', bikin sensasi tidak jelas ujung pangkalnya,
wajar saja. Lha wong ngajinya sama yahudi laknatullah.
Praktis dari segi pengembangan teknologi, nyaris tak
ada satu pun ilmu pengetahuan yang kita ambil dari barat. Kita tetap saja jadi
pengimpor produk teknologi dari mereka. Mulai dari kendaraan bermotor, sampai
barang elektronik kecil-kecil, kita impor semuanya.
Kita tidak pernah mandiri untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, termasuk juga tidak pernah mengembangkan kurikulum
pendidikan sendiri.
Akibatnya, tokoh-pokoh ilmu pengetahuan yang kita
kenal juga itu-itu saja, semuanya hasil jiplakan total dari Barat.
Pengembangan Dunia Pendidikan Yang Asli
Kita semua sepakat bahwa kalau kita mau membangun
bangsa ini, tentu kita harus mulai dari membangun dunia pendidikan. Selagi
dunia pendidikan kita amburadul, maka selama itu punya pendidikan kita akan
acak-adul.
Kurikulum pendidikan kita ini perlu diarahkan secara
lebih tegas, terutama dari sisi filosofinya. Apakah kita hanya sekedar mau
bicara formalitas, ataukah kita mau bicara kenyataan di lapangan?
Jadi penggalian kepada akar-akar sistem pendidikan dan
ke mana arahnya, adalah merupakan hal yang prioritas. Dalam dalam pada itu,
sebenarnya kita bisa menggali akar ilmu pengetahuan itu dari sumber peradaban
besar Islam.
Sayangnya ya itu tadi, kita ini sudah dan masih
dijajah oleh Barat. bahkan bahasa Arab pun kita tidak menguasai. Jadi bagaimana
kita mau menggali ilmu pengetahuan dari peradaban Islam, kalau bahasanya saja
tidak kita pahami.
Alhamdulillah, kami sempat mengenyam pendidikan di
Universitas Islam Al-Imam Muhammad Ibnu Suud, Kerajaan Saudi Arabia. Dalam
salah satu mata kuliah, kami diajarkan mata kuliah dasar-dasar pedagogik
(ushulut tarbiyah).
Menarik sekali, karena teori-teori yang diajarkan sama
sekali tidak menyebut teori orang barat. Kami malah diajak berkenalan dengan
ilmuwan muslim besar semacam Ibnu Khaldun, Al-Ghazali, dan lainnya. Di mana
sumber acuannya jelas, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Bukan teori-teori sekular
Barat yang rancu.
Salah satu teori pendidikan Islam yang masih sangat
melekat adalah bagaimana hubungan antara guru dan murid dibentuk sedemikian
rupa, sehingga ada sisi keberkahannya. Sesuatu yang barangkali menjadi 'aneh
dan asing' buat anda yang terbiasa dengan teori pendidikan barat.
Dan kalau mau dibanding-bandingkan, sejarah peradaban
Islam yang gemilang tentu tidak akan pernah ada, bila tidak ada generasi yang
dihasilkan oleh sistem pendidikan yang maju dan modern, yaitu sistem pendidikan
Islam.
Sayangnya, sistem ini terkubur di dalam tanah, dan
kita nyaris tidak pernah lagi bisa menemukannya. Semua adalah akibat bahwa kita
adalah korban dari sistem pendidikan barat itu sendiri. Yang sejak awal memang
ingin memastikan agar kita tidak bisa menemukan 'harta terpendam' berupa sistem
pendidikan yang sangat maju di dunia Islam. Caranya dengan membuat kita tidak
mengerti bahasa Arab.
Tapi, begitu anda melek bahasa Arab, maka di depan
anda terbentang sebuah dunia maha luas yang berisi khazanah kekayaan
intelektual Islam yang selama ini terpendam. Ada sekian banyak judul kitab yang
berbicara tentang berbagai ilmu pengetahuan Islam, termasuk ilmu pendidikan
dalam Islam.
Kalau menunggu terjemahan, paling-paling anda hanya
bertemu dengan bukunya Abdullah Nasih Ulwan yang judul terjemahannya menjadi
"dasar-dasar pendidikan Islam." Padahal buku itu hanya mengulas
sedikit saja tentang dunia pendidikan Islam. Di balik itu, masih ada begitu
banyak tulisan, buku, makalah dan karya besar tentang sistem pendidikan Islam
yang anda rindukan itu.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum
waramatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat,
Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar