Siapa sih yang tak mau kaya? Hayo ngaku.. nggak usah
ditutup-tutupi.. malu? Kenapa malu? Kaya kok malu.. malu kok kaya.. eh..
Memang menjadi tabiat manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Setelah terpenuhi, tidak lantas kebutuhannya berhenti, tetapi akan
naik dan terus naik mengikuti penghasilan yang ia miliki. Semakin tinggi
produktifitasnya, pasti semakin tinggi pula standar kebutuhan hidupnya. Yang
dulu makan tahu tempe sekarang naik jadi telur dadar, yang semula makan nasi
sekarang makan spageti, yang awalnya minum es teh sekarang minum teh botol
bahkan teh emberrrrr.. dan begitu seterusnya.
Itu baru urusan perut, belum lagi sandang dan papan yang
menjadi kebutuhan pokok lainnya. Belum lagi perabotan rumah tangga dengan
segala pernak-pernik yang ada. Dari TV, kulkas, mesin cuci, bla bla bla..
Masih ada lagi.. pendidikan, kesehatan, hiburan.. hm....
dulu waktu uangnya sedikit sekolahnya di Sekolah pinggiran, sekarang sudah
berduit sekolahnya di... di mana ya?? Di tengah-tengah dong..?? hweheheh..
sekolahnya di sekolah favorit.. waktu lagi kere mandinya di jamban.. waktu kaya
mandinya di toilet.. ups.. ape bedanye??
Thats enaugh!!
Setelah merasakan fase-fase di atas, Ada hal menarik dalam
hidup manusia..
Ambil contoh kisah si Alan yang sedang tak beruang dan sakit
mencret. Ceritanya dia berandai-andai. “andai saja aku punya uang, aku akan ke
dokter. Sudah nggak kuat lagi menahan sakitnya perut ini.. sakitnya tuh di
sini...!!!”, sambil ngelus-elus dompetnya yang bolong.
Tiba-tiba keajaibanpun datang, si Fulan yang baik hati tak
tega melihat tetangganya yang malang ini mengerang kesakitan. Aw aw aw aw aw.
“Nih, tak kasih..cepet berobat.. biar bisa kerja..”. katanya sambil memberi
uang biru dua lembar. Si Alan gembira bukan main. Ada juga orang baik yang
memperhatikan kesehatannya.
Pikiran Alan melayang-layang memikirkan apa yang hendak
diperbuat dengan uang biru itu. “em.. enaknya ke dokter sekarang atau besok
ya??.. em.. atau buat servis kipas angin di rumah ya.. em.. lagian perutku
nggak sakit-sakit amat kok..”, ocehnya melupakan pesan si Fulan.
Akhirnya si Alan menunda keinginannya yang semula yaitu
pergi berobat ke dokter. Ia pun bergegas kembali ke rumah untuk menyerviskan
kipas angin kesayangannya, teman tidur di malam hari penjaga diri dari godaan
nyamuk yang menusuk.. jangan mengutuk hewan lho ya..
Besoknya, Fulan pergi ke pasar melewati depan rumah Alan.
Kebetulan Alan sedang duduk membaca koran dengan rokok menyala di tangannya.
“Alan..”, sapa Fulan kepada pesakitan kemarin. Mendengar namanya disebut, Alan
tergagap dan tengak-tengok mencari sumber suara yang tak asing baginya.
“sepertinya aku pernah mendengar suara ini,, tapi itu suara apa ya”, gumamnya
dalam hati. Matanya menyusuri setiap sudut di hadapannya. Kiri ke kanan atas ke
bawah, tidak ada satupun manusia yang dilihatnya.
“Jangan-jangan..”, dia teringat beberapa hari lalu ketika
nonton bola di toko Bang Haji. Saat itu Bang Haji mengirim pesan BBM kepada
Alan yang berisi ajakan nonton bersama friendly match Indonesia versus Syiria.
Pukul 21.00 waktu setempat, Alan langsung tancap gas dengan jupiter kuningnya
ke Toko Bang Haji. TV bang haji membelakangi kaca depan toko, sehingga mereka
dapat melihat orang yang datang ke sana ataupun dia yang hanya sekedar numpang
lewat.
Gerimis dan hawa dingin seakan mau mencairkan panas keseruan
menonton pertandingan di TV. Sesekali mereka berdua berteriak-teriak seperti
tak mau kalah dengan Bung ‘Ahay’ Gunawan si komentator kondang sepakbola.
sekitar pukul 22.00 keanehanpun terjadi. Tiba-tiba, pandangan mereka tertuju
pada kaca depan. Sesosok anak skitar umur 9 tahun lewat nyelonong di depan
toko. Tak seperti biasanya, ia tak memunculkan suara lengkah kaki, atau suara
eratan sendal jepit lazimnya orang-orang berjalan. Apalgi, jalan depan toko itu
becek. Entah kenapa jam segitu masih ada anak kecil berkeliaran di luar rumah.
Alan yang penasaran segera keluar mencari anak itu. Tapi
ajaib bin sulapan. Anak itu hilang tanpa jejak. Anak itu menuju ke arah kiri
toko. Sedangkan, toko Bang Haji itu berada di pojok gang. Dan... di sisi itu
ada pohon melinjo tua yang tak lagi berbuah.. (lho.. kok malah cerita serem
ya.. gak nyangkut judul.. ah.. sudahlah.., mari lanjut).
Baik alan maupun Bang Haji, keduanya terheran-heran dengan
kejadian tersebut. Bang Haji yang baru setahun membuka toko di situ tak tahu apa-apa
ihwal pohon melinjo tua, pun dengan hal-hal mistis di daerah sana. Keduanya
hanya melempar pandang dan tanda tanya.. “tadi itu siapa?, tanya Bang Haji pada
Alan. “nggak tau bang, tadi aku cek tahu-tahu sudah hilang. Cepet banget
jalannya”, balasku.
Bang haji tiba-tiba ketakutan, dia berlari masuk ke dalam.
Akupun tak mau sendirian di luar sehingga turut kabur di belakangnya. “aku
takut uangku kenapa-napa, lan. Jangan-jangan itu tuyul, lagi”, katanya. “ah,
masa tuyul. Tadi dia ada rambutnya kan? Pakai kaos kuning”, sahutku. Hm..
entahlah.. Alan masih tak percaya atas kesaksiannya. Apakah tadi benar-benar
mahluk gaib, atau Cuma halusinasi saja. tapi tuyul kok punya rambut ya??
ALAN!!!, kata itu meledak di telinga kirinya. Ia pun kaget
dan nafasnya ikut tersengal. “ah, kamu pak.., ngagetin saja”, kata Alan.
Ternyata dari tadi Fulan mbersembunyi dan menunggu waktu yang tepat untuk
mengejutkan Alan. “Hahaha.. biasa aja deh.. lho kamu nggak siap-siap kerja?”,
tanya Fulan heran. “tidak ah. Masih sakit”, jawab Alan seraya memegang
perutnya.
Fulan : “kemarin sudah berobat?”.
Alan : “belum”.
Fulan : “lho, kenapa?”,
Alan : “dokternya libur”.
Fulan : “oh, ya sudah. Cepet sembuh aja deh. Aku cabut dulu
ya.. assalamualaikum”,
Alan : “buru-buru amat pak, waalaikum salam”
Fulan berlalu mengabaikan pertanyaan alan. Alan tadi
berbohong kepada fulan perihal alasannya tak pergi ke dokter. Tentu ia malu
kalau sampai tahu ia mengalihkan uang pemberian fulan untuk menyervis kipas
angin.
Tidak sekali ini fulan berbaik kepada alan. Dulu waktu
sekolah, fulan sering membantu kesulitan alan. Baik materi pelajaran, maupun
jajan. Yang paling nyata itu ketika alan terserempet sepeda motor. Dengan ijin
wali kelas, Fulan berkeliling ke tiap kelas untuk meminta sumbangan kepada teman-teman.
Ia mengumpulkan dana sosial untuk membantu meringankan beban biaya pengobatan
rumah sakit Alan. Sambil menangis, satu demi satu orang ia sodori kardus sosial.
Puncaknya, ketika Ramlan memasukkan uang Rp.50.000 ke
kardus. “ini untuk kesembuhan Alan”, katanya. “tiba-tiba tangis fulan terhenti.
Matanya melotot ke arah Ramlan. Ramlan sendiri bingung mengartikan arti
pelototan Fulan. “ada apa pak?”, tanya Ramlan. Fulan memang dari SD dijuluki
Pak Guru karena dia sangat rajin membaca buku. “Kembali berapa?”, jawab Fulan.
“Nggak kok.. semuanya”, jawab Ramlan yang sedikit ketakutan karena pandangan
Fulan semakin tajam. Dan saat mendengan ucapan Ramlan itu, tangis Fulan meledak.
Huwa...huwa...huwa... mungkin fulan terharu atas ketulusan Ramlan. Yang lain
hanya memberi seribu, dua ribu, lima ribu, tapi Ramlan memberi lima puluh
ribu..
Alan akan terus mengingat kebaikan Fulan kepadanya. Ia
merasa banyak berhutang budi kepada Fulan, sedang ia sendiri merasa jarang
membantu atau memberi sesuatu yang berharga kepada temennya ini. Tiba-tiba saja
ia merasa bersalah sudah membohongi Fulan. Walaupun mungkin dustanya itu tidak
berarti apa-apa bagi fulan. “apakah aku pantas membohongi teman baikku ini?.
Sedang ia selalu berbuat baik kepadaku. Ah.. nyesel aku. Ya sudah, nanti sore
aku ke dokter”, gumam Alan dalam hati.
Alan merogoh sesuatu di saku atas bajunya. Dikeluarkan
slembar kertas berwarna hijau. Ayo tebak apa itu? ........ uang?? Salah.. itu
adalah nota servis kipas angin kemarin. Tertera biaya servis sebesar Rp.25.000.
kemudian ia merogoh saku celananya yang kanan, keluar selembar kertas berwarna
merah muda. Dan itu adalah........... uang sepuluh ribu?? Bukan.. itu adalah
kupon dari toko servis kipas tadi. J
Ia rogoh saku celananya yang kiri.. dan ia mengeluarkan
sesuatu dari dalamnya.. lima buah koin limaratusan kembalian membeli wedang
ronde semalam. Dan terakhir, ia rogoh saku celananya yang belakang. Kali ini ia
terpaksa mengeluarkan benda di dalamnya dengan berdiri. Ia mendapati uang
Rp.65.000 dari dalamnya. Sejenak ia berpikir. Jidatnya berkerut memikirkan apa
saja yang telah ia lakukan kemarin. “emm servis dua lima( Rp.25.000), wedang
dua setengah (Rp.2.500), ini uangnya ada enam lima dua setengah (Rp.67.500,
berarti kurang lima ribu... dimana ya? Em.. dimana.. dimana... dimana...”, Alan
ngomong sendiri dengan rokoknya yang ternyata sudah dimatikan Fulan tanpa
sepengetahuannya.
bersambung...............................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar