Senin, 03 Mei 2021

REFLEKSI PEMBELAJARAN ONLINE PADA MASA PANDEMI DI MADRASAH IBTIDAIYAH

Pendidikan adalah kebutuhan masyarakat yang tidak bisa ditinggal. Amanat Undang-undang Dasar untuk mencerdaskan bangsa memaksa pemerintah untuk berpikir keras bagaimana caranya menyelenggarakan pendidikan meski badai covid-19 belum juga usai. 

Genap setahun sejak dikeluarkannya Surat Edaran Bupati Demak Nomor 440.1/5 Tahun 2020 tertanggal 16 Maret 2020 tentang pencegahan dan penanganan Covid-19 sekolah tidak lagi sama dan tidak lagi semengasyikkan dahulu. Di mana sebelumnya guru dan siswa dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka berikut dengan berbagai model pembelajaran yang diinginkan. Kini kegiatan pembelajaran beralih menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang penuh dengan keterbatasan.

Mau tidak mau Ahmad Firmansyah, guru kelas III MI At Tanwir, memberikan pembelajaran online kepada peserta didiknya. Banyak sekali tantangan dan hambatan yang dialami baik dari segi sarana, sumber daya, hingga sistem.

Pertama, sarana telekomunikasi. Bagi siswa kelas III pembelajaran online adalah hal yang asing dan rumit. Untuk merealisasikannya siswa harus mempunyai sarana pembelajaran yakni perangkat telepon berbasis android (selanjutnya kita sebut telepon seluler). Ini adalah syarat mutlak dan menjadi modal awal bagaimana pembelajaran online bisa terlaksana. 

Beruntungnya semua orang tua siswa di MI At Tanwir memenuhi sarana ini sehingga siswa siap untuk mengikuti. Kondisi berbeda dialami oleh siswa MI Irsyadut Thullab di mana hanya sebagian siswa yang memiliki. Hal itu memaksa mereka berkelompok dengan siswa lainnya untuk mendapatkan materi pembelajaran.

Kedua adalah sumber daya. Semua hal baru membutuhkan adaptasi dan kemauan untuk menerima perubahan. Dalam hal ini siswa kelas III belum terbiasa menggunakan sarana ponsel android. Maka para orang tua perlu mendampingi anak saat pembelajaran online berlangsung.

Masalahnya adalah tidak semua orang tua mampu melakukannya. Ahmad Firmansyah menjelaskan beberapa siswa urung hadir saat pembelajaran online berlangsung. Setelah dikonfirmasi kepada yang orang tua yang bersangkutan rupanya hal itu dikarenakan mereka sibuk bekerja. Toh kalaupun ponsel ditinggal, siswa belum mampu mengoperasikannya.

Selain itu, kendala lainnya adalah lemahnya penguasaan pedagogik orang tua. Beberapa orang tua mengaku kesulitan saat mendampingi anak belajar. Mereka merasa kesulitan membimbing penugasan yang guru berikan. Hal itu menyebabkan anak gagal memahami materi. Dan hal itu diperparah oleh fakta bahwa beberapa orang tua memang tidak paham dengan tugas yang guru berikan. Lalu bagaimana mungkin mereka mampu membuat anak mereka paham?

Hambatan yang ketiga adalah sistem. Awal sekali edaran pembelajaran jarak jauh dikeluarkan, Bupati menginstruksikan siswa untuk belajar di rumah dan sekolah menyelenggarakan kegaitan belajar mengajar (KBM) secara daring. Baik dinas pendidikan dan kebudayaan Demak selaku induk institusi pendidikan tingkat SD maupun kementerian agama untuk MI tidak memberikan petunjuk teknis dan pelaksanaan pembelejaran daring. Walhasil, para guru cukup kaget dan gagap untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

Saat wawancara dengan Sirojul Munir, Kepala MI Irsyadut Thullab, beliau menuturkan bahwa semua pihak mulai dari guru, siswa, dan orang tua mengalami semacam kejutan perubahan sosial. 

Menyikapi perubahan tersebut dalam waktu yang begitu cepat guru segera memulai pendampingan kegiatan belajar mengajar daring semampunya dengan mengoptimalkan skill dan sumber daya yang ada.

Kebanyakan dari mereka menggunakan Grup Whatsapp (GWA) sebagai aplikasi untuk berkomunikasi dengan siswa serta mengirimkan materi dan tugas pembelajaran. 

Ahmad Firmansyah mengaku hanya menggunakan Whatsapp sebagai media ruang pembelajaran online siswa. Hal itu disebabkan minimnya penguasaan orang tua siswa dalam menggunakan aplikasi lainnya seperti google meeting atau zoom. Bahkan untuk sekedar membuat akun. 

Dalam praktiknya Ahmad Firmansyah lebih sering memberikan bahan pembelajaran atau instruksi melalaui pesan teks, pesan suara, dan gambar. Ia tidak memberikan materi berupa video. Beberapa siswanya pernah mengeluh bahwa media video membuat memori ponsel penuh dan cepat panas.

Senada dengannya, Sirojul Munir juga lebih memilih Whatsapp sebagai aplikasi penunjang pembelajaran online mengingat keterbatasan sarana. Ia pernah menggunakan youtube sebagai media tugas. Namun yang terjadi adalah keterlambatan pengerjaan dikarenakan ketiadaan kuota internet. siswa tidak mempunyai cukup kuota internet untuk mengakses dan mengunduh video pembelajaran yang guru buat.

Pengalihan pembelajaran dari tatap muka menjadi daring memunculkan efek domino yang pelik. Berbagai hambatan di atas membuat orang tua canggung dan ragu dengan keberhasilan pembelajaran online sehingga sebagian besar orang tua menghendaki agar pembelajaran tatap muka dilaksanakan meski pandemi belum sepenuhnya hilang.

GURU TIDAK NYAMAN

Dalam hal ini guru sebagai ujung tombak pendidikan yang langsung bersentuhan dengan siswa menjadi bingung dan serba salah. Di satu sisi para guru tidak bisa melaksanakan kegiatan pembelajaran daring (belakangan pemerintah menyebutnya Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ) dengan baik. Di sisi lain para guru dituntut untuk tetap meberikan pembelajaran yang nyaman, murah, dan menarik.

Dalam teknis operasinal pembelajaran daring, para guru mengalami beragam kesulitan saat melakukan pembinaan kepada siswa. Sebagai contoh adalah ketika guru ingin memberikan umpan balik. Terkadang siswa tidak bisa memahami betul instruksi yang guru berikan. Sehingga hasil pekerjaan menjadi keliru. Sedangkan ketika pembelajaran tatap muka ketika siswa melakukan kesalahan guru bisa langsung mengarahkan hingga ke detil operasional langkah-langkah yang harus siswa lakukan.

Terkadang siswa tidak bisa dihubungi karena suatu hal. Ia menceritakan ada siswa yang selalu menolak panggilan video dengan alasan malu.

Kesulitan berikutnya adalah terkait penilaian dan otentisitas. Dalam pembelajaran online guru belum bisa memastikan otentisitas pekerjaan siswa karena guru tidak bisa memantau secara langsung apakah siswa mengerjakan secara mandiri atau berlaku tidak jujur dengan mengklaim pekerjaan orang lain.

Ahmad Firmansyah menyampaikan bahwa ada banyak materi pembelajaran yang sulit untuk dilakukan secara daring seperti mapel penjaskes dan sebagainya yang berkaitan dengan praktik.

Beberapa siswa tidak mengerjakan tugas sesuai waktu yang diberikan sehingga guru memberikan waktu yang lebih fleksibel sesuai kemampuan siswa. Bagi Ahad Frimansyah yang penting siswa mengerjakan. 

Terkait penjadwalan di MI At Tanwir, mengingat Kemenag tidak memberikan teknis pelaksanaan maka Kepala Madrasah memberikan kebebasan penyanmpaian materi dari guru kepada siswa. Jadwal diatur fleksibel 3 pelajaran per hari dengan durasi 3 jam.

KREATIF

Dalam kondisi terbatas ini kita tidak bisa menyalahkan siapapun. Perubahan terjadi begitu cepat dalam berbagai lini kehidupan. Dan sialnya kita tidak sempat mengantisipasi perubahan.

Meskipun demikian pelaksanaan pembelajaran daring yang penuh hambatan tidak menyurutkan langkah para guru untuk memberikan layanan pendidikan. Mereka mencoba berbagai platform penyedia pembelajaran daring seperti zoom meeting, google meeting, quipper, dan sebagainya. Selain itu para guru juga belajar membuat media audio visual berbasis digital seperti video, dan animasi. 

Ahmad Firmansyah mengaku dia banyak mempelajari hal baru terkait penyampaian materi secara online yang sebelumnya belum pernah ia dan rekan-rekan guru terima. Hal ini membuat guru semakin kreatif dalam menyikapi perubahan yang ada. Meskipun pada realita lapangan aneka macam teknik pembelajaran daring tersebut belum bisa sepenuhnya diterapkan kepada siswa karena berbagai alasan di atas.

Selain itu guna menyikapi larangan berkerumun dan keterbatasan sarana, guru membuat kelompok kecil belajar yang terjadwal dengan siswa. Kegiatan dilaksanakan di rumah guru atau siswa sesuai kesepakatan dengan memperhatikan jarak dan jumlah siswa.

Dalam hal ini keseriusan guru untuk tetap memebrikan layanan pendidikan kepada siswa tidak perlu diragukan. Bahkan beberapa kali Ahmad Firmansyah mengaku melakukan ‘patroli’ ke rumah-rumah siswa untuk memastikan apakah siswanya benar-benar sedang belajar. 

Selaiin itu Guru berupaya mempermudah layanan pendidikan dengan sering menghubungi siswa secara pribadi terkait masalah pelajaran yang diterima. Bahkan guru bersedia memberikan pembelajaran secara pribadi bila ada siswa yang datang meminta diajar.

Atas berbagai masalah di atas baik guru, siswa maupun orang tua berharap agar pembelajaran tatap muka bisa segera dimulai. Bagaimanapun pembelajaran daring tidak bisa menggantikan pembelajaran langsung atau pembelajaran tatap muka. Lebih-lebih terhadap peserta didik kelas rendah yang masih memerlukan pendampingan secara langsung.

Terkait kegiatan belajar mengajar di rumah, para guru hanya bisa berharap agar siswa tetap belajar bagaimana kondisinya dan orang tua bisa mendampingi dan mengontrol siswa untuk dalam mencapai tujuan pembelajaran.