Selasa, 31 Desember 2019

Kumpulan Puisiku

"Lalu Sendiri"
Mula, kita adalah dua
Hingga Surya dan Candra menuntun langkah
Bertemu, bersua dalam cahaya
Hangat dan tentram menyatu dalam pandang
Lalu karam
Menjerat begitu cepat
Cintamu raib dalam hitungan detik
Hilang ditelan gelombang
Lalu sendiri
Mendayung rindu menuju muara
Bersenandung riang dibasahi peluh
Pantang luruh menunggu hatimu luluh

Minggu, 29 Desember 2019

Buat Apa


Buat apa aku kecewa
Toh hati ini sudah akrab dengan penolakan
Maka segala pedih dan getih ini menjadi biasa

Buat apa aku patah
Toh diri ini sudah berkali-kali gagal
Maka segala risau dan racau menjadi percuma

Buat apa aku dendam
Toh semua ini adalah keputusan Tuhan
Aku belajar memohon ridhonya
Aku belajar ridho menerima taqdirnya

Kamis, 26 Desember 2019

DIENG, PUAS PUAS PUAS

Oleh: Ghofur Dzulhikam


DIBALIK UDANG
Melihat Mbak Nik pasang story mau ‘JJ’ ke Dieng aku jadi penasaran, mau apa dia? Selidik punya selidik rupanya Mbak Nik berencana nge-camp di sana pada 24-25 Desember. Dia akan berangkat bersama Pak Ni, Pak Im, Mbak Vita, Bu Indah, Pak Zin, dan lainnya.

Nama terakhir buat aku terkejut. Tumbenan Beliau ikut acara kek gini. Pakdeku yang satu ini (gosah tanya usianya berapahh) setahuku jarang ikut acara outdoor di alam. And you know, Beliau justru jadi aktor utama di camping kali ini. He made us cekikikan all day long. Mengubah dingin menjadi hangat dan mengubah hangat menjadi kebelet pipis. Ahhh.. Aku langsung menyatakan gabung. Sepertinya seru dan bakal mengasyikkan kumpul sama mereka-mereka. Lagian aku juga belum pernah ke Dieng. Mumpung ada rombongan dekat, cuss mangkaaattt.

Sabtu, 07 Desember 2019

Bangga Menjadi Relawan Demokrasi


Oleh: Muhammad Abdul Ghofur

Periode Januari hingga April 2019 lalu saya mempunyai kesibukan baru. Tak seperti hari-hari biasanya, pada bulan tersebut saya harus berdandan rapi, bersepatu, lengkap dengan jaket dan topi bertuliskan “Pemilih Berdaulat Negara Kuat”.  Bukan sebagai Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau Tim Sukses peserta pemilu melainkan sebagai “Relawan Demokrasi”.

Relawan Demokrasi (Relasi) adalah orang yang ditugaskan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk memberikan edukasi kepemiluan  kepada masyarakat secara sukarela. Tugas mulia, bukan? Karena itu, kami dituntut untuk serius, ikhlas, srta menjaga netralitas selama bertugas.

Dalam pelaksanaannya Relasi dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan sosialisasi berdasarkan basis yang ditentukan, antara lain basis keagamaan, perempuan, keluarga, pemilih pemula, kaum marginal, dll. Kebetulan saya bersama empat orang lainnya ditugaskan pada basis pemilih pemula di mana basis ini menyasar pada orang yang pertama kali menggunakan hak pilihnya yaitu remaja berusia 17 tahun atau pensiunan Polisi dan TNI (Tentara Nasional Indonesia). Jadi tak heran saya bersama teman satu basis kerap mengunjungi sekolah setingkat SMA/SMK/MA untuk melaksanakan sosialisasi.

Ada banyak hal menarik selama saya bertugas sebagai Relasi. Berikut akan saya ceritakan.
Pertama, fleksibel. Karena kami menyasar anak sekolah, kami jadi tak perlu pusing mencari di mana kami harus melaksanakan sosialisasi. Ada banyak sekolah yang bisa kami datangi, setiap pagi, setiap hari. Kecuali hari libur tentunya. Waktu lebih flekibel sesuai keinginan relasi, ingin senin, selasa, rabu, pagi, siang, atau agak siang. Kami cukup membuat daftar sekolah yang akan dikunjungi, datang dan buat janji, lalu tinggal eksekusi.

Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan basis lain. Contoh basis perempuan, relasi tidak bisa membuat jadwal sesuai kehendaknya. Ia cenderung mengikuti kapan jadwal pertemuan kelompok perempuan itu diadakan mengingat kelompok tersebut sudah memiliki jadal tersendiri dan tidak bia diganggu gugat.

Kedua, pengalaman. Namanya basis pemula berarti belum pernah menggunakan hak pilihnya. Di sini Relasi memberikan sosialisasi mengenai sesuatu yang baru bagi mereka. Dari apa itu pemilu, kapan pelaksanaannya, apa peran kita, cara mencoblos, dan lainnya. Maka tak heran, kami yang sebenarnya tak pintar-pintar amat saat SMA, saat itu kami menjadi terlihat pintar dan hebat di mata mereka. Kami mengupas tuntas dari A sampai Z hiingga mereka puas dan paham. Mereka pun senang bahkan terpesona dengan apa yang kami sampaikan.

Hingga ada atu siswa berkata, “Kak, ini kan aku kelas tiga. Habis lulus nanti aku ingin seperti kakak”. Saya sendiri jadi merasa bangga dan berkata dalam hati, “Alhamdulillah.. Ada gunanya saya datang ke sini. Bersoialisai dan menginspirasi. hehe”

Ketiga, antusiasme. Beberapa waktu kami mendapati peserta kurang begitu antusias saat sosialisasi berjalan. Mereka hanya melihat dan diam tanpa umpan balik. Akhirnya saya siasati dengan membuat kuis berhadiah yang murah dan meriah. Setelah saya sampaikan perihal adanya kuis, kelas menjadi riuh, hidup, dan penuh perhatian. Siswa berebut menjawab semua pertanyaan yang saya berikan. Terserah deh. Saya pun menyiapkan 3 sampai 5 bingkisan hadiah. Tak perlu banyak dan mewah, cukup uang Rp 5.000-an dibalut amplop mereka pasti bahagia. hehehe

Keempat, prestise. Saat saya keluar rumah membawa jaket Relasi, maka para tetangga sekitar dan orang di jalan akan menatap saya betul-betul. “Siapa ya..??”. Begitu pula saat saya mengunggah gambar kegiatan sosialisasi di media sosial. Beberapa teman akan bertanya saya sedang melakukan apa dan sebagai apa. Saya pun menjelaskan bahwa saya adalah relawan utusan KPU Demak yang ditugaskan memberikan sosialisasi kepemiluan. Dan mereka berkesimpulan, “Oh.. sekarang kamu kerja di KPU”. Saya hanya mengiyakan saja menikmati hidup. Hahaha

Kelima, celoteh aneh-aneh. Beberapa anak SMA juga ada yang sudah melek politik. Ketika dilempar pertanyaan, apa yang kamu ketahui tentang pemilu?. Maka dia akan menjawab, “bag-bagii duitttt” atau “serangan fajaaar”. Saya cukup heran anak pemula kok sudah tahu hal buruk ini. Nah, di sinilah seorang relasi perlu meluruskan salahh kaprah ini. Saya pun memberikan pemahaman kepadanya bahwa pemilu merupakan pesta demokrasi yang tumbuh dari kesadaran para warga negara untuk menggunakan hak pilihnya secara sadar dan suka rela. Bukan karena uang atau imbalan. Karena pemimpin yang adil tidak akan lahir dari politik uang.

Mewujudkan pemerintahan yang adil merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat tanpa terkcuali. Maka, kita tidak boleh diam dan hanya menonton. Namunn, kita harus ambil bagian. Dan menjadi Relasi merupakan salah satu cara untuk mewujudkannya. Aku bangga menjadi Relasi, Relawan Demokrasi.


TERSERAH PEMDA


Oleh: Muhammad Abdul Ghofur

Setelah tulisan saya yang berjudul “Nasib PGMI tak laku di SD Negeri” ramai jadi pembicaraan teman-teman dan dosen PGMI IAIN Kudus, pihak rektorat bergerak cepat dengan mengadakan audiensi bersama Pemda Kudus pada 18 November 2019 mengingat Kudus tak menerima S1 PGMI sedang Kudus adalah rumah bagi IAIN Kudus. Kok tega banget Bapak tak mengakui anaknya.

Pertemuan itu menghasilkan keputusan bahwa alumni PGMI bisa ikut serta dalam pendaftaran ASN guru SD. Teman-teman menyambut baik kabar itu. Mereka segera melakukan pendaftaran untuk formasi guru kelas. Belakangan diketahui ada 29 orang alumni PGMI yang mendaftar di Kab. Kudus.

Namun, ada beberapa kejanggalan yang saya temukan. Pertama, hasil keputusan audiensi tersebut yang beradar berbunyi sebagai berikut,

“Alumni PGMI bs ikut serta dlm pendaftaran ASN guru SD, oleh sebab itu mulai sekarang bs mempersiapkan segala persyaratan administrasi yg dibutuhkan sehingga bila pengumuman dr menpan RB turun bisa langsung mendaftar”.

Hal di atas menunjukkan bahwa alumni PGMI hanya dipersilakan  mendaftar tanpa ada jaminan pendaftaran tersebut bisa diterima. Karena kita perlu menunggu keputusan dari Kemenpan. Keputusan diloloskan atau tidaknya PGMI untuk mengisi formasi Guru Kelas berada di Kemenpan. Dan kita sama-sama tahu penetapan yang sudah beredar tidak bisa ditarik lagi. Persis seperti kejadian Nina Susilawati Sijunjung (link: https://www.jawapos.com/jpg-today/04/01/2019/begini-kronologi-pembatalan-kelulusan-cpns-sijunjung/). Saya masih mencoba maklum, mungkin ini sebuah privilese yang patut ditunggu.

Kejanggalan kedua, saat melakukan isian form pendaftaran online. Karena sejak awal Pemda Kudus tidak mencantumkan PGMI untuk diterima mengisi jabatan guru kelas, maka sudah pasti opsi PGMI tidak ada saat pendaftar memasukkan isian prodi. Kebingungan ini jadi topik sendiri di grup kami.

Menindaklanjuti hasil audiensi tersebut di atas maka terpaksa kami mengisi form prodi dengna isian PGSD. Ya, PGMI numpang PGSD. Lucunya, kami tetap mengisi form Perguruan Tinggi (PT) dengan IAIN Kudus. Jadi yang terbaca kami adalah lulusan PGSD IAIN Kudus. Sudah jelas itu menyalahi kenyataan. Kejanggalan ini membuat saya ragu. Saya memprediksi bahwa PGMI akan berhenti di seleksi administrasi.

Dan per 6 Desember 2019 kami dapat edaran surat dari Kemenpan kepada Bupati Kudus yang intinya penetapan formasi dan kualifikasi yang sudah ditetapkan tidak dapat diubah. Penentuan formasi dan kualifikasi untuk periode mendatang agar diusulkan sejak awal dan merujuk pada Surat Dirjen GTK Nomor 33022/B.B4/GT/2017 tertanggal 6 November 2017. (Link https://docplayer.info/65606248-Lampiran-surat-direktur-jenderal-guru-dan-tenaga-kependidikan-nomor-33022-b-b4-gt-2017-tanggal-6-november-2017.html)

Surat tersebut berisi Linieritas Program Studi PPG Daljab dengan kualifikasi akademik. Tertera bahwa jabatan Guru Kelas SD bisa diisi pelamar dengan kualifikasi PGMI. Pertanyaannya, Mengapa pemda terkait mengabaikan surat edaran ini? Apa yang salah dengan PGMI? Mengapa sebuah hal yang seharusnya bisa dilakukan tapi tidak diindahkan?

Apakah ini bagian dari persaingan dua lembaga besar Kementerian Pendidikan dan Kemnterian Agama? Atau murni kecerobohan Pemda? Kalian harus bertanggung jawab. Kami adalah korban dari sistem. Kami muak.