Selasa, 07 Oktober 2014

PROSES MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA DAN UNSUR SPIRITUAL SEBAGAI BENTENG PERADABAN



PROSES MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA DAN UNSUR SPIRITUAL SEBAGAI BENTENG PERADABAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Izah Ulya Qadam, M.Pd.I




Oleh :
1.      M. Abdul Ghofur  (1310320005)
2.      Nurul Hidayah        (1310320013)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2014


KATA PENGANTAR


بسم الله ارحمن الرحيم الحد لله رب العا لمىن حمدا كثيرا والصلاة والسلام علي من ارسله بشيرا و نذيرا وعلي اله الطاهرين واصحابه الطيبين                                                                               
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu dosen yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk membuat makalah yang berjudul Proses Masuknya Islam di Indonesia dan Unsur Spiritual Sebagai Benteng Peradaban”. Dan Alhamdulillah kami bisa menyelesaikan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Sejarah Peradaban Islam tepat pada waktunya.
Selanjutnya kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini jauh dari kesempurnaan. Berangkat dari hal ini kritik dan saran kami harapkan dari pembaca sekalian, terutama dari Ibu dosen, guna perbaikan makalah kami yang akan datang. Terima kasih

.
Kudus, 25 Maret 2014

Penyusun


DAFTAR ISI








BAB I

PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG

Islam adalah rahmatan lil alamin (rahmat bagi semua umat). Ia bersinar dari jazirah Arab dan melingkupi jazirah-jazirah di sekelilingnya. Setelah Ali Ra dilengserkan Muawiyah ibn Abu Sofyan, pusat pemerintahan berpindah dari Kufah ke Damsyik. Di sana, Muawiyah mendirikan dinasti baru yang bernama Dinasti Umayah. Upaya perluasan wilayah kembali digalakkan. Mulai dari Afrika Utara, Andalusia, Eropa, Cina, Persia, hingga Indonesia.
Di Indonesia sendiri banyak ditemukan peninggalan-peninggalan materil yang berbau Arab atau Islam seperti nisan makam, masjid, ataupun peninggalan budaya seperti selamatan, dan ritual-ritual lainnya.
Lalu bagaimanakah, proses masuknya Islam ke Indonesia. Maka dari itu di sini penulis akan membahas proses masuknya Islam di Indonesia serta unsur-unsur spiritual peradabannya.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.    Bagaimanakah proses masuknya Islam ke Indonesia?
2.    Bagaimanakah tanggapan masyarakat Indonesia atas kedatangan Islam?
3.    Apa yang dimaksud dengan spiritual?
4.    Apa urgensi unsur speiritual dalam peradaban Islam?

C.    TUJUAN

1.      Mengetahui proses masuknya Islam ke Indonesia
2.      Mengetahui tanggapan masyarakat Indonesia atas kedatangan Islam
3.      Mengetahui pengertian spiritual
4.      Mengetahui urgensi unsur speiritual dalam peradaban Islam


BAB II

PROSES MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA


A.    Proses masuknya Islam ke Indonesia

Menurut Ahmad Mansur proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia.[1]
1.      Teori Gujarat
Teori Gujarat berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.
2.      Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori  lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).  Dasar teori ini adalah:
1)     Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 H di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab) : dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di PKanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
2)     Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi dan beraliran syiah.
3)     Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.
3.      Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
1)   Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
2)   Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
3)   Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda tanda  bunyi Harakat.
4)   Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
5)    Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).

B.     Jalur Penyebaran Islam di Indonesia

Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu saluran perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian dan politik.[2]
1)   Saluran Perdagangan
Diantara saluran Islamisasi di Indonesia pada taraf permulaannya ialah melalui perdagangan. Hal ini sesuai dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad-7 sampai abad ke-16, perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur benua Asia dan dimana pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta menggambil bagiannya di Indonesia. Penggunaan saluran islamisasi melalui perdagangan itu sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan jalinan di antara masyarakat Indonesia dan pedagang.
Dijelaskan di sini bahwa proses islamisasi melalui saluran perdagangan itu dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan. Secara umum Islamisasi melalui perdagangan itu dapat digambarkan sebagai berikut:
Para pedagang yang berdatangan diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan-perkampungan. Perkampungan pedagang Muslim dari negeri-negeri asing disebut Pekojan.

2)    Saluran Perkawinan
Perkawinan merupakan salah satu dari saluran-saluran Islamisasi yang paling memudahkan. Karena ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin, tempat mencari kedamaian diantara dua individu. Kedua individu yauitu suami isteri membentuk keluarga yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini berarti membentuk masyarakat muslim.
Saluran Islamisasi melalui perkawinan yakni antara pedagang atau saudagar dengan wanita pribumi juga merupakan bagian yang erat berjalinan dengan Islamisasi. Jalinan baik ini kadang diteruskan dengan perkawinan antara putri kaum pribumi dengan para pedagang Islam. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim. Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah setelah mereka mempunyai kerturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim.
3)   Saluran Tasawuf
Tasawuf  merupakan salah satu saluran yang penting dalam proses Islamisasi. Tasawuf termasuk kategori yang berfungsi dan membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia yang meninggalkan bukti-bukti yang jelas pada tulisan-tulisan antara abad ke-13 dan ke-18. hal itu bertalian langsung dengan penyebaran Islam di Indonesia.20 Dalam hal ini para ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakatnya. Jalur tasawuf, yaitu proses islamisasi dengan mengajarknan teosofi dengan mengakomodir nilai-nilai budaya bahkan ajaran agama yang ada yaitu agama Hindu ke dalam ajaran Islam, dengan tentu saja terlebih dahulu dikodifikasikan dengan nilai-nilai Islam sehingga mudah dimengerti dan diterima.
4)   Saluran Pendidikan
Para ulama, guru-guru agama, raja berperan besar dalam proses Islamisasi, mereka menyebarkan agama Islam melalui pendidikan yaitu dengan mendirikan pondok-pondok pesantren merupakan tempat pengajaran agama Islam bagi para santri. Pada umumnya di pondok pesantren ini diajarkan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, atau ulama-ulama. Mereka setelah belajar ilmu-ilmu agama dari berbagai kitab-kitab, setelah keluar dari suatu pesantren itu maka akan kembali ke masingmasing kampung atau desanya untuk menjadi tokoh keagamaan, menjadi kyai yang menyelenggarakan pesantren lagi. Semakin terkenal kyai yang mengajarkan semakin terkenal pesantrennya, dan pengaruhnya akan mencapai radius yang lebih jauh lagi.
5)   Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui seni seperti seni bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, musik dan seni sastra. Misalnya pada seni bangunan ini telihat pada masjid kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh, Ternate dan sebagainya. Contoh lain dalam seni adalah dengan pertunjukan wayang, yang digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-cerita wayang itu disisipkan ajaran agama Islam. Seni gamelan juga dapat mengundang masyarakat untuk melihat pertunjukan tersebut. Selanjutnya diadakan dakwah keagamaan Islam.
6)   Saluran Politik
Pengaruh kekuasan raja sangat berperan besar dalam proses Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. Rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi dan raja sebagai panutan bahkan menjadi tauladan bagi rakyatnya. Misalnya di Sulawesi Selatan dan Maluku, kebanyakan rakyatnya masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.



BAB III

UNSUR SPIRITUAL SEBAGAI BENTENG PERADABAN


A.     Pengertian Spiritual Islam

Secara etimologi kata “sprit” berasal dari kata Latin “spiritus”, yang diantaranya berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas hidup, nyawa hidup.” Dalam perkembangan selanjutnya kata spirit diartikan secara lebih luas lagi. Para filosuf, mengonotasian “spirit” dengan
1.       kekuatan yang menganimasi dan memberi energi pada cosmos,
2.       kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi,
3.       makhluk immaterial,
4.       wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas, kesucian atau keilahian).[3]
Sementara itu, Allama Mirsa Ali Al-Qadhi dikutip dalam bukunya Dr. H. M. Ruslan, MA mengatakan bahwa spiriritualitas adalah tahapan perjalanan batin seorang manusia untuk mencari dunia yang lebih tinggi dengan bantuan riyadahat dan berbagai amalan pengekangan diri sehingga perhatiannya tidak berpaling dari Allah, semata-mata untuk mencapai puncak kebahagiaan abadi.[4]
Selain itu, dikutip pada buku yang sama, Sayyed Hosseein Nash salah seorang spiritualis Islam mendefinisikan spiritual sebagai sesuatu yang mengacu pada apa yang terkait dengan dunia ruh, dekat dengan Ilahi, mengandung kebatinan dan interioritas yang disamakan dengan yang hakiki.
Spiritualitas menurut Ibn ‘Arabi adalah pengerahan segenap potensi rohaniyah dalam diri manusia yang harus tunduk pada ketentuan syar’I dalam melihat segala macam bentuk realitas baik dalam dunia empiris maupun dalam dunia kebatinan.
Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1.        Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan,
2.        Menemukan arti dan tujuan hidup,
3.        Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
4.        Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi

B.      Spiritual Sebagai Benteng Peradaban Islam

Sebagai benteng peradaban Islam unsur spiritual sangat urgen dalam membentengi jati diri umat Islam. Apapun model gerakan yang dibentuk, semuanya harus memiliki tujuan untuk membangun peradaban yang sesuai dengan ajaran Islam.
Contoh spiritual dalam membentengi peradaban Islam yaitu jika tawaran dari Barat tidak bertentangan dengan Islam, maka boleh diambil, tetapi jika sebaliknya, maka harus ditolak. Artinya, apa yang datang dari Barat tidak semuanya ditolak (negative), karena dunia saat ini dunia berada di bawah genggaman mereka, tetapi peradaban yang datang dari mereka juga harus difilter dengan tekat dan semangat untuk membengaun peradaban islam dan diseleksi, agar masyarakat muslim di Indonesia tidak terkena virus Westernisasi. Sebab jika peradaban Barat diterima sepenuhnya, bisa berakibat pada munculnya masyarakat jahiliyah abad modern. Padahal bangsa Arab dan masyarakat Barat maju karena Islam. Untuk itu, gencarnya arus modernisasi Barat harus selalu dibentengi dengan ajaran Islam yang kuat atau dapat kita katakana sebagai unsur spiritual.
Dengan menjadikan Barat sebagai acuan dalam membangun peradaban, maka masyarakat Islam akan bergantung kepada Barat. Saat ini saja sudah dapat dilihat bagaimana hampir seluruh negara muslim bergantung kepada Barat, sehingga mereka tidak mampu menentukan sikap di saat harus berhadapan dengan kekuatan Barat. Bagaimana konflik di Palestina sebagai bukti lemahnya kekuatan politik negara-negara Islam, di mana umat Islam tidak mampu berbuat apa-apa, bahkan saling mendahulukan kepentingan negaranya untuk mencari dukungan diplomatis dari Barat.
Padahal, peradaban Barat yang kini terbentuk merupakan hasil yang dicuri dari peradaban Islam. Banyak pemikiran, penemuan dan buku-buku yang diplagiat atau diambil secara tidak jujur. Yang perlu dicatat lagi adalah bahwa kemajuan peradaban yang dialami Barat hanya sebatas tekhonologi, bukan spiritual.
Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh mengalami inferiority complex (rendah diri) melihat peradaban Barat yang semu. Apalagi banyak yang memprediksikan bahwa peradaban Islam abad 21 ini akan muncul di Asia Tenggara, di antaranya di Indonesia dan Malaysia. Bagaimana masjid, pesantren, lembaga pendidikan Islam, gerakan masa yang muncul dari umat Islam di Indonesia, bahkan semangat berpolitik pun sudah diwarnai oleh sentimen keagamaan yang tinggi. Maka perhatian dunia Barat kini pun tertuju kepada Indonesia dan Malaysia, dengan memberikan banyak suplai dana kepada lembaga-lembaga yang mampu melemahkan kelompok-kelompok Islam di Indonesia.
Dalam sejarahnya, ketika filsafat Romawi dan Yunani "mati" mereka tidak mampu menghidupkannya kembali. Lalu, oleh al-Kindi, filsuf Islam, pemikiran-pemikiran seperti Aristoteles dan Plato dimodifikasi dan diklasifikasikan. Dalam kajiannya, Plato mengatakan bahwa tuhan hanya "duduk manis", kemudian dirubah oleh al-Kindi tuhan adalah tuhan al-Khalik (pencipta). Begitu juga ketika Aristoteles mengatakan tuhan the first (yang pertama), al-Kindi merubahnya menjadi tuhan al-Haq (yang benar). Masih banyak lagi bukti, bahwa peradaban dan tradisi ilmu Islam jauh lebih maju ketimbang eropa dan Barat ketika itu. Peradaban Islam itu dibangun dengan tradisi ilmu.
Maka Dengan demikian tugas umat Islam saat ini adalah membangun peradaban Islam, dengan cara sering memunculkan wacana dan konsep mengenai peradaban Islam. Jangan hanya rajin turun ke jalan tetapi tidak tahu bagimana konsep membangun peradaban. Peradaban Islam yang harus dibangun di dunia modern sekarang ini adalah peradaban Islam modern yang mandiri, yaitu peradaban yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat Islam modern, bukan kebudayaan pra-Islam atau kebudayaan asing yang merusak generasi muslim. Yaitu, peradaban yang berpijak pada teks al-Qur’an dan Hadits, karena masa kejayaan Islam di Masa Nabi, ketika al-Qur'an dan Hadits sebagaim pedomannya, hingga kini tidak dapat tertandingi. Hal itu penting karena asas dari sebuah peradaban adalah pemikiran. Pemikiran Islam harus bersumber dari al-Quran dan Hadits.
Jika di atas disebutkan bahwa peradaban Barat hanya dalam bentuk fisik, sementara peradaban Islam dibangun dalam bentuk fisik dan spiritual, maka dalam membangun peradaban Islam modern juga demikian, harus memperhatikan aspek spiritual. Dengan begitu, peradaban fisik tidak akan merusak generasi muslim dari sisi spiritualnya, tidak sebagaimana peradaban Barat, yang telah banyak merusak generasi muda.
Iqbal sendiri memberikan apresiasi yang tinggi terhadap peradaban fisik dan pemikiran yang dikembangkan oleh Barat. Tetapi, sikap mengabaikan pilar dzikr dinilainya sebagai sebuah sarang yang ditaruh di atas dahan yang rapuh dan tidak akan bertahan lama. Menurut Iqbal dalam membangun peradaban Islam yang modern, harus mengintegrasikan fisik dan spiritual secara baik. Dalam perspektif historis, ketika Nabi ingin membangun kota Madinah, yang beliau bangun pertama kali adalah masjid. Demikian pula dengan yang dilakukan oleh umat Islam pada periode kreatif dan dinamis, ketika dunia Islam menjadi pusat dari seluruh dunia beradab, yang pertama dilakukan ketika menaklukkan sebuah kota adalah mendirikan masjid dan sekolah. Dua bangunan ini melambangkan betapa generasi awal itu telah berpikir jauh ke dunia abstrak yang diwujudkan dalam bentuk bangunan konkret: masjid adalah simbol dari dzikr, sedangkan sekolah adalah lambang dari aktivitas fikr. Tidak satu umat dalam perjalanan sejarah manusia yang begitu jelas merumuskan eksistensinya di permukaan bumi. Dzikr dan fikr adalah dua pilar peradaban yang kokoh.

BAB IV

PENUTUP


A.     Kesimpulan

Proses masuknya Islam ke Indonesia terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke-7. Sedangkan proses islamisasi Indonesia melalui saluran perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian, politik.
Spiritualisme di dalam agama adalah kepercayaan, atau praktek-praktek yang berdasarkan kepercayaan bahwa jiwa-jiwa yang berangkat (saat meninggal) tetap bisa mengadakan hubungan dengan jasad. Hubungan ini umumnya dilaksanakan melalui seorang medium yang masih hidup. Ada keterlibatan emosional yang kuat, baik pada penolakan maupun penerimaan terhadap spiritualisme ini yang membuat sulitnya suatu uraian imparsial dipakai untuk membuktikannya.
Unsur spiritual sangat mendukung dalam peradaban islam, terbukti dalam sejarah, dalam membangun peradaban Islam harus memperhatikan aspek spiritual. Dengan begitu, peradaban fisik tidak akan merusak generasi muslim dari sisi spiritualnya, tidak sebagaimana peradaban Barat, yang telah banyak merusak generasi muda.


DAFTAR PUSTAKA


Masyhur, Amin M. Sejarah Peradaban Islam. 2004. Bandung: Spirit Indonesia Foundation
Ruslan, H.M. Menyingkap Rahasia Spiritualitas Ibnu ‘Arabi. 2008. Cet.I; Makassar:Al-Zikra
Yatim, Badri. Sejarah Islam di Indonesia. 1998. Jakarta: Depag.
Al Ishlah, Ahmad Zaenudin. Interaksi Peradaban Islam dengan Peradaban Modern. 19 Mei 2014 http://akhmadrowi.blogspot.com/2014/04/akhmadrowi.html  pada 20.00
Nora, Fikter Frilondani. Pengaruh Spiritualitas Terhadap Pola Hidup Masyarakat Modern, 20 Mei 2014 http://fikternora.16mb.com/2012/11/tugas-kuliah/ , pada 10.04


[1]M. Masyhur Amin, Sejarah Peradaban Islam
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 191-192

[3] Nora, Fikter Frilondani. Pengaruh Spiritualitas Terhadap Pola Hidup Masyarakat Modern
[4] Ruslan, H.M. Menyingkap Rahasia Spiritualitas Ibnu ‘Arabi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar