Senin, 09 Maret 2015

METODE PENGAJARAN BAHASA ASING I



Oleh: Muhammad Abdul Ghofur (1310320005)
PGMI LK STAIN KUDUS
1.      Metode Tata Bahasa-Terjemah
A. Hakikat bahasa
Metode ini berasumsi bahwa ada satu ”logika semesta” yang merupakan dasar semua bahasa di dunia ini. Metode ini juga berasumsi bahwa tata bahasa merupakan bagian dari filsafat dan logika, belajar bahasa dengan demikian dapat memperkuat kemampuan berpikir logis, memecahkan masalah, dan memperkuat kemampuan menghafal.
B.  Hakikat pengajaran bahasa
Asumsi-asumsi teoretis yang mendasari hal tersebut ialah bahwa bahasa  sasaran terutama sekali diintegrasikan sebagai suatu sistem kaidah-kaidah yang akan diobservasi dalam teks-teks dan kalimat-kalimat dan dihubungkan dengan kaidah-kaidah dan makna-makna bahasa pertama.
Berikut ini adalah asumsi-asumsi Metode Tata Bahasa-Terjemah:
1.      Melalui Metode Tata Bahasa-Terjemah bahasa dipahami terdiri dari kata-kata yang ditulis dan kata-kata yang terwujud secara mandiri; kata-kata itu bersifat individu yang dapat diterjemahkan satu persatu ke dalam padanan-padanan bahasa asing mereka dan diatur menurut aturan-aturan tatabahasa ke dalam kalimat-kalimat dalam bahasa asing.
2.      Di dalam pengajaran bahasa apa yang seharusnya diajarkan bukanlah bahasa itu sendiri tetapi cara pemikiran logis dan mengembangkan disiplin mental yang berharga. Asumsi ini sering dikritik karena kemampuan logika rata-rata anak sekolah tidak cukup tinggi untuk mengikuti metode ini. Metode ini pengajaran bahasa sangat mengutamakan kemampuan teori tentang rumus-rumus kebahasaan.
3.      Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa ibu. karena dipercaya dapat memberi para pelajar bahasa sasaran hasil yang jelas dan pemahaman tentang prestasi yang jelas pula. Para pelajar bahasa juga memerlukan rasa aman karena mereka dapat dengan mudah memahami pelajaran dan penjelasan guru.
Desain Metode Tata Bahasa-Terjemah
A. Tujuan [Umum dan Khusus]
Menurut para guru yang menggunakan metode ini, tujuan pokok pengajaran suatu bahasa asing adalah untuk mengembangkan kemampuan membaca literatur yang ditulis dalam bahasa sasaran (misalnya kitab-kitab kuning berbahasa Arab).
B.  Model silabus
Metode  Tata  Bahasa-Terjemah  sangat  menekankan  kosa  kata  dan  tatabahasa. Keterampilan membaca dan menulis adalah ketrampilan yang diutamakan dalam pembelajaran. Hanya ada sedikit perhatian yang sangat kecil diberikan kepada keterampilan berbicara dan mendengarkan. Kultur dipandang sebagai bagian dari literatur dan seni. Bahan pelajaran bahasa disusun berdasarkan urutan tatabahasa bahasa target (bahasa Arab). Silabus gramatikalnya diurutkan dari tatabahasa yang paling gampang sampai yang paling sulit.
C. Jenis kegiatan belajar-mengajar dan peranan bahan ajar
Para siswa belajar tatabahasa secara deduktif; dimana mereka diberi aturan-aturan tatabahasa dan contoh-contoh, diminta untuk menghafalnya, lalu diminta untuk menerapkan aturan-aturan tersebut dalam contoh-contoh yang lain. Mereka juga mempelajari paradigma-paradigma yang bersifat tatabahasa seperti konjugasi-konjugasi katakerja. Mereka menghafal padanan-padanan dalam bahasa Indonesia untuk kata-kata kosa kata bahasa Arab.
Arti kata dari bahasa Arab dijelaskan dengan cara diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia. Tes yang diberikan untuk menguji kemampuan siswa adalah tes tertulis di mana para siswa diminta untuk menerjemahkan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab atau sebaliknya. Pertanyaan-pertanyaan sekitar budaya atau pertanyaan-pertanyaan yang meminta para siswa untuk menerapkan kaidah tatabahasa Arab juga umum digunakan.
D. Peranan pembelajar dan pengajar
Guru adalah pemilik otoritas dalam kelas. Para siswa melakukan apa yang gurunya katakan, dengan cara demikian lah para siswa dapat membelajari apa yang diketahui oleh guru mereka. Kebanyakan interaksi di dalam kelas itu adalah dari guru ke para siswa.
Prosedur dan Teknik Metode Tata Bahasa-Terjemah
Istilah-istilah teknis ketatabahasan tidak dihindari. Sang pembelajar diharapkan dapat menelaah, mengkaji serta menghafalkan kaidah tertentu beserta contoh-contohnya, misalnya, paradigma ism,  fi’l,  harf atau  adawat. Latihan-latihan terdiri dari kata-kata frasa-frasa, kalimat-kalimat dalam bahasa ibu yang diterjemahkan oleh sang pembelajar ke dalam bahasa sasaran -dengan bantuan daftar kosakata dwibahasa- untuk mempraktekkan butir atau kelompok butir ketatabahasaan tertentu. Latihan-latihan lainnya dirancang untuk mempraktekkan terjemahan dari bahasa sasaran (Arab) ke bahasa Indonesia.
Kekuatan dan Kelemahan Metode Tata Bahasa-Terjemah
Kekuatan
1)      Pelajar menguasai banyak kaidah-kaidah tatabahasa bahasa asing yang dipelajari.
2)      Pelajar memahami isi detail bahan bacaan yang dipelajarinya dan mampu menerjemahkannya.
3)      Pelajar memahami karakteristik bahasa yang dipelajarinya dan banyak hal lainnya yang bersifat teoritis, dan mampu membandingkannya dengan karakteristik bahasa ibu.

Kelemahan
1)      Metode ini lebih banyak mengajarkan “tentang bahasa” daripada mengajarkan “kemahiran berbahasa”.
2)      Metode  ini  hanya  menekankan  kemahiran  membaca,  sedangkan  tiga kemahiran yang lain (menyimak, berbicara, menulis) tidak mendapat perhatian yang memadai.
3)      Terjemahan harfiah sering mengacaukan makna kalimat dalam konteks yang luas, dan hasil terjemahannya sering terasa tidak lazim menurut citarasa bahasa asli siswa.

2.      Metode Langsung (Thariqah Mubasyirah/ Direct Method)
A. Hakikat bahasa
Metode ini melihat bahasa sebagai apa yang diucapkan oleh penutur asli bahasa itu. Dengan demikian para pelajar bahasa tidak hanya mempelajari bahasa sasaran tetapi juga mempelajari budaya dari penutur asli.
B. Hakikat belajar bahasa Asumsi Metode Langsung tentang pembelajaran bahasa ialah bahwa proses belajar bahasa asing atau kedua sama dengan belajar bahasa ibu atau bahasa pertama, yaitu dengan penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi. Seperti se orang anak yang mempelajari bahasa ibunya, seorang pelajar juga mempelajari bahasa asing dengan cara menyimak dan berbicara terlebih dahulu, sedang membaca dan menulis dapat dipelajari kemudian.
Metode ini juga meyakini asumsi-asumsi berikut:
1.      Makna bahasa akan lebih jelas bila disajikan dengan menghadirkan benda fisik, seperti gambar, isyarat-isyarat dan pantomim.
2.      Koreksi sendiri (self-correction) yang dilakukan oleh siswa lebih efektif dibandingkan dengan koreksi guru.
3.      Kosa kata akan lebih gampang dipelajari jika digunakan dalam  kalimat-kalimat dibanding dengan hanya dengan hafalan.
4.      Mengajarkan bahasa lain berarti mengambil sebuah peran sebagai seorang mitra bagi para siswa dalam kegiatan komunikasi.
Desain Metode Langsung
A. Tujuan [Umum dan Khusus] Para guru yang menggunakan Metode Langsung bertujuan agar para siswa bisa mempelajari bagaimana caranya berkomunikasi dalam bahasa sasaran. Untuk bisa melakukan hal tersebut dengan sukses, penting bagi para siswa untuk belajar berpikir dalam bahasa sasaran.
B. Model silabus Silabus yang digunakan dalam Metoda Langsung didasarkan pada situasi-situasi (sebagai contoh, satu unit akan berisi dari ungkapan-ungkapan yang digunakan di bank, dan unit yang lain berisi ungkapan-ungkapan ketika berbelanja) atau topik-topik (seperti geografi,  uang, atau cuaca). Tatabahasa diajar secara induktif; yaitu para siswa diperkenalkan dengan contoh-contoh terlebih dahulu lalu mereka berusaha memahami kaidah-kaidah atau generalisasi kaidah yang berada di balik contoh-contoh tersebut. Aturan tatabahasa yang tegas (eksplisit) tidak boleh diberi. Para siswa mempraktekkan kosa kata dengan menggunakan kata-kata baru tersebut dalam kalimat-kalimat lengkap.
C. Jenis kegiatan belajar-mengajar Meskipun perhatian terhadap keempat ketrampilan berbahasa (membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan) terjadi sejak awal, tetapi komunikasi lisan dianggap sebagai dasar. Dengan demikian, latihan membaca dan menulis didasarkan pada latihan lisan yang telah dipraktektakkan terlebih duhulu oleh siswa. Pelafalan yang benar juga mendapatkan perhatian sejak awal pelajaran. Kemampuan berbahasa yang lebih diutamakan adalah kemampuan berbicara, bukan kemampuan menulis. Para siswa berbicara sebagian besar dalam bahasa sasaran dan mereka berkomunikasi seolah-olah mereka dalam situasi-situasi yang riil.
D. Peranan pembelajar, pengajar dan bahan ajar Meskipun guru mengarahkan aktivitas di kelas, peran siswa lebih aktif dibandingkan peran mereka dalam Metode Tata Bahasa-Terjamah. Guru dan para siswa lebih seperti mitra dalam pembelajaran. Di samping berfungsi sebagai seorang mitra, guru juga adalah seorang fasilitator; ia menunjukkan kepada para siswa apa kesalahan yang mereka lakukan dan bagaimana cara mereka mengoreksi kesalahan tersebut.
Inisiasi interaksi pembelajaran berasal dari kedua belah pihak, dari guru kepada para siswa dan sebaliknya dari siswa kepada guru, meskipun inisiasi dari siswa sering berada dalam pengarahan guru. Para siswa juga berbicara antara yang satu dengan yang lain. Evaluasi dalam Metode Langsung dilakukan lebih banyak secara informal, para siswa diminta untuk menggunakan bahasa, bukan untuk menunjukkan pengetahuan mereka sekitar bahasa. Mereka diminta untuk melakukannya baik dengan ketrampilan lisan maupun tulisan.
Diantara prosedur pengajaran bahasa dengan Metode Langsung adalah yang diajukan oleh Titone (dalam Richards dan Rodgers, 2003: 12). Tehnik-tehnik tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Jangan menerjemahkan, tetapi demonstrasikan
2.      Jangan menjelaskan, tetapi perankan
3.      Jangan berceramah, tetapi ajukan pertanyaan-pertanyaan
4.      Jangan meniru kekeliruan, tetapi perbaiki
5.      Jangan memakai kata-kata tunggal, tetapi gunakan kalimat
6.      Jangan berbicara terlalu banyak, tetapi upayakan siswa yang berbicara banyak Jangan mengekor pada buku, tetapi gunakan rencana pembelajaran sendiri
Keunggulan dan Kelemahan Metode Langsung Keunggulan
1)      Pelajar terampil menyimak dan berbicara karena para pelajar mendapat banyak latihan dalam bercakap-cakap, khususnya mengenai topik-topik yang sudah dilatih dalam kelas.
2)      Pelajar menguasai pelafalan dengan baik seperti atau mendekati penutur asli.
3)      Pelajar mengetahui banyak kosa kata dan pemakaiannya dalam kalimat.
Kelemahan
1)      Kemampuan pelajar dalam membaca untuk pemahaman lemah, karena materi dan latihan yang disediakan lebih menekankan pada ketrampilan berbahasa lisan.
2)      Metode ini menuntut para guru yang ideal dari segi keterampilan berbahasa (mempunyai kelancaran berbicara seperi atau mendekati penutur asli) dan kelincahan dalarn penyajian pelajaran.
3)      Metode ini mempunyai prinsip-prinisp yang lebih tepat untuk digunakan dalam kelas kecil yang jumlah pelajarnya tidak banyak (kurang dari 20 orang siswa), dan tidak bisa dilaksanakan dalam kelas besar.

3.      Metode Membaca (Thariqah al-Qira’ah/ Reading Method)
Pendekatan Metode Membaca  Metode ini dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa pengajaran bahasa tidak bisa bersifat multi-tujuan, dan bahwa kemampuan membaca adalah tujuan yang paling realistis ditinjau dari kebutuhan pembelajar bahasa asing. Dengan demikian, asumsinya bersifat pragmatis, bukan filosofis teoritis. Metode Membaca mempunyai dasar pragmatik yang kuat. Faktor-faktor penentu komunikasi adalah partner komunikasi (siapa dengan siapa), tujuan komunikasi, tempat dan waktu (atau situasi) komunikasi, budaya dan suasana (konteks) komunikasi, jalur (lisan atau tulisan) komunikasi, media komunikasi (tatap muka, telepon, surat, buku, koran, dsb), dan peristiwa atau bentuk kegiatan komunikasi (bercakap-cakap, ceramah, upacara, laporan, dsb.) (Tarigan, 1986: 180).
Desain Metode Membaca
A. Tujuan [Umum dan Khusus]
Menurut Colmen tujuan metode ini adalah agar pelajar bahasa asing mempunyai kemampuan membaca bahasa asing dengan kecepatan yang relatif dan bisa menikmati apa yang mereka baca sehingga mereka mampu menghasilkan kalimat- kalimat yang benar ketika menulis dan bisa melafalkanya dengan tepat ketika berbicara..
B. Model silabus dan jenis kegiatan belajar-mengajar Basis kegiatan pembelajaran adalah memahami isi bacaan, didahului oleh pengenalan kosa kata pokok dan maknanya, kemudian mendiskusikan isi bacaan dengan bantuan guru. Pemaharnan isi bacaan diperoleh melalui proses analisis, tidak dengan penerjemahan harfiah meskipun bahasa ibu boleh digunakan dalam mendiskusikan isi teks.
C. Peranan pembelajar pengajar dan bahan ajar
Setelah murid-murid menguasai kosakata pada tahap tertentu, diajarkanlah bacaaan tambahan dalam bentuk cerita atau novel yang dipersingkat dengan harapan penguasaan murid terhadap kosakata menjadi lebih mantap. Peran guru dalam metode ini adalah sebagai pembimbing siswa untuk memahami bacaan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isi bahan bacaan, dan membimbing siswa menyimpulkan kaidah kebahasan yang ada dalam bahan bacaan. Materi pelajaran berupa buku bacaan utama dengan suplemen daftar kosa kata dan pertanyaan-pertanyaan isi bacaan, buku bacaan penunjang untuk perluasan (extensif reading/qira’ah muwassa’ah) buku latihan mengarang terbimbing dan percakapan.
Metode Membaca, berikut ini dikemukakan langkah- langkah penerapan metode tersebut:
1)      Guru memulai pembelajaran dengan memberikan kata-kata dan ungkapan yang dianggap sulit yang akan ditemui oleh siswa dlam teks, beserta penjelasan mengenai makna kata-kata dan ungkapan tersebut dengan definisi, konteks dan contoh dalam kalimat lengkap.
2)      Setelah itu siswa diminta untuk membaca dalam hati teks bacaan yang sudah diprogramkan selama kurang lebih 25 menit.
3)      Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan diskusi mengenai kandungan isi bacaan yang bisa berupa tanya-jawab dengan menggunakan bahasa ibu pelajar.
4)      Setelah menguasai isi bacaan, guru membimbing siswa menyimpulkan suatu aturan tatabahasa dalam bahan bacaan. Dan jika dirasa perlu, guru akan memberikan penjelasan tentang tata bahasa tersebut secara singkat.
5)      Kalau masih ada kosakata yang belum dipahami oleh siswa, maka pembelajaran akan dilanjutkan dengan pembahasan kosa kata yang belum difahami atau belum dibahas sebelumnya.
6)      Berikutnya, para siswa akan mengerjakan tugas-tugas yang ada dalam buku suplemen, yaitu menjawab pertanyaan tentang isi bacaan, latihan menulis terbimbing, dsb.
7)      Setelah selesai mengerjakan latihan, bahan bacaan perluasan diberikan untuk dipelajari di rumah dan hasilnya dilaporakan pada pertemuan berikutnya. (Effendi, 2005: 42)
Kekuatan dan kelemahan metode ini dapat kita kemukakan sebagai berikut.
Kekuatan
1)      Metode ini memungkinkan para pelajar dapat membaca bahasa baru dengan kecapatan yang wajar bersamaan dengan penguasaan isi bahan bacaan tanpa harus dibebani dengan analisis gramatikal mendalam dan tanpa penerjemahan.
2)      Pelajar meinguasai banyak kosa kata pasif dengan baik.
3)      Pelajar bisa memahami aturan tatabahasa secara fungsional.
Kelemahan
1)      Pelajar lemah dalam keterampilan membaca nyaring (pelafalan, intonasi dsb).
2)      Pelajar tidak terampil dalam menyimak dan berbicara.
3)      Pelajar kurang terampil dalam mengarang bebas.
4)      Karena kosa kata yang dikenalkan hanya yang berkaitan dengan isi bacaan (pasif), maka pelajar lemah dalam memahami teks lain selain teks yang telah mereka pelajari.

4.      Metode Audiolingual (Thariqah Sam’iyah-Syafawiyah/Audiolingual Method)
A. Hakikat bahasa
Terkait dengan hakikat bahasa, Metode Audiolingual mempunyai beberapa asumsi sebagai berikut:
a.       Bahasa adalah bunyi ucapan yang diungkapkan sehari-hari oleh orang kebanyakan dengan kecepatan normal. Bahasa adalah apa yang diucapkan oleh orang-orang bukan apa ditulis orang-orang.
b.      Bahasa itu pertama-tama adalah ujaran. Oleh karena itu pengajaran bahasa harus dimulai dengan memperdengarkan bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk kata atau kalimat kemudian mengucapkannya, sebelum pelajaran membaca dan menulis. Kemampuan mendengarkan dan berbicara lebih dahulu diajarkan diikuti dengan kemampuan membaca.
c.       Setiap pembicara menggunakan suatu bahasa dengan cara yang sedikit berbeda. Para pelajar bahasa tidak dipaksa untuk berbicara dengan cara yang sama; mereka diperbolehkan untuk berbicara dengan bahasa asing dengan berbagai cara sepanjang mereka dapat berkomunikasi dalam bahasa tersebut.
d.      Metode ini juga didasarkan atas asumsi bahwa bahasa-bahasa di dunia ini berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, pemilihan bahan ajar harus berbasis hasil analisis kontrastif, antara bahasa ibu pelajar dan bahasa target yang sedang dipelajarinya.
Desain Metode Audiolingual
A.  Tujuan [Umum dan Khusus]. Tujuan metode ini adalah agar para siswa mampu menggunakan bahasa sasaran secara komunikatif. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka percaya bahwa para siswa perlu mempelajari berulang-ulang bahasa sasaran, agar mereka bisa belajar menggunakan bahasa tersebut secara otomatis di bawah sadar.
B.  Model silabus. Struktur bahan ajar bahasa dengan metode ini menekankan pada penguasaan seluruh komponen bahasa. Silabus yang digunakan oleh metode ini pada umumnya silabus struktural, dengan pengajaran beberapa struktur bahasa pada setiap unit pembahasan yang tercakup dalam dialog (al-hiwar) baru.
C.  Jenis kegiatan belajar-mengajar. Penyajian keterampilan berbahasa mempertahankan urutan alamiah pemerolehan bahasa, yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan tetap memberi perhatian yang paling besar kepada keterampilan dengar-ucap (aural-oral). Pelafalan kata-kata diajarkan sejak dini, sering kali dengan cara para siswa berlatih dalam laboratorium bahasa untuk membeda-bedakan antara beberapa pasangan kata minimal (tsunaiyah sugra/minimal pair). Percakapan sehari-hari ditekankan dalam Metode Audiolingual.
D.  Peranan pembelajar. Dalam metode ini, guru berperan sentral dan aktif, gurulah yang mendominasi pembelajaran. Dalam metode ini guru mengarahkan dan mengendalikan perilaku bahasa dari para siswanya. Dia juga bertanggung jawab untuk memberikan suatu model yang baik bagi siswanya untuk ditiru.
E.  Peranan pengajar. Siswa mengikuti pengarahan guru dan menanggapi dengan seteliti dan secepat mungkin setiap stimulus yang diberikan guru.  
F.  Peranan bahan ajar. Materi pembelajaran dalam Metode Audiolingual berperan membantu guru untuk mengembangkan penguasaan pelajar terhadap bahasa asing. Buku teks untuk siswa (kitab al-thullab/student’s text book) sering tidak digunakan pada tahap-tahap dasar pembelajaran di mana para siswa lebih banyak berlatih mendengar, mengulangi, dan menjawab.
Prosedur dan Teknik Metode Audiolingual
Proses pembelajaran Metode Audiolingual melibatkan banyak kegiatan latihan lisan. Fokus pembelajaran adalah kemampuan berbicara secara akurat dan spontan; hanya ada sedikit penjelasan yang terkait dengan tatabahasa atau tentang bahasa. Dalam suatu kelas khas audiolingual, prosedur-prosedur berikut akan biasa teramati:
1.      Pertama-tama para siswa mendengar sebuah model dialog (baik dari guru atau rekaman) yang berisi struktur-struktur kunci yang menjadi fokus pelajaran. Mereka mengulangi setiap kalimat dalam dialog, secara klasikal dan individual.
2.      Dialog disesuaikan dengan minat atau situasi siswa, melalui pengubahan kata-kata kunci atau ungkapan-ungkapan tertentu. Kegiatan ini dilakukan oleh para siswa.
3.      Struktur-struktur kunci tertentu dari dialog dipilih dan digunakan sebagai dasar untuk latihan pola dengan berbagai jenisnya. Dril ini pertama-tama dipraktekkan secara bersama-sama lalu secara individual. Beberapa penjelasan tatabahasa bisa ditawarkan pada tahap ini, tetapi ia tetap diberikan dalam batasan minimal.
4.      Para siswa bias mengacu kepada buku teks mereka.
5.      Kegiatan tindak lanjut bisa berlangsung dalam laboratorium bahasa, di mana dialog lebih lanjut dan kegiatan dril dilaksanakan. (Richard dan Rodger, 2003: 64-65)
Kekuatan dan Kelemahan Metode Audiolingual Kekuatan Kekuatan-kekuatan Metode Audiolingual ini, antara lain:
1)      Para pelajar mempunyai pelafalan yang bagus.
2)      Para pelajar terampil membuat pola-pola kalimat yang sudah didrilkan.
3)      Pelajar dapat melakukan komunikasi lisan dengan baik karena latihan menyimak dan berbicara yang intensif.
Kelemahan Kelemahan-kelemahan Metode Audiolingual ini, antara lain:
1)      Para pelajar cenderung untuk memberi respon secara serentak dan secara mekanistis seperti membeo (babgai), mereka sering tidak mengetahui atau tidak memikirkan makna ujaran yang diucapkan. Pengulangan-pengulangan stimulus-respon yang mekanistis seringkali membosankan serta menghambat penyimpulan kaidah-kaidah kebahasaan
2)      Kurang memperhatikan ujaran/tuturan spontan, pelajar bisa berkomunikasi dengan lancar hanya apabila kalimat yang digunakan telah dilatihkan sebelumnya di dalam kelas.
3)      Makna kalimat yang diajarkan biasanya terlepas dari konteks, sehingga pelajar hanya memahami sate rnakna, padahal suatu kalimat atau ungkapan bisa mempunyai beberapa makna tergantung konteksnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar