Senin, 05 Juni 2017

BIMBINGAN KONSELING

Berikut adalah tiga refleksi dari tiga film pendek tentang konseling.

1.      SISWA YANG TERLAMBAT

A.    DESKRIPSI

Diceritakan seorang siswa yang kerap datang terlambat mengikuti pelajaran sekolah. [Mungkin] Dengan alasan pendisiplinan, sang guru menerapkan punishment kepada siswa pelanggar berupa kekerasan. Hingga pada suatu hari sang guru memergoki siswa tersebut tengah sibuk bekerja sebagai loper koran. Siswa tersebut berlalu dari rumah ke rumah menyebar koran kepada pelanggan di pagi buta. Sang guru jatuh lemas mendapati penyebab kenapa siswanya sering terlambat. Beliau menyesal dan kecewa pada diri sendiri atas tindakan yang ia berikan kepada siswanya yang mana dilakukan tanpa upaya konseling yang benar.


B.     TEORI TRANSAKSIONAL
Hidup di dunia memang tidak seindah cerita Aladin yang ditolong oleh om Jin atau Nobita yang keinginannya selalu dipenuhi kantong ajaib Doraemon. Kemiskinan sungguh nyata dan ada di depan mata. Dimana orang-orang lalu lalang dari pagi ke sore atau dari sore ke pagi demi menjemput sesuap nasi. Tak jarang masa belia bahkan masa kanak-kanak yang seharusnya bermain dan belajar terenggut oleh kejamnya roda kehidupan.
Lantas bila kita mendapati siswa kita ada di posisi tersebut, apa yang dapat konselor perbuat?
Belajar sambil bekerja adalah hal yang sulit, tapi bukan berarti tidak mungkin. Apapun yang terjadi pendidikan harus tetap berlangsung dan siswa harus tetap belajar. Sebagai seorang pendidik kita tak boleh memutus harapan mereka dengan memaksanya mengikuti kemauan kita atau institusi. Ada kalanya bargaining itu perlu dilakukan bukan untuk merendahkan harga diri institusi melainkan demi mencapai win win solution. Siswa dapat belajar dan institusi dapat menyelamatkan siswa dari jurang putus sekolah.

Di sini, saya (penulis) tidak membahas kekerasan yang dilakukan pelaku, akantetapi tentang keterbukaan masing-masing pihak (murid dan guru) sehingga dicapailah kontrak yang menjamin hak dan tanggungjawab antarindividu tanpa melukai satu sama lain. Inilah yang diinginkan dari terapi transaksional dimana klien dapat menyampaikan keinginannya dalam mencapai sesuatu tanpa merasa takut dan disertai pengetahuan akan dampak dari keputusan yang ia ambil.

C.     PERLAKUAN
Jika saya menjadi konselor, saya akan memberikan negosiasi kepada siswa pekerja tersebut. Apabila ia tidak bisa berangkat pagi, maka ia akan saya beri pelajaran tambahan di lain waktu. Saya akan tetap mendukung upayanya melanjutkan pendidikan demi tercapainya cita-cita seorang anak bangsa. Di samping itu saya akan memberikan arahan dan motivasi untuk mengembangkan skillnya di bidang tertentu sehingga suatu saat nanti ia bisa belajar bersama seperti siswa lainnya.




2.      ORANG TUA PEMBELA ANAK
A.    DESKRIPSI
Seorang wali murid datang memenuhi panggilan kepala sekolah terkait kelakuan siswa yang kerap menyontek saat ulangan. Bukannya malu, wali murid tersebut justru memarahi kepala sekolah beserta jajaran guru yang dinilai gagal mendidik anaknya. Wali murid tersebut berusaha melindungi anaknya dari kesalahan yang diperbuat demi citra dan nama baik keluarga. Hingga akhirnya kepala sekolah menunjukkan bukti indisipliner siswa yang tak dapat dibantah lagi.

B.     TEORI TERAPI BERPUSAT PADA KLIEN
Anak merupakan anggota keluarga yang memiliki ikatan darah dan emosi dengan orang tua. Seringkali ditemukan kesamaan karakteristik anak dengan orang tua baik berupa fisik maupun psikis. Sehingga buah jatuh tak jauh dari pohonnya atau air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga menjadi pepatah yang tepat untuk menggambarkan kedekatan keduanya.
Namun demikian harus diakui bahwa anak dan orang tua merupakan individu yang berbeda dan independen satu sama lain. Ada fase atau bagian dimana masing-masing pribadi harus mengakui dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam kasus di atas, orang tua menyangkal akan cela yang dilakukan si anak. Bahkan ia rela menanggalkan kacamata kebenaran demi memenangkan egonya sendiri. Ia berusaha membangun citra bahwa ia adalah keluarga baik-baik walau itu bertentangan dengan kenyataan. Jelasnya, ia tidak menerima fakta bahwa anaknya bersalah dan bermasalah.
Menurut Rogers, konstruk inti konseling berpusat pada klien (self theory) adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri. Diantara isi teorinya adalah individu mempunyai kecenderungan yang selalu diperjuangkan yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan, dan memuaskan kebutuhan yang diinginkan. Emosi yang menyertai tindakan merupakan suatu yang memperkuat usaha individu untuk memuaskan ego pribadinya.
Pendekatan yang berpusat pada klien menggunakan sedikit teknik, akan tetapi menekankan sikap konselor. Teknik dasar adalah mencakup, mendengar, dan menyimak secara aktif, refleksi, klariflkasi, “being here” bagi klien. Konseling berpusat pada klien dilaksanakan dengan jalan wawancara, terapi permainan, dan terapi kelompok, baik langsung atau tidak langsung.

C.     PERLAKUAN
Pendekatan terapi client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Di sinilah konselor berperan yaitu dengan memasuki ruang konsep diri dari klien. Konselor memberikan pencerahan tentang hakikat pendidikan dan tanggung jawab. Bahwa anak tidak boleh dibiarkan dalam ketidakbenaran, anak tidak boleh dimanja, melainkan perlu dididik agar mandiri dan dewasa sehingga ke depannya ia dapat menjadi individu yang bertanggung jawab. Orang tua harus mengakui kesalahan yang dilakukan anaknya. Kata pepatah, katakanlah walau itu pahit. Bukan untuk menghukum dan menjatuhkan mental, tetapi untuk pembelajaran kedepannya. Selain itu orang tua perlu berkaca pada diri sendiri sejauh mana ia memberikan perhatian kepada anaknya. Sudahkah maksimal atau masih perlu banyak pembenahan.





3.      AUTIS YANG BERBAKAT

A.    DESKRIPSI
Hebat. Ungkapan itu patut kita sematkan kepada anak autis itu. Berbekal kepercayaan diri yang tinggi ia bisa menghipnotis ratusan pasang mata di studio untuk menyaksikan performanya dalam membawakan materi standup comedy. Ia tidak minder dengan kekurangannya, ia tetap semangat unjuk gigi dan menghibur di depan orang banyak. Autis juga bisa!
B.     TEORI GESTALT
Autis adalah manusia gagal cetak, terkutuk, dan aib bagi keluarga. Stigma ini sedikit banyak masih mendengung di telinga masyarakat indonesia. Bahkan autis dianggap tidak berguna karena tidak produktif dan tidak mampu berbuat banyak. Padahal, bagaimanapun ia adalah ciptaan Tuhan seperti halnya kita. Letak kemuliaan bukan pada autis atau tidaknya, melainkan keimanannya. Bisa jadi orang-orang berkebutuhan khusus justru mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada orang normal di sisinya.
Pandangan Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Ia menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran.
Perls memandang manusia dalam keterlibatannya untuk mencapai keseimbangan, bilamana kehidupannya terganggu oleh kebutuhan dunia, gangguan ini akan menimbulkan ketegangan dan diperlukan keseimbangan untuk mengurangi dan menghilangkan ketegangan tersebut. Dalam keadaan sehat seseorang akan mampu menerima dan bereaksi terhadap keadaan dunia. Tetapi kalau keadaannya menjadi tidak seimbang, maka akan timbul ketakutan dan menghindar untuk mengetahui atau menyadari.
Pandangan teori dan terapi Gestalt terhadap manusia, sama halnya dengan pandangan eksistensialistik-humanistik, ialah positif bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menjadi sesuatu dan manusia adalah makhluk yang mampu mengurus diri sendiri. Manusia dilihat sebagai keseluruhan.
Pandangan terhadap manusia, menurut Passans adalah sebagai berikut :
a.       Manusia adalah keseluruhan dari komposisi bagian-bagian yang saling berhubungan.
b.      Manusia adalah bagian dari lingkungannya sendiri.
c.       Manusia memilih bagaimana ia memberi respons terhadap rangsangan, dalam hal ini manusia adalah aktor.
d.      Manusia memiliki kemampuan untuk menyadari sepenuhnya terhadap semua penginderaan, pikiran, emosi, dan pengamatan.
e.       Manusia mampu melakukan pilihan karena adanya kemampuan menyadari ini.
f.       Manusia tidak bisa mengalami dirinya sendiri, terhadap hal yang sudah lampau atau hal yang akan datang, ia hanya dapat mengalami dirinya sendiri sekarang.
g.      Manusia menjadi baik / buruk bukan dari dasarnya.

C.     PERLAKUAN

Teori Gestalt di atas dapat kita persamakan dengan konsep bersyukur. Bersyukur adalah soal penerimaan diri atas anugerah yang diterima. Konselor berusaha meyakinkan kepada klien bahwa apa yang ada pada diri kita merupakan hadiah dan modal dari tuhan. kita tak perlu sedih dan risau atas kekurangan yang kita terima. Pun demikian kita tidak perlu malu atas kekurangan kita, apalagi patah arang hanya karena olok-olok orang lain. Karena di balik kekurangan itu Allah pasti menitipkan kelebihan atau potensi luar biasa. Dan Allah telah berjanji tidak akan memberikan ujian melebihi kemampuan hambanya, bilamana kita mampu melewati ujian ini, maka kita mendapat derajat yang tinggi di sisinya. Yakin, Allah bersama kita. Washbir innallah ma’ana, innallaha ma’as shabirin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar