Selasa, 15 Maret 2016

Masjid, Dakwah, dan Sekolah



Oleh @ghofurdz

Disklaimer: hati-hati, ada satir yang terselip.

Dakwah sangat penting. Agama tak dapat berjalan tanpa adanya syiar. Kalau sampai syiar islam berhenti, maka kiamat sudah mendekat. “Islam datang bak orang asing.dan akan ditinggalkan dalam keterasingan”, begitulah kira-kira gambaran kekhawatirannya.

Pola syiar berkembang mengikuti perubahan zaman. Dahulu, rosul berdakwah secara diam-diam (sirr). Setelah situasi membaik, rosul melakukannya secara terbuka (jahr). Bandingkan dengan daerah anda? Kalau di daerah saya yang hampir 100% Islam, dakwah tidak dilakukan secara terbuka. Namun, “terbuka banget”.


Di daerah kami, syiar agama berlangsung dengan baik dan lancar. Masjid dan mushola bertebaran di sana-sini. Jaraknya sangat berdekatan, kurang lebih 500 meter. Memang, daerah kami terkenal padat dan sumpek. Jalan gang amat sempit sehingga gerobak atau becak yang berpapasan kesulitan lewat.

Masjid sebagai pusat kegiatan umat islam bisa menjadi indikator berkembang atau tidaknya agama. Ia bisa jadi adalah simbol kesuksesan berdakwah. Jika masjid besar dan bagus, membuktikan banyak yang menyumbang, banyak yang peduli terhadap agama. Selain itu, jika masjid ramai penuh jamaah maka dakwah berjalan baik.

MASJID MEWAH
Dari situ, para warga berlomba-lomba membangun masjid sebaik-baiknya. Warga diusik dengan megahnya rumah pribadi dan biasa-biasa saja-nya rumah ibadah. “Seharusnya masjid lebih bagus atau lebih indah dibanding bangunan yang lainnya karena masjid adalah rumah Allah”, katanya. Apalagi ditambah iming-iming pahala yang tak terputus (amal jariyah), wow, hadits ini sangat laik jual. Para dermawan yang baik hati lebih memilih mendonorkan hartanya pada masjid. Baik berupa tanah, maupun uang kontan. Semoga amalnya diterima di sisi Allah. Amin.

Aset-aset masjidpun bertambah pesat dan melimpah ruah. Saat dirasa ternyata mengumpulkan uang untuk membangun masjid itu mudah, tak semudah mengumpulkan uang untuk membangun pesantren atau sekolah, masjid-masjid barupun bermunculan seakan warga tersebut bilang, “Desamu bikin masjid, desa gue juga bisa”. Atau bahkan, “gangmu bikin mushollah, gang gue juga bisa”

Masjid indah pun berdiri megah dengan kubah kinclong yang menyilaukan mata, hingga lembaga pendidikan seperti TPQ/TPA, pesantren, atau sekolah yang notabene lebih membutuhkan asupan dana, tidak terlihat mimik meweknya. Mereka (warga) lupa, lembaga pendidikan tersebut (selanjutnya saya sebut sekolah) juga milik publik yang harus dijaga dan dilestarikan, di sanalah anak-anak mereka ditempa dan dididik menjadi generasi yang unggul. Permasalahan sekolah miskin tidak melulu tanggung jawab pemerintah semata. Warga yang baik kalau sudah menghayati pembukaan UUD 45, tentu tergugah hatinya untuk turut serta mencerdaskan bangsa. Mari turut serta membangun sekolah, kawah candradimuka wajah bangsa indonesia ke depannya.

PENGAJIAN RUTIN
Kembali soal dakwah. Indikator lestarinya masjid yakni dengan pelaksanaan kegiatan. Ketika sebuah masjid sukses menggelar kegiatan, maka sukseslah masjid itu. tak ayal masjid-masjid berlomba menggelar berbagai kegiatan. Umunya kegiatan yang diadakan berupa kegiatan keagamaan yang berlangsung secara periodok dari tahunan, bulanan, maupun mingguan. Acara tahunan seperti, pengajian maulidan (kelahiran nabi setiap 12 R. Awal), Rajaban (isro’ miroj setiap 27 Rajab), shalat idain, pemotongan hewan kurban, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan bulanan dan mingguan biasanya berupa pengajian rutin atau berjanjen (shalawatan). Terkhusus untuk shalawatan, ketika masuk bulan maulud kita bisa menyaksikan acara berjanjen 30 hari pol setiap malam. Dan untuk bulan ramadhan, 30 hari pol tadarus alqur’an. Sungguh ibadah yang mulia.

MASJID DAN SPEAKERNYA YANG MAHAL
Masjid harus eksis dan tetap eksis sampai kapanpun. Masjid yang sepi adalah sebuah aib bagi warga. Mereka ogah disebut menelantarkan masjid, selain takut berdosa, mereka juga takut diejek penduduk daerah tetangga. Sehingga mereka berusaha memakmurkan masjid dengan segala daya dan upaya. Ketika beberapa kelompok sudah terbentuk dibawah payung beberapa masjid, dan mereka saling berlomba-lomba memakmurkan masjid, maka terciptalah daya saing yang luar biasa seperti yang sudah dijelaskan.

Waktu bulan mulud misalnya, selama 1 bulan semua masjid mengadakan pengajian. Materi mengenai maulud nabi berdengung-dengung dengan pembahasan yang sama, berulang-ulang setiap tahunnya. Keren kan.. Pengunjungnya pun beraneka ragam, dari usia 45-an sampai 70-an. Selebihnya di bawah usia 45-an.

Di daerah kami dengan tata ruang sedemikian rupa menelurkan masyarakat yang terbuka tanpa sekat. Masjid sejauh lemparan koin, sekolah ditengah kampung, bahkan ada juga kandang ayam seluas 1 kapling rumah di tengah pemukiman warga. Keberadaan masyarakat tanpa sekat adalah suatu ‘heritage’ (warisan budaya), mereka dapat berkumpul bersama, rukun, guyub, penuh toleransi dan tenggang rasa. Mereka juga bisa hidup berbagi dalam banyak hal, berbagi tempat, berbagi makanan, hingga berbagi suara.

Suara, bisa suara kecil seperti radio tetangga, atau suara besar seperti musik orkes tetangga yang sedang mengadakan hajatan ataupun suara tadarus, shalawatan, hingga pengajian yang diadakan di masjid. Jadi, saat kita duduk nonton tv di rumah, kita dapat pula mendengar orkes tetangga bermain. Kalau siang hari mungkin tak masalah. Kalau malam hari, waktu kita beristirahat lebih aduhai lagi, kita mendapat pengantar tidur berupa alunan gendang orkes yang menggetarkan gendang telinga kita. Ibarat kata, dari gendangku untuk gendangmu, salam dari tetangga yang sedang kawin.

Ketika masjid mengadakan pengajian, jangan heran suaranya bisa menyebar di rumah-rumah warga sekelilingnya. Termasuk instansi seperti sekolah, kantor, dan lainnya. Enak to, kerja sambil mendengarkan ceramah. Wah, dijamin masuk surga fir-daus mini.

Sekolah yang dekat dengan masjid memang kudu ekstra bersyukur. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah harus mendukung dakwah yang dilakukan masjid. Pengajian rutin yang digelar masjid seminggu beberapa kali harus didukung agar syiar agama tetap menggema, walau suaranya masuk ke kelas kita. Saat guru menerangkan pelajaran, atau murid sedang konsentrasi mengerjakan soal ujian, janganlah merasa terganggu dengan suara speaker masjid yang harganya mahal itu. Jangakauannya memang luar biasa. Siapa tahu, suara speaker yang diperdengarkan jam 8 pagi itu membuat sekolah kita jadi barokah dan kita lekas mendapat hidayah.

Jangan coba-coba memprotes, kalau sampai menghalangi dakwah dan membuat masjid sepi, berarti anda membuat dakwah islam berjalan lesu. Soal terganggu atau tidak itu urusan pribadi. Kalau suka ya tidak terganggu, kalau tidak suka berarti anda belum dapat hidayah. Lha para warga ini suka, kan??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar