Kamis, 26 November 2020

MENARI

Aku sama sekali tidak pernah bermimpi menjadi seorang penari. Gerakanku payah dan tak cukup luwes. Aku jogging aja jelek apalagi menari. Meskipun aku rajin ikut Pramuka dan lumayan cakap soal baris-berbaris nyatanya aku tak cukup bagus dalam mengatur gerak tubuh untuk menari.

Tempo hari ada undangan kawinan dari teman dengan suguhan hiburan dangdutan. Di saat yang lain ‘keluar kandang’ maju ke depan dengan goyangan lincah, aku cukup puas dengan hanya duduk di pojokan sambil manggut-manggut. Kalau lagi asyik kaki ikut menghentak.

Sekedar berjoget kecil saja aku canggung, apalagi sampai meliuk-liuk menggoyangkan pinggul. Kaku banget brooo.. Sepertinya bakatku memang tidur. Di situ aku bisa sangat tenang dan menghayati sedalam-dalamnya. Wkwk.

Namun, kali itu aku bersama kawan-kawan PGMI mau tidak mau harus menari. Kaprodi menyelenggarakan pentas bertajuk Gebyar Kreasi Seni untuk pertama kalinya di kampus. Kegiatan tersebut adalah sebuah penilaian kompetensi tari mahasiswa yang dipentaskan sehingga disaksikan banyak orang.

Wow!! Menari dan dilihat banyak orang. Tentu hal ini cukup memberi tekanan yang berarti pada diri kami. Antara tertantang dan terpaksa kami tak sanggup mengelaknya karena kegiatan ini juga termasuk syarat untuk daftar skripsi. Kami pun menjalaninya dengan lapang dada dan keyakinan baja, aku pasti bisa menari meski dengan gerakan patah-patah bak orang stroke.

BTW, kami punya kesempatan satu bulan untuk berlatih menari. Beberapa pertemuan dibimbing pelatih, Ibu Dyah, dan sisanya kami atur jadwal untuk berlatih sendiri. Kebetulan kelompokku terdiri tujuh orang, lima pemuda dan dua kepala tiga. Iya.. temenku tua-tua.. Haha. Enggak ding. Senior. wkwk

Sialnya, di waktu bersamaan kami juga sedang menjalani Praktik Profesi Lapangan (PPL) di Madrasah dekat kampus. Jadi kami tidak dapat melakukan pertemuan secara maksimal, apalagi berlatih. Seingatku kami hanya empat kali latihan setelah dua kali dibimbing langsung pelatih. Dan hanya sekali latihan dengan formasi komplit.

Oh ya, nama tarinya adalah tari topeng edan. Tari ini menceritakan tentang seorang yang tidak peduli dengan kondisi luar. Ia hanya fokus pada diri sendiri tanpa mau mengurusi kehidupan orang. Gimana? Lumayan filosofis ya. hehe

Soal kostum, kami memakai udeng, kaos putih dengan rompi, celana dan jarik sepaha. Kami juga mengenakan topeng karakter yang kami cari sendiri dari Kliwon hingga Bitingan. Lha ketemune malah di Undaan. Waduhee

Berlatih tanpa didampingi pelatih membuat kami kerepotan. Bisa dibilang 30% waktu adalah berlatih kekompakan dan sisanya adalah padon. Wkwk. Di antara kami ada saja yang mengeluh tentang sulitnya gerakan tarian tersebut. Sehingga kami memutuskan untuk melakukan improvisasi, yakni membuat gerakan sendiri menyesuaikan kemampuan teman-teman. Padahal kami bertujuh sama sekali tidak pernah menari. Gitu aja sok-sokan punya ide. Wakakak.

Tak terhitung berapa kali kami melakukan perubahan pola lantai dan gerakan. Bahkan baru pada latihan malam terakhir sebelum esok pentas kami baru menyepakati gerakan yang akan kami tampilkan besok. Dan jadilah kami akan mementaskan tari.

Sungguh ini adalah penampilan gila. Persis seperti nama tariannya. Serba mepet dan cukup terpaksa. Namun di sisi lain kami mencoba untuk menjaga semangat bahwa kami sebetulnya bisa. Atau paling tidak misalkan penampilan kami jelek, kami yakin masih ada yang lebih jelek dari pada kami. Jadi kami tak perlu risau dengan hasilnya. Insyaallah dimakfu.  Wakakak

Dan hari yang ditunggu tiba. GOR kampus ramai oleh para penonton dari mahasiswa hingga para dosen yang mulia. Para penari cewek tentu saja menjadi sorotan. Make up nya tebel dan gincunya kinclong menggetarkan iman setiap lelaki di sana.

Lha sementara itu kami santai-santai saja di ruang transit menunggu panggilan. Ga perlu make up hla wong kita pakai topeng. Sebenarnya ada satu stage di mana kami membuka topeng beberapa saat. Hanya saja teman-teman urung niat berias.

Dan saat nama kelompok kami dipanggil ternyata sambutan dari penonton cukup serius. Aku sampai merinding mendengar tepuk tangan para penonton. Belum tampil lho itu.. udah disambut bak artis boliwud.

Hal itu tak mengherankan mengingat kami adalah mahasiswa kelas ekstensi yang hanya memiliki jam kuliah dua hari per pekan. Jelasnya kami itu mahasiswa yang nyambi kerja jadi di kampus ya buat kuliah aja. Gada waktu buat nongki-nongki apalagi ikut UKM. Dan kebetulan seperti aku jelaskan di atas ada bapak-bapak di kelompok kami. Pada penasaran kan. Apakah kami bisa menari?

Dung dung dung... musik pembuka berjalan dan kami memulai aksi. Kami melakukan gerakan tarian dengan baik dan kompak. Aku mencoba menghayati tiap gerakan tubuh, langkah demi langkah menyerasikan dengan alunan musik. Saking menghayatinya, jadi pengen tidur aku.. haha

Semua gerakan dan pola latar antar penari bisa padu dan sesuai harapan. Sepuluh menit kami lalui dengan khidmat. Apalagi saat stage goyang pantat. Wah aku tak peduli. Pakai topeng juga.. bodo amaaattt... dan hal itu disambut gelak tawa penonton. Masuk pak Ekoo..

Tari ini masuk dalam kategori tari kreasi. Jadi tidak ada gerakan pakem. Kami bebas menentukan gerakan asal masih sesuai tajuk. Sifatnya adalah lucu dan menghibur.

Sungguh kami tak menyangka bisa melalui menit-menit krusial itu dengan baik mengingat kami merasa tak cukup baik dalam melakukan latihan persiapan. Seorang kawan yang jarang ikut latihan bisa mengikuti gerakan kami meski sesekali tertinggal. Di sisi lain kami cukup beruntung mengenakan topeng sehingga membantu untuk mengurangi demam panggung.

Selesai penampilan para penonton sekali lagi memberikan tepukan yang meriah. Aku lirik para penilai dan tamu di depan sepertinya mereka menyukainya. Alhamdulillah, ini bakal jadi sejarah dan layak untuk kami ceritakan kepada siapapun. Minimal aku akan bilang, “Nak, dulu bapak pernah menari. Ini ada sertifikatnya loh”. Aku harap ketika anakku kelak melihat videoku menari tidak lantas mengelak bahwa itu bukan aku. wakakak





Tidak ada komentar:

Posting Komentar