Rabu, 19 November 2014

Keluasan Ilmu Ali Bin Abi Thalib - BAB IX


Ketika sayidina Ali diangkat menjadi khalifah dan umat silam membaiatnya beliau pergi ke masjid dengan memakai sorban dan selendang Rasulullah saw, memakai sandal Rasulullah saw lalu belliau naik mimbar dan duduk di atasnya sambil menyilangkan jari-jari kedua tangannya dan meletakan dekat perut.

Kemudian beliau berkata: "Maasyirannas...bertanyalah kepadaku sebelum kalian kehilanganku. Inilah wadah ilmu. Inilah air liur rasululah saw. Inilah yang Rasulullah saw tuangkan padaku berkali-kali. Bertanyalah kepadaku karena aku mempunyai ilmu-ilmu orang terdahulu dan orang-orang yang akan datang...”

Perkataan sayidina Ali itu tentu bukan sekedar omong kosong, tetapi sebuah kenyataan dan bukti kesiapan beliau untuk memberikan jawaban segala persoalan dan memberikan solusi yang tepat terhadap segala probela umat manusia.

Said bin al-Musayib berkata, “tidak ada seorangpun dari sahabat Rasulullah yang mengatakan itu kecuali Sayidina Ali bin Abi Thalib. Beliau berkali-kali mengatakan itu diatas mimbar” (usud al-Ghabah 4/22)

Sepanjang sejarah umat Islam ada beberapa orang yang bersesumbar seperti
perkataan diatas, tapi akhirnya dipermalukan karenanya, seperti : Muqotil bin Sulaiman, pada suatu saat duduk dan berkata,”betanyalah kepadaku tentang apa yang ada di bawah Arsy sampai Luyana.”

Seorang bertanya kepadanya, “Adam ketika haji, siapa yang memotong rambutnya?” lalu dia (Muqotil) menjawab, “ini bukan pertanyaanmu, tetapi Allah berkehendak mempermalukanku atas keujubanku” (Tarikh al-Khatib a-Baghdadi 13 hal. 163)

Qatadah berkata, “bertanyalah kepadaku tentang alQuran! (niscaya aku menjawabnya). Abu Hanifah lalu bertanya kepada Qatadah, “bagaimana pendapatmu tentang Firman Allah :
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip".(Q.S 27:40)

Siapakan orang itu?”

Qatadah menjawab, “Dia adalah anak pamannya Sulaiman bin Dawud. Dia mengetahui nama Allah yang Sangat Agung.

“Apakah Sulaiman mengetahui nama (yang sangat agung) itu?” tanya Abu Hanifah lagi.

“tidak”. Jawab Qatadah yakin.

“subhanallah, berarti dihadapan seorang Nabi ada orang yang lebih pandai darinya.” Ujar Abu Hanifah.

“tanyakan persoalan lainnya!” Qatadah

“Apakah anda orang yang beriman?” tanya Abu Hanifah

“saya berharap seperti itu.” Jawab Qatadah

“mengapa anda tidak menjawab seperti nabi Ibrahim “ya, aku beriman.” (Q.S 2:260)
“Penganglah tanganku! Demi Allah, aku tidak akan datang ke kota ini lagi!” ujar Qatadah malu (a-Intiqa` hal 156)

Riwayat di atas saya kutip dari : Muhammad Ridha Al-Hakimi, Menungkap Utaian Kecerdasan Sayidina Ali Bin Abi Thalib (MUKSA), hal 11-16.

Bagaimana dengan Imam Ali? Beliau berkata, “Sebelum aku meninggalkan kalian, tanyakanlah kepadaku tentang alQuran. Demi Allah! Tidak satupun dari ayat al-Quran yang turun, kecuali Rasulullah membacakannya untukku, dan mengajarkan tafsirannya.”
Ibnu Abil Hadid menuturkan :

Umar Ibnu Khatab berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “aku heran kepadamu wahai Ali, karena setiap kesulitan yang aku tanyakan kepadamu, engkau tidak pernah mengatakan tidak tahu, dan engkau selalu dapat menjawabnya secara langsung, bahkan tanpa berpikir sejenakpun.”

Lalu Imam Ali menunjukan lima jarinya ke hadapan Umar seraya berkata :
“wahai umar, berapakah ini?”

Seketika Umar menjawab, “lima.”

“ketahuilah wahai Umar! Sesungguhnya bagiku semua ilmu pengetahuan dan jawaban dari segala masalah adalah semudah engkau menjawab pertanyaanku tadi.”

(ilmu pengetahuan dan kebenaran itu jelas bagi Ali, seperti jelasnya Umar melihat lima jari tangan Ali).
Ammar bin Yasir bertutur :

Pada satu peperangan, aku dan Imam Ali bin Abi Thalibas melewati sebuah gurun yang dipenuhi oleh semut. Akupun berkata kepada imam Ali, “wahai Tuanku, apakah ada yang mengetahui jumlah semut ini?”

“ya Wahai Ammar, aku mengetahuinya.” Jawab Imam Ali.

“Bagaimana engkau mengetahuinya?” tanya Ammar lagi.

“wahai Ammar, tidakkah engkau membaca surah Yasin? Yang mengatakan :

وكل شيء أحصيناه في إمام مبين

Dan segala sesuatu kami kumpulkan dalam imam yang nyata
(Q.S 36:12) ?”

“Demi Allah, jiwaku ku korbankan untukmu, sesungguhnya aku telah membaca surah itu berkali-kali.” Ujar Ammar

“maksud dari Imamim-mubin yang tersebut dalam surah yasin itu adalah diriku.” (menukil dari tafsir Jami jil.5)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar