Sabtu, 07 Desember 2019

Bangga Menjadi Relawan Demokrasi


Oleh: Muhammad Abdul Ghofur

Periode Januari hingga April 2019 lalu saya mempunyai kesibukan baru. Tak seperti hari-hari biasanya, pada bulan tersebut saya harus berdandan rapi, bersepatu, lengkap dengan jaket dan topi bertuliskan “Pemilih Berdaulat Negara Kuat”.  Bukan sebagai Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau Tim Sukses peserta pemilu melainkan sebagai “Relawan Demokrasi”.

Relawan Demokrasi (Relasi) adalah orang yang ditugaskan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk memberikan edukasi kepemiluan  kepada masyarakat secara sukarela. Tugas mulia, bukan? Karena itu, kami dituntut untuk serius, ikhlas, srta menjaga netralitas selama bertugas.

Dalam pelaksanaannya Relasi dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan sosialisasi berdasarkan basis yang ditentukan, antara lain basis keagamaan, perempuan, keluarga, pemilih pemula, kaum marginal, dll. Kebetulan saya bersama empat orang lainnya ditugaskan pada basis pemilih pemula di mana basis ini menyasar pada orang yang pertama kali menggunakan hak pilihnya yaitu remaja berusia 17 tahun atau pensiunan Polisi dan TNI (Tentara Nasional Indonesia). Jadi tak heran saya bersama teman satu basis kerap mengunjungi sekolah setingkat SMA/SMK/MA untuk melaksanakan sosialisasi.

Ada banyak hal menarik selama saya bertugas sebagai Relasi. Berikut akan saya ceritakan.
Pertama, fleksibel. Karena kami menyasar anak sekolah, kami jadi tak perlu pusing mencari di mana kami harus melaksanakan sosialisasi. Ada banyak sekolah yang bisa kami datangi, setiap pagi, setiap hari. Kecuali hari libur tentunya. Waktu lebih flekibel sesuai keinginan relasi, ingin senin, selasa, rabu, pagi, siang, atau agak siang. Kami cukup membuat daftar sekolah yang akan dikunjungi, datang dan buat janji, lalu tinggal eksekusi.

Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan basis lain. Contoh basis perempuan, relasi tidak bisa membuat jadwal sesuai kehendaknya. Ia cenderung mengikuti kapan jadwal pertemuan kelompok perempuan itu diadakan mengingat kelompok tersebut sudah memiliki jadal tersendiri dan tidak bia diganggu gugat.

Kedua, pengalaman. Namanya basis pemula berarti belum pernah menggunakan hak pilihnya. Di sini Relasi memberikan sosialisasi mengenai sesuatu yang baru bagi mereka. Dari apa itu pemilu, kapan pelaksanaannya, apa peran kita, cara mencoblos, dan lainnya. Maka tak heran, kami yang sebenarnya tak pintar-pintar amat saat SMA, saat itu kami menjadi terlihat pintar dan hebat di mata mereka. Kami mengupas tuntas dari A sampai Z hiingga mereka puas dan paham. Mereka pun senang bahkan terpesona dengan apa yang kami sampaikan.

Hingga ada atu siswa berkata, “Kak, ini kan aku kelas tiga. Habis lulus nanti aku ingin seperti kakak”. Saya sendiri jadi merasa bangga dan berkata dalam hati, “Alhamdulillah.. Ada gunanya saya datang ke sini. Bersoialisai dan menginspirasi. hehe”

Ketiga, antusiasme. Beberapa waktu kami mendapati peserta kurang begitu antusias saat sosialisasi berjalan. Mereka hanya melihat dan diam tanpa umpan balik. Akhirnya saya siasati dengan membuat kuis berhadiah yang murah dan meriah. Setelah saya sampaikan perihal adanya kuis, kelas menjadi riuh, hidup, dan penuh perhatian. Siswa berebut menjawab semua pertanyaan yang saya berikan. Terserah deh. Saya pun menyiapkan 3 sampai 5 bingkisan hadiah. Tak perlu banyak dan mewah, cukup uang Rp 5.000-an dibalut amplop mereka pasti bahagia. hehehe

Keempat, prestise. Saat saya keluar rumah membawa jaket Relasi, maka para tetangga sekitar dan orang di jalan akan menatap saya betul-betul. “Siapa ya..??”. Begitu pula saat saya mengunggah gambar kegiatan sosialisasi di media sosial. Beberapa teman akan bertanya saya sedang melakukan apa dan sebagai apa. Saya pun menjelaskan bahwa saya adalah relawan utusan KPU Demak yang ditugaskan memberikan sosialisasi kepemiluan. Dan mereka berkesimpulan, “Oh.. sekarang kamu kerja di KPU”. Saya hanya mengiyakan saja menikmati hidup. Hahaha

Kelima, celoteh aneh-aneh. Beberapa anak SMA juga ada yang sudah melek politik. Ketika dilempar pertanyaan, apa yang kamu ketahui tentang pemilu?. Maka dia akan menjawab, “bag-bagii duitttt” atau “serangan fajaaar”. Saya cukup heran anak pemula kok sudah tahu hal buruk ini. Nah, di sinilah seorang relasi perlu meluruskan salahh kaprah ini. Saya pun memberikan pemahaman kepadanya bahwa pemilu merupakan pesta demokrasi yang tumbuh dari kesadaran para warga negara untuk menggunakan hak pilihnya secara sadar dan suka rela. Bukan karena uang atau imbalan. Karena pemimpin yang adil tidak akan lahir dari politik uang.

Mewujudkan pemerintahan yang adil merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat tanpa terkcuali. Maka, kita tidak boleh diam dan hanya menonton. Namunn, kita harus ambil bagian. Dan menjadi Relasi merupakan salah satu cara untuk mewujudkannya. Aku bangga menjadi Relasi, Relawan Demokrasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar