Sabtu, 20 September 2014

PENGARUH MUSIK NEGATIF




Oleh : M. Abdul Ghofur (1310320005)
Melihat anak-anak menyanyikan lagu buka sithik jos dengan gembira adalah hal yang biasa kita lihat saat ini. Namun, ketika mereka menyanyikannya dengan gerakan-gerakan yang tak pantas seperti menonjolkan pinggul ke depan (maaf) tentu membuat hati kita sebagai orang tua terenyuh miris. Memang tidak semua anak paham dengan maksud lirik maupun gerakan pengiring lagu tersebut. Akan tetapi, manusia senantiasa belajar. Lama kelamaan anak-anak akan tahu apa maksud lirik dan gerakan yang mereka lihat. Hal ini bukanlah hal yang sepele karena berkaitan dengan perkembangan psikis anak-anak kita.
Kasus seorang anak yang baru duduk di kelas 3 SD salah satu kota di Jawa Tengah berani membuka rok teman putrinya di kelas membuat hati kita tersentak. Bagaimana bisa si anak ini berlaku demikian? Padahal orang tua maupun gurunya tidak pernah mengajarkan hal buruk itu. Kalau kita menganggap mungkin ini hanya dari candaan anak-anak, lantas apakah ini candaan yang baik dan apakah kita membiarkannya?

Goyang Caesar
Popularitas goyang caesar ikut mendongkrak rating lagu pengiringnya. Lagu yang berjudul buka sithik jos itu semula tidak begitu familiar di telinga masyarakat pecinta musik Indonesia. Ia hanya menjadi soundtrack film Cewek Saweran yang diliris tahun 2011 lalu. Namun, setelah Trans TV membuat program unggulan ramadhan dengan nama Yuk Kita Sahur, lagu buka sithik jos semakin ramai dikenal dan menyebar cepat bak wabah. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa, semua menyukainya.
Masyarakat kebanyakan menganggap lagu ciptaan Krisna Purna ini hanyalah lagu dangdut koplo biasa seperti lagu-lagu dangdut lainnya tanpa ada pengaruh berarti dalam kehidupan sosial masyarakat.Faktanya, ada banyak persoalan yang timbul dari lagu itu yang berkaitan dengan perilaku masyarakat, terutama perilaku anak-anak baik dari tutur kata, sikap, maupun psikologisnya.
Lagu dengan penyanyi asli Juwita Bahar ini memang membuat pendengarnya hanyut dalam suasana senang dan gembira karena ada kesan jenaka dari efek musik pengiringnya.Hanya saja lagu ini berisikan lirik yang mengandung unsur kevulgaran. Diawali dengan lirik: Hai kenapa kamu kalau nonton dangdut sukanya bilang; buka sithik jos. Sepintas tidak ada yang salah dengan lirik ini. Namun, coba kita cermati lirik selanjutnya : “apa karena rok mini ini jadi alasan; sukanya abang ini lihat bodiku yang seksi; senangnya abang ini intip-intip ku pakai rok mini”. Untaian kalimat ini bukanlah hal yang baik dan mendidik anak-anak, justru merupakan ajaran negatif. Lagu ini memuat tentang sensualitas dan menjurus ke arah seksualitas. Tentu ketika diperdengarkan lagu ini, kita akan berfikir; apa sebenarnya yang mau dibuka?; Oh.. rok mini. Apa yang mau kita ajarkan kepada anak-anak dengan rok mini?; Lirik-lirik tersebut merupakan kata-kata yang tabu dan tidak patut diumbar ke publik.
Ketika lagu-lagu yang tidak pantas terus-menerus dengan bebas dikonsumsi anak-anak ditambah lagi dengan imajinasi anak seusia itu masih produktif dan mudah melekat dalam ingatan sehingga dibawah alam sadarnya akan menjadi prilaku dari perbendaharaan kata-kata yang ada pada lagu tersebut. Melihat fenomena ini, musik sudah termasuk bahaya laten yang merusak moral generasi penerus bangsa.
Studi terkini dari Cougar Hall yang diterbitkan dalam Springer’s Journal Sexuality and Culture mengatakan, referensi seksual dalam lagu bisa membuat anak berpikir nilai diri mereka dalam tatanan masyarakat adalah untuk memberikan kepuasan seksual kepada orang lain, berisiko memandang rendah arti tubuhnya, depresi, masalah dengan makanan, penyalahgunaan obat-obatan, dan lainnya. Redy menambahkan, Ketika lagu-lagu yang tidak pantas terus-menerus dengan bebas dikonsumsi anak-anak ditambah lagi dengan imajinasi anak seusia itu masih produktif dan mudah melekat dalam ingatan sehingga dibawah alam sadarnya akan menjadi prilaku dari perbendaharaan kata-kata yang ada pada lagu tersebut. Melihat fenomenal ini, musik sudah termasuk bahaya laten yang merusak moral generasi penerus bangsa.
Sikap kita yang cenderung acuh dengan fenomena di sekitar kita memperparah kondisi ini. Di samping peran pemerintah, dalam hal ini adalah tugas dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), yakni memfilter jenis tayangan yang akan dirilis di publik, pengawasan orang tua juga tak kalah pentingnya. Membentengi anak dengan sikap dan perilaku yang baik sesuai norma agama dan budaya luhur bangsa adalah kewajiban kita bersama.
Pencipta lagu seharusnya tidak hanya mementingkan keuntungan pribadi semata, akantetapi juga harus menggunakan etika dalam menjalankan profesinya. Pada zaman sekarang, musik sudah bisa didengarkan kapan saja dan dimana saja baik oleh orang dewasa maupun anak-anak. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa kita. Jika mereka terus-menerus diperdengarkan lagu yang memiliki pesan negatif, tentunya kita bisa membayangkan akan menjadi seperti apa mereka nantinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar