Senin, 04 Januari 2021

Terkadang Pamer Itu Perlu

Mendapat rizki tentu menjadi kesenangan bagi setiap orang. Bisa berupa barang, uang, kesehatan, jalan-jalan, dan sebagainya. Orang-orang pun jamak menampakkan rasa senangnya dengan berbagai cara seperti memfoto dan mengunggahnya di medsos, menceritakan kepada sahabat, dan sebagainya.

Dari rekaman gambar atau ceria tersebut orang-orang akan menanggapi sesuai sudut pandang masing-masing. Ada yang menanggapi dengan antusias, ada yang dingin, ada pula yang memberi komentar toxic yang tak enak didengar.

Seperti kisah kawanku ini. Malam itu aku datang ke rumah seorang kawan untuk memenuhi undangan makan-makan. Saat itu usianya 24 tahun dan beranak satu. Ceritanya acara syukuran rumah baru. Kawanku satu ini terbilang sukes. Menikah muda, usaha lancar, dan punya rumah sendiri serta memenuhinya dengan perabot. 

Namun, ada tetangga yang berkomentar bahwa itu semua adalah hasil sumbangan “amplop” nikah. Mendengar hal itu kawanku pun berang. Esoknnya ia langsung pergi ke kota dan pulang dengan deretan perabot yang lebih banyak lagi. Mulai dari kulkas, AC, mesin cuci, dan sebagainya.

“Kamu ngapain nglakuin itu?”, tanyaku. “Ya biar dia mikir, apa amplopnya dari para tamu cukup untuk beli perabot ini semua?”, jawabnya berapi-api.

Aku hanya mengangguk-angguk mengiyakan walau sebenarnya aku juga belum sreg dengan alasan yang ia sampaikan. Bagiku menuruti omongan orang itu tidak perlu dan hanya buang-buang waktu. Sampai ketika hal itu terjadi padaku. Seorang kawan bercerita bahwa ada seorang yang membicarakanku karena aku punya jam tangan baru.

“Wanjir”, umpatku. Jadi ada seseorang yang syirik bahwa aku punya barang baru. Kira-kira apa yang mendorongnya membicarakan hal ini? Ini adalah jam tangan biasa seperti orang-orang pakai pada umumnya. See, aku baru sadar bahwa aku pegang uang kas dan mungkin itu yang membuatnya berpikir lain.

Oh my god, apa aku harus bercerita kepada setiap orang bahwa jam tangan ini adalah hadiah ulang tahun dari kakakku? Atau aku mengunggahnya di ig story dengan kepsyen berbunga-bunga? It’s really useless dan justru kelihatan Alay banget.

Belum berhenti sampai di situ, pada kemudian hari lagi-lagi aku mendengar komentar senada terkait hp baruku. Ya ampun. Susah banget ya berbuat bener. Its just a mobile phone and everybody buy it. Apa yang mereka pikirkan? Hmm.. aku rasa mereka lupa bahwa aku juga bekerja, punya usaha, dan berpenghasilan. Jadi ya wajar aku bisa membeli barang baru. 

Yah, jadi sorotan memang tidak mengenakkan. Hubungan yang semula baik-baik saja jadi semacam ada gap gara-gara komentar toxic. Bisa jadi sih itu hanya sebuah candaan semacam, “Wah.. motor baru nih.. banyak duit.. traktir dong”, dan sebagainya. Kalau seperti itu sih nggak papa ya. Cuma kadang orang lain menerjemahkannya secara berbeda. Misal ada temenmu bilang gini, “Wah.. motor baru nih.. proyek apa nih.. pinter nyari duit lu.. banyak akal lu”, dan posisi lu megangn keuangan. Kan kesannya lain.

Yah pada akhirnya kita memang perlu berhati-hati dalam bicara jangan sampai mengusik hati. Dan kita juga perlu menjaga hati jangan terlalu pusing dengan omongan orang. Aku juga masih belajar. Tapi ya saranku, kadang-kadang perlu lah pamer. Misal kita pamer barang bagus sebagai hasil kerja keras kita sesekali Upload juga pamerin juga betapa kerasnya kita bekerja.. jadi kita terhindar dari komen negatif. Tapi soal akan datang komen negatif lainnya aku nggak tahu. wkwkw

Tidak ada komentar:

Posting Komentar